Tradisi Perayaan Waisak di Berbagai Dunia

22 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Hari Raya Waisak merupakan perayaan penting bagi umat Buddha di seluruh dunia untuk mengenang tiga peristiwa suci dalam kehidupan Sang Buddha Gautama: kelahiran, pencerahan, dan wafatnya. Setiap negara memiliki tradisi khas yang mencerminkan budaya dan nilai spiritual setempat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perayaan Waisak di Indonesia paling dikenal dengan rangkaian upacara di Candi Borobudur dan Candi Mendut. Ritual dimulai dengan puja bakti di Candi Mendut kemudian dilanjutkan dengan kirab membawa Api Dharma dan Air Suci menuju Borobudur. Pada puncak acara, ribuan lampion dilepaskan ke langit sebagai simbol harapan dan kedamaian. Selain itu, terdapat pula ritual Pindapata, yaitu pemberian sedekah kepada para biksu yang mengelilingi candi, serta berbagai kegiatan sosial seperti pengobatan gratis bagi masyarakat sekitar.

Di Jepang, Waisak dirayakan dengan tradisi memandikan patung bayi Buddha menggunakan ama-cha, teh manis dari daun hydrangea, sebagai simbol kesucian dan pencerahan. Umat juga mengelilingi bunga teratai yang dipercaya tumbuh dari tempat pertama kali bayi Buddha melangkah, serta menghias patung Buddha dengan kalung bunga teratai sebagai bentuk penghormatan.

Sebagai tempat kelahiran Buddha, Nepal merayakan Waisak atau Buddha Jayanti dengan penuh khidmat. Umat mengenakan pakaian putih, berdoa di kuil-kuil suci seperti Swayambhunath atau Monkey Temple, dan berziarah ke Lumbini. Tradisi berbagi makanan kepada yang membutuhkan juga menjadi bagian penting perayaan. Setelah rangkaian ibadah, umat biasanya menyantap kheer, puding manis dari beras sebagai simbol kemurnian.

Di Tiongkok, Waisak dikenal dengan Festival Memandikan Buddha (Yufojie). Pada ritual ini, patung bayi Buddha disiram dengan air harum yang telah didoakan, dipercaya membawa berkah dan membersihkan batin. Umat juga menyalakan dupa dan memberikan persembahan kepada para biksu sebagai bentuk penghormatan.

Di Bhutan, perayaan Waisak dikenal sebagai Duechen Nga Zom yang jatuh pada hari ke-15 bulan keempat kalender Bhutan atau Saga Dawa. Bulan Saga Dawa dianggap penuh berkah sehingga selama periode ini penjualan dan konsumsi daging dilarang. Perayaan ini menekankan pengendalian diri dan penghormatan terhadap kehidupan.

Khumar Mahendra berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan Editor: Siasat Anarko Bertahan dari Tekanan Pemerintah

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online