TEMPO.CO, Jakarta - Tim Pramono Anung-Rano Karno menyiapkan Todung Mulya Lubis untuk memimpin tim hukum menghadapi gugatan sengketa pilkada Jakarta yang diajukan kubu Ridwan Kamil-Suswono ke Mahkamah Konstitusi atau MK.
“Tentunya, kami sebagai pihak terkait di perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) MK, sudah mempersiapkan tim hukum yang diketuai Profesor Todung Mulya Lubis, yang sudah bekerja mengumpulkan bukti-bukti sejak penetapan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta,” kata Iwan Tarigan, juru bicara tim Pramono-Rano, dalam keterangan tertulis kepada Tempo, Selasa, 10 Desember 2024.
Iwan mengatakan pihaknya menghormati gugatan yang dilakukan oleh pasangan calon nomor urut 1 tersebut ke MK. Ia menuturkan langkah tersebut sudah sesuai dengan koridor kepemiluan dan hukum. Pihak yang keberatan dengan hasil pikada bisa mengajukan gugatan maksimal 3 hari setelah pengumuman hasil rekapitulasi suara di tingkat provinsi.
“Kami dari pihak kubu 03 Pram-Doel meyakini hakim MK akan memutuskan secara adil, profesional dan kenegarawanan dan memutuskan PHPU berdasarkan bukti-bukti hasil pilkada Jakarta yang berjalan secara damai, tertib dan transparan,” kata dia.
Ketua tim hukum Ridwan Kamil-Suswono (RIDO), Arif Wibowo, mengatakan akan mengajukan gugatan hasil pemilihan gubernur Jakarta ke Mahkamah Konstitusi. Pasangan calon kepala daerah diberikan waktu tiga hari hingga Rabu, 11 Januari 2024, sejak penetapan hasil pemilihan untuk mengajukan gugatan.
“Nanti kami sampaikan isi materi gugatan ketika ke MK,” kata Arief ketika dikonfirmasi oleh Tempo pada Selasa, 10 Desember 2024.
Arif juga mengatakan bahwa akan memberi tahu kapan kubu Ridwan Kamil mengajukan gugatan ke MK.
Ketika dihubungi secara terpisah pada Senin, 9 Desember 2024, anggota tim hukum RIDO lainnya, Ramdan Alamsyah, mengatakan bahwa yang akan disengketakan oleh kubunya adalah berkaitan dengan dugaan kecurangan, khususnya dugaan pelanggaran etik penyelenggara dan pengawas pemilu. “Kami minta pemungutan suara ulang ya,” katanya.
Ramdan mempersoalkan banyak surat C6 kepada para pemilih tidak terdistribusi dengan baik. Ramdan menyebutkan ada 800 ribu orang yang tidak mendapat formulir C6. Dia mengklaim mayoritas yang tidak menerima form C6 itu adalah para pemilih pasangan Ridwan-Suswono.
Ramdan juga menyinggung ada sekitar tiga juta pemilih yang masuk golongan putih. Golongan putih atau golput adalah istilah populer dalam pemilihan umum yang ditujukan kepada orang yang tidak mau menggunakan hak pilihnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU Jakarta Wahyu Dinata menepis tudingan bahwa pihaknya tidak mendistribusikan formulir C6 secara merata. Wahyu menegaskan, pendistribusian formulir C6 mencapai 90 persen. Hanya 10 persen formulir C6 yang tidak terdistribusikan.
Formulir C6 yang tidak terdistribusi, kata Wahyu, disebabkan pemilih yang tercantum dalam daftar pemilih tetap atau DPT dinyatakan sudah meninggal, pindah alamat, atau tidak ada di alamat terdaftar. Dengan begitu, formulir tersebut kemudian dikembalikan dan dicatat KPU. Menurut Wahyu, KPU sudah mengumumkan jumlah formulir C6 yang tidak terdistribusi itu tak sampai 10 persen.
“Kami, kan, harus mempertanggungjawabkan formulir itu,” kata Wahyu kepada Tempo, Senin, 9 Desember 2024.
Daniel A Fajri ikut berkontribusi dalam artikel ini