TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Budi Djatmiko mengatakan perguruan tinggi perlu diprioritaskan untuk mendapat konsensi tambang. Menurut dia, perguruan tinggi memiliki sumber daya manusia yang unggul untuk mengelola tambang secara baik.
“Pilihannya adalah Anda memilih keluarga konglomerat, atau asing yang menguasai, atau perguruan tinggi yang di dalamnya adalah ribuan orang. Anda semua yang mungkin ada di ruangan adalah lulusan perguruan tinggi,” kata Budi dalam rapat dengar pendapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan pada pada Senin, 3 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Budi mengatakan jika konsensi diberikan kepada konglomerasi, maka seluruh keuntungan hanya didapat oleh perusahaan. Namun, jika izin perguruan tinggi mendapat prioritas konsensi tambang maka ada pemanfaatan yang lebih merata.
Menurut Budi, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan mengatur bahwa pembina, ketua, dan pengawas yayasan tidak boleh menerima uang. Sehingga ia menilai hasil pertambangan tidak hanya dinikmati oleh segelintir pihak. Pengelolaan tambang bisa melalui badan usaha yang dimiliki yayasan perguruan tinggi. “Tapi yayasan boleh mendirikan badan usaha agar dapat menyuplai perguruan tinggi,” kata dia.
Sebelumnya, Budi mengungkapkan sudah beberapa kali menyampaikan saran tersebut kepada Rektor Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) Laode Masihu Kamaluddin. Laode adalah anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan calon presiden-wakil presiden, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. “Saya sering sampaikan saran itu,” kata Budi pada Kamis, 23 Januari 2025.
Budi mengklaim sebagai orang pertama yang mengusulkan perguruan tinggi diberikan konsesi tambang. Mulanya, kata dia, usul itu disampaikan kepada Presiden Indonesia ke-7 Joko Widodo (Jokowi) pada 2016.
Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyatakan bahwa wilayah izin usaha pertambangan untuk perguruan tinggi bisa diberikan dengan cara prioritas. Dalam ketentuan itu, ada tiga hal yang menjadi pertimbangan pemberian izin tambang untuk perguruan tinggi, yakni mempertimbangkan luas wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) mineral logam, mempertimbangkan akreditasi perguruan tinggi, dan mempertimbangkan peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menganggap ide kampus mengelola tambang tidak bermasalah jika masih sesuai dengan tujuan mencari dana untuk universitas. “Ya saya pikir semangatnya adalah bagaimana kemudian memberikan atau mencarikan dana untuk universitas-universitas,” ujarnya saat ditemui wartawan di gedung parlemen, Jakarta Pusat, Kamis, 23 Januari 2025.
Meski begitu, Dasco mengatakan mekanisme pengelolaan tambang ini perlu diatur lebih lanjut. Hal ini agar pemberian izin usaha pertambangan (IUP) dapat memberikan manfaat bagi universitas.
Sementara itu, Guru Besar Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Gabriel Lele menilai rencana memberi konsesi tambang untuk perguruan tinggi adalah bentuk korporatisme baru di lingkungan kampus. Oleh karena itu, ia menegaskan sebaiknya kampus tidak membuka ruang untuk mendapat izin usaha pertambangan tersebut.
"Upaya pemberian izin tambang ini sebagai bentuk korporatisme baru pemerintah kepada pihak kampus," ujar Gabriel dikutip dalam keterangan resmi pada Sabtu, 1 Februari 2025.
Gabriel menilai korporatisme ini sebagai strategi negara untuk memasukkan kelompok-kelompok di luar pemerintah, termasuk kampus, dengan memberikan keuntungan tertentu. Namun, hal ini datang dengan syarat, yaitu kampus tidak boleh lagi menyampaikan suara-suara kritisnya. “Saya justru melihat bahwa hal ini juga merupakan bentuk pembungkaman suara kritis kampus secara halus,” kata dia.
Di sisi lain, wacana ini ditolak oleh Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid. Ia menilai wacana ini bukan berada di ranah universitas.
Fathul khawatir ketika kampus masuk ke ranah bisnis pertambangan membuat mereka tidak sensitif lagi terhadap pengembangan akademik. Sebab, orientasi mereka berpotensi lebih condong mengembangkan bisnis tersebut. “Uang itu kadangkala menghipnotis dan kalau itu terjadi, berbahaya,” kata dia, Selasa, 21 Januari 2025.
Pilihan Editor: Temui Prabowo, Menkes Pastikan Waktu Peluncuran Program Cek Kesehatan Gratis