TEMPO.CO, Jakarta - Di seluruh dunia, hanya lima negara yang mempunyai Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM), yakni Brasil, Somalia, Pakistan, Selandia Baru, dan yang terbaru Indonesia.
Menurut Dimas Bagus Arya Saputra, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), pembentukan Kementerian HAM di Selandia Baru didasarkan pada diskriminasi terhadap orang aborigin.
“Selandia Baru juga melakukan langkah-langka sampai tercapainya rekonsiliasi nasional dan upaya-upaya permintaan dari orang kulit putih kepada bangsa aborigin,” ujarnya dalam siniar Bocor Alus Tempo, edisi Sabtu, 16 November 2024.
Lebih lanjut, Dimas juga menjelaskan di Pakistan, Kementerian HAM dibentuk untuk mengungkap kasus penghilangan paksa atau penculikan ketika prosesi pemisahan India dan Pakistan.
Kemudian, di Brasil Kementerian HAM yang sudah dibentuk sejak 1997 ditujukan untuk menjaga komitmen perlindungan hak-hak warga negara.
“Kayaknya, nomenklatur Kementerian HAM Indonesia lebih mirip dengan di Somalia karana fungsinya memberikan usulan kebijakan, upaya-upaya perbaikan regulasi yang tidak patuh hak asasi manusia, termasuk memberikan rekomendasi,” kata Dimas.
Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Atnike Nova Sigiro memastikan penegakan HAM lima tahun ke depan akan penuh tantangan. Menurut dia, Komnas HAM akan terus mengawasi agenda penegakan hak asasi selama Prabowo berkuasa. "Kami tetap independen dan kritis," ujarnya pada Jumat, 1 November 2024.
Atnike mengungkapkan, Komnas HAM telah menyerahkan rekomendasi soal isu hak asasi kepada pemerintahan Prabowo. Isinya antara lain mendorong penyelesaian konflik di Papua, penuntasan kasus pelanggaran hak asasi, dan pembangunan Ibu Kota Nusantara yang berpihak pada hak asasi. "Pemerintahan Prabowo diminta memprioritaskan kasus pelanggaran hak asasi berat masa lalu," katanya.
Sebelumnya, Menteri HAM Natalius Pigai jadi bahan pembicaraan setelah mengatakan bahwa perlu anggaran Rp20 triliun untuk menuntaskan masalah HAM, sementara pagu anggaran kementeriannya tahun ini Rp64 miliar.
Pigai punya alasan tersendiri kenapa ia ingin anggaran kementeriannya bertambah 300 kali lipat.
Ia mengatakan bahwa dirinya akan fokus pada pemantapan struktur dan penataan sistem di Kementerian HAM dalam 100 hari bekerja di Kabinet Merah Putih yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto.
"Yang jelas, dua tiga bulan pertama itu ‘kan nomenklatur, pemantapan struktur, pembentukan struktur, revitalisasi struktur. Yang kedua adalah sistem tatanan, rangkaian sistemnya," kata Pigai menjawab pertanyaan ANTARA di Jakarta, Rabu, 23 Oktober 2024.
Berikutnya, Pigai akan melakukan penempatan personel di Kementerian HAM. Menurut dia, penempatan personel ini merupakan pekerjaan yang cukup sulit.
"Kalau buat struktur dan sistem itu gampang. Kecillah itu, pekerjaan kecil. Tapi, begitu sudah bicara tentang memasukkan orang, pekerjaan berat karena kita harus hadirkan minimal itu 200 orang. Emang ada 200 orang yang mau pindah sini? Kan susah juga itu," kata dia.
Selain tiga hal pokok itu, Menteri HAM pertama di Indonesia ini juga mengaku akan melakukan pengadaan sarana, prasarana, dan fasilitas mengingat Kementerian HAM merupakan nomenklatur hasil pemekaran dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
"Fasilitas itu tergantung budgeting (penganggaran). Kalau budget (anggaran) kita cukup, kita akan bisa mengadakan fasilitas yang cukup," katanya.
Oleh sebab itu, mantan Komisioner Komisi Nasional HAM ini juga ingin melakukan penguatan anggaran di Kementerian HAM saat 100 hari bekerja sebagai Menteri HAM. "Yang berikut itu adalah kekuatan anggaran," ujar Pigai.
Pada acara penyambutan di Graha Pengayoman, Kemenkumham, Jakarta, Senin, 21 Oktober 2024, Pigai sempat menyoroti alokasi anggaran yang diberikan kepada Kementerian HAM. "Kenapa presiden mau bikin Kementerian HAM? Berarti ada sesuatu besar yang mau dibikin. Maka, Tim Transisi rombak itu anggaran," ujar Pigai dalam sambutannya.
Menurut Pigai, pembangunan HAM itu mencakup banyak hal yang terdiri dari fisik dan nonfisik, seperti pembuatan regulasi, perlindungan warga negara, dan pemenuhan hak masyarakat.
Pembangunan HAM, kata dia, tidak bisa dilakukan dengan anggaran yang kecil. "Bagaimana kalau saya bilang, saya mau bangun 10 pusat studi HAM, bangun tiga jurusan HAM, gencarkan kesadaran HAM di seluruh Indonesia setiap desa, 80 ribu desa, tapi saya tidak bisa, saya tidak dikasih fasilitas yang cukup?" katanya.
MICHELLE GABRIELA | SUNUDYANTORO | ANTARA