TEMPO.CO, Jakarta - Hari Santri Nasional diperingati tiap tahun pada 22 Oktober 2024. Kementerian Agama mengadakan Apel Hari Santri 2024 di Tugu Proklamasi, Jakarta, Selasa, 22 Oktober 2024.
"Santri bisa menjadi apa saja. Santri bisa menjadi presiden, dan kita punya presiden yang berlatar belakang santri yaitu Kiai Haji Abdurrahman Wahid yang kita kenal Gus Dur. Santri juga bisa menjadi wakil presiden, dan kita punya wakil presiden yang berlatar belakang santri, yaitu Kiai Haji Ma'ruf Amin," kata Menteri Agama Nasaruddin Umar, dikutip Antara.
Nasaruddin juga mengatakan selain presiden dan wakil presiden, santri juga bisa menjadi banyak hal termasuk menteri, pengusaha, diplomat, birokrat dan lainnya. Inilah yang menjadi kelebihan para santri dibanding yang lainnya.
Hari Santri 2024 ini mengusung tema Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan. Tema ini, kata Nasarudin, mengingatkan semua terhadap salah satu bait dalam kitab Alfiyah Ibnu Malik yang menjelaskan bahwa santri mempunyai tugas untuk melanjutkan perjuangan, ketika sang kiai wafat.
"Santri masa kini memiliki tugas untuk meneruskan perjuangan para pendahulu yang telah berjuang tanpa kenal lelah demi kemerdekaan dan keutuhan bangsa," kata Nasarudin. "Jika para pendahulu berjuang melawan penjajah dengan angkat senjata, maka santri saat ini berjuang melawan kebodohan dan kemunduran dengan angkat pena," kata Menag Nasaruddin.
Asal-usul Hari Santri
Hari Santri mulai diperingati pada 2015 seiring dengan terbitnya Keputusan Presiden atau Keppres Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 15 Oktober 2015.
Iklan
Sejak terbitnya Keppres tersebut, tiap tahun pada 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Santri dengan sejumlah pertimbangan, di antaranya ulama dan santri pondok pesantren memiliki peran besar dalam perjuangan merebut kemerdekaan.
Para pemuda Indonesia memanfaatkan momentum vacum of power dengan mendesak Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Beredar kabar sekutu yang diboncengi NICA (Belanda) mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945.
Rencana pendaratan itu mendapat respons dari para ulama, termasuk Hasyim Asy'ari yang sempat mengeluarkan Fatwa Jihad (khusus umat Islam) pada 17 September 1945 dan 9 November 1945, sehari menjelang Pertempuran 10 November.
Pada 22 Oktober 1945, Hasyim Asyari, Ketua Nahdlatul Ulama saat itu mengeluarkan Resolusi Jihad untuk memerangi sekutu. Dari riwayat tersebut asal-usul Hari Santri berasal.
ANTARA
Pilihan Editor: Hari Santri Nasional, Cak Imin Singgung Beda Santri Sekarang dan Zaman Dulu