TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Ciracas Agung Riyano Riyadita menjelaskan skema sederhana dalam tata kelola limbah makanan atau food waste yang dihasilkan program makan bergizi gratis (MBG). Proses tersebut diawali dengan mengumpulkan sisa makanan yang tidak habis dari tray atau nampan makanan yang dikembalikan oleh para penerima manfaat.
Terhitung per hari ini, sudah hampir satu pekan program tersebut diterapkan. Pemerintah menetapkan 190 titik dapur yang tersebar di 26 provinsi sebagai distributor makan bergizi gratis kepada para penerima manfaat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agung mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam proses pendataan limbah yang dievaluasi secara berkala setiap harinya. Hasil evaluasi harian tersebut menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan menu yang akan disajikan di waktu mendatang.
“Untuk evaluasi setiap hari, sisa dari makanan itu kami kumpulkan dan kami evaluasi setiap harinya, apakah menu ini akan kami berikan lagi pada saatnya nanti dan proses pendataan dari sampah ini pun kita juga sudah berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup,” kata Agung usai agenda distribusi MBG bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan balita di Ciracas, Jakarta Timur pada Jumat, 10 Januari 2025.
Selanjutnya, sisa-sisa makanan yang tidak habis disantap penerima manfaat akan dikelompokkan dan dipisahkan dengan sampah yang berasal dari dapur. Setelah itu, sampah-sampah makanan yang telah dikelompokkan akan ditimbang di dapur SPPG masing-masing daerah dan diserahkan kepada dinas lingkungan hidup setempat.
“Jadi bahan makanan yang sampah, misalkan kayak ujung wortel, kemudian bongkol-bongkolnya, itu dipisahkan dengan sisa makanan yang sudah selesai dikonsumsi oleh balita, anak sekolah, ibu menyusui, ibu hamil. Jadi itu ada perbedaan. Nanti itu ditimbang, kemudian kita laporkan ke instansi terkait, dan itu akan diangkut oleh mereka,” kata Agung.
Tenaga ahli utama Kantor Komunikasi Kepresidenan Prita Laura menegaskan untuk saat ini, Standard Operating Procedure (SOP) yang ditetapkan KLHK masih terus disosialisasikan kepada dinas-dinas tersebut demi menciptakan mata rantai yang memadai. “Karena bagaimanapun juga dinas lingkungan hidup di berbagai daerah punya peran sangat penting untuk kemudian mengambil dan mengolah hal tersebut,” ujar dia.
Sebelumnya, Tim Pokja Sistem dan Tata Kelola Badan Gizi Nasional Niken Gandini mengatakan program yang digagas sebagai program unggulan presiden Prabowo Subianto tersebut berpotensi menghasilkan food waste atau limbah sisa makanan dari siswa di sekolah. Dia menyebut potensi itu terjadi ketika anak tak terbiasa makan sayur, sehingga akan menyisakan limbah makanan.
“Yang lebih banyak itu memang food waste. Di sekolah tidak terbiasa makan sayuran sehingga ada waste-nya,” kata Niken dalam diskusi di Forum Ekonomi Politik yang digelar Indef School of Political Economy secara daring pada Kamis, 17 Oktober 2024.
Niken mengatakan dalam mengatasi masalah ini, Badan Gizi Nasional selama ini mengambil sendiri limbah makanan itu. Meski demikian, pihaknya menyatakan pemerintah juga akan melibatkan sekolah dalam persoalan ini.
Adil Al Hasan berkontribusi dalam penulisan artikel ini.