Jakarta -
Menyusui merupakan sumber makanan 'standar emas' pada bulan-bulan pertama kehidupan. Bunda dapat memberikan nutrisi terbaik untuk bayi. Tak hanya itu, ibu dan bayi juga dapat memperoleh dampak psikologis dari menyusui.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Akademi Dokter Anak Amerika merekomendasikan memberikan ASI ekslusif setidaknya enam bulan, yang didefinisikan sebagai satu-satunya sumber makanan.
Dilansir laman Research Gate, penelitian menunjukkan menyusui bukan sekadar sumber nutrisi dari payudara, tapi juga memiliki efek yang signifikan dan luas untuk kognisi, perilaku, dan kesehatan mental pada ibu dan anak.
Dampak psikologis menyusui untuk ibu dan bayi
Orang sering melihat ASI lebih ke manfaatnya sebagai sumber nutrisi untuk bayi yang sedang berkembang. Alhasil dampak psikologis menyusui untuk ibu dan bayi sering kali diabaikan.
Berikut sejumlah dampak psikologis menyusui untuk ibu dan bayi dilansir dari Tghncollection pub org.
1. Meningkatkan ikatan antara ibu dan bayi
Jennifer Hahn-Holbrook, PhD, menjelaskan bahwa menyusui lebih dari sekedar memberikan nutrisi untuk bayi. Namun menyusui memberikan kontak kulit langsung antara ibu dan bayi. mendorong pertukaran sosial ibu-anak sejak dini, dan memicu refleks mengisap alami bayi, sehingga menenangkan bayi.
"Atas semua alasan ini, para ilmuwan berpendapat bahwa menyusui memfasilitasi keterikatan anak kepada ibunya. Anehnya, hanya sedikit penelitian yang menyelidiki dampak menyusui terhadap keterikatan bayi, dan penelitian yang menyelidiki cenderung tidak menemukan efek jangka panjang dari menyusui," ujar Hahn-Holbrook.
2. Memberikan dasar emosional yang baik pada bayi
Hubungan antara menyusui dan temperamen bayi itu rumit, dan buktinya saling bertentangan. Sebuah studi lintas bagian terhadap 655 bayi berusia 6–24 bulan menemukan tingkat perkembangan sosio-emosional yang lebih tinggi pada bayi yang disusui secara eksklusif dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula secara eksklusif.
Perkembangan sosio-emosional yang dimaksud merupakan gabungan dari ukuran yang terkait dengan pengaturan diri, kemampuan untuk mengomunikasikan kebutuhan, dan membangun hubungan sosial.
Namun, studi lain menemukan bahwa ibu yang menyusui melaporkan bahwa bayi mereka lebih banyak menuntut, lebih sering menangis, dan lebih jarang tersenyum dibandingkan ibu yang memberi susu formula.
Laporan ibu yang menyusui tentang bayi yang memiliki temperamen yang lebih sulit mungkin karena kekuatan dan intensitas reaktivitas yang lebih besar yang diamati pada bayi yang disusui, yang dihasilkan dari kandungan nutrisi ASI yang lebih unggul dan pertambahan berat badan yang lebih cepat pada bayi yang disusui dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula.
Atau, kemungkinan karena ASI lebih cepat dicerna daripada susu formula dan volume susu diatur oleh isapan bayi, yang menyebabkan bayi yang disusui menunjukkan lebih banyak isyarat lapar untuk memulai menyusu daripada bayi yang diberi susu formula.
Dalam penelitian ditemukan, anak-anak yang telah disusui selama lebih dari 6 bulan cenderung tidak mengalami masalah kesehatan mental internal (misalnya, menarik diri, cemas/depresi, atau memiliki keluhan somatik) dan masalah kesehatan mental eksternal (perilaku nakal atau agresif) pada usia 14 tahun, dibandingkan dengan anak-anak yang telah disusui selama kurang dari 6 bulan.
Secara keseluruhan, temuan ini menunjukkan bahwa paparan kadar kortisol yang tinggi dalam ASI dapat membentuk temperamen bayi pada manusia, dan bahwa ibu memiliki kemampuan untuk menyesuaikan temperamen bayi mereka melalui transmisi komponen aktif biologis dalam ASI.
3. Mengurangi risiko depresi pascapersalinan
Depresi pascapersalinan menyerang sekitar 13 persen ibu di negara-negara barat dalam 3 bulan pertama setelah melahirkan. Sebenarnya, depresi pascapersalinan tidak boleh disamakan dengan gangguan suasana hati pascapersalinan yang relatif singkat seperti 'postpartum blues', yang memengaruhi antara 50 persen dan 80 persen ibu di negara-negara barat atau gangguan serius tetapi langka berupa psikosis pascapersalinan.
Depresi pascapersalinan ditandai dengan perasaan putus asa, kehilangan harapan, keterasingan, kecemasan, dan rasa bersalah. Depresi pascapersalinan dapat menyebabkan dampak negatif jangka panjang pada anak terkait perkembangan kognitif, emosional, dan perilaku.
Mengingat manfaat menyusui terhadap pengaturan stres dan kepekaan ibu, hubungan antara laktasi dan depresi pascapersalinan telah diteliti.
Ada beberapa alasan kuat untuk mengharapkan pemberian ASI dapat melindungi dari depresi pascapersalinan. Pemberian ASI memicu pelepasan oksitosin, dan kadar oksitosin yang lebih tinggi ditemukan pada ibu yang tidak mengalami depresi dibandingkan pada ibu yang mengalami depresi.
4. Mengatasi stres
Menyusui bisa menjadi momen pada ibu untuk rileksasi atau meditasi. Sebuah studi dari University of North Carolina menunjukkan bahwa menyusui menurunkan kadar kortisol, hormon yang terkait dengan stres, sehingga membantu ibu merasa lebih tenang.
5. Mengurangi kecemasan
Menyusui dapat memberikan efek menenangkan secara psikologis. Sebuah penelitian mengungkapkan, ibu menyusui memiliki tingkat kecemasan yang lebih rendah ketimbang ibu yang tidak menyusui.
6. Membangun kepercayaan diri ibu
Ibu yang berhasil menyusui melaporkan kepercayaan dirinya meningkat dalam mengasuh anak-anaknya.
7. Mendukung perkembangan otak bayi
Menyusui dapat memberikan rangsangan psikologis yang penting untuk perkembangan otak bayi. Ketika menyusui, kontak mata, suara ibu, dan sentuhan selama menyusui dapat merangsang perkembangan kognitif bayi.
8. Bayi merasa aman dan tenang
Sentuhan kulit ke kulit yang terjadi selama proses menyusui membuat bayi lebih cenderung merasa aman.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(pri/pri)