TEMPO.CO, Jakarta - Banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan oleh anggota TNI terhadap perempuan menjadi sorotan dalam aksi yang digelar oleh Suara Ibu Indonesia di depan Sarinah, Jalan M.H Thamrin, Jakarta Pusat, pada Jumat, 28 Maret 2025. Dalam orasinya, Aida, mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, menyinggung laporan Komnas Perempuan yang mengungkap tingginya jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan.
Sepanjang 2020-2024, Komnas Perempuan mencatat ada sebanyak 190 laporan kasus yang merupakan tindak pidana umum. “Kasus-kasus tersebut diselsaikan di pengadilan militer yang sangat tertutup dan tidak berpihak kepada korban,” kata Aida.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aida menilai, pembahasan revisi UU TNI yang dilakukan secara diam-diam merupakan bukti bahwa pemerintah tidak memberikan bagi masyarakat untuk memberi masukan. Sehingga, kata dia, berdemonstasi adalah satu-satunya cara untuk didengar, meskipun massa aksi mengalami kekerasan dari aparat kepolisian.
Ririn Sesfani, bagian dari Suara Ibu Indonesia, mengatakan gerakan ini merupakan bagian dari Suara Ibu Peduli yang tumbuh saat Orde Baru. Dia mengatakan kembalinya dwifungsi TNI dikhawatirkan akan merenggut ruang-ruang yang seharusnya diisi oleh masyarakat sipil. “Kekhawatiran kami adalah rezim ini, melalui aparatnya, semakin tidak peduli terhadap suara kami dengan melakukan kekerasan,” ujar Ririn. Dia pun mendorong ibu-ibu di seluruh Indonesia untuk ikut turun ke jalan atau mendukung anak-anak muda yang turun ke jalan.
Revisi UU TNI yang disahkan pada Kamis, 20 Maret 2025 menuai kritik keras dari masyarakat. Berbagai elemen masyarakat di beberapa daerah, seperti Surabaya dan Pekanbaru, turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi mereka. Namun aksi tersebut mendapat respons represif dari aparat.