Cerita Korban Pelecehan Seksual Dokter Obgyn di Garut

11 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Pada 10 Juni 2024, AM, seorang perempuan muda yang tengah mengandung anak pertamanya, melangkah masuk ke sebuah klinik di Garut, Jawa Barat. Kehamilannya saat itu menginjak usia 12 minggu. Hari itu, ia telah membuat janji untuk melakukan pemeriksaan kandungan dengan ultrasonografi (USG) dengan dokter spesial kandungan, Muhammad Syafril Firdaus, dokter yang belakangan menjadi tersangka kasus pelecehan seksual.

AM datang ke klinik itu atas rekomendasi temannya. Menurut temannya, dokter itu teliti dan informatif. AM pun datang ke klinik bersama suaminya, sebagaimana biasa setiap kali ia melakukan pemeriksaan kehamilan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, peristiwa buruk yang meninggalkan trauma bagi AM terjadi. "Aku kesal, sakit hati kalau ingat kejadian ini. Aku tidak menyangka pasien yang awam malah diperlakukan seperti ini oleh dokter obgyn," ujar AM kepada Tempo, Rabu, 16 April 2025.

Ia mengaku saat melakukan pemeriksaan, ia mengeluhkan rasa sakit di payudara kiri setiap bangun tidur kepada dokter tersebut. Namun di luar dugaan, setelah melakukan USG seperti biasa, sang dokter menawarkan untuk memeriksanya. "Awalnya aku ragu, tapi karena aku enggak mengerti, ya aku ikutin aja," katanya.

Apa yang terjadi kemudian, menurut AM, sangat jauh dari praktik medis yang layak. Setelah memeriksa dengan alat USG, dokter tersebut meremas bagian dadanya. “Awalnya yang aku keluhkan yang kiri, tapi kelamaan yang kanan juga mesti diperiksa katanya," ujarnya.

Tindakan itu dilakukan cukup lama hingga AM merasa risih. Meski sudah merasa risih, AM mengatakan ia masih belum menaruh curiga pada tindakan dokter tersebut.

Hal yang membuat AM makin terpukul, aksi tak senonoh itu terjadi saat ia didampingi oleh suami. “Suami mungkin enggak ngeh karena disuruh fokus ke layar USG,” kata dia.

Bahkan, seorang asisten bidan sempat beberapa kali melihat tindakan tersebut, namun tidak bisa berbuat banyak. AM menduga sang dokter sengaja menyuruh asisten keluar masuk ruangan dengan alasan mengisi catatan kehamilan agar bisa beraksi tanpa saksi.

“Bisa dicek CCTV kalau masih ada. USG-nya hampir 45 menit. Itu bukan USG fetomaternal, cuma USG biasa," kata AM.

Setelah pemeriksaan berakhir, dokter tersebut meminta foto bersama AM. Dokter tersebut juga meminta nomor WhatsApp AM dengan alasan ingin mengirimkan hasil fotonya. AM mengira itu wajar. Namun, pesan-pesan pribadi yang dikirimkan setelahnya membuatnya makin yakin bahwa ada yang tidak beres.

Pesan itu mulai dari nasihat “Jangan begadang” hingga candaan yang menurut AM melewati batas: “Kok belum tidur?”, “Masa harus ditiduri?” dan “Tadi kamu kenapa kayak menghayati banget begitu pas aku periksa?”

“Mulai dari situ aku semakin yakin dan kecurigaan aku sejak diperiksa oleh dokter itu semakin kuat. Aku mulai merasa dokter ini memang enggak benar,” kata AM.

Tak berhenti di situ, ia masih mengirim pesan-pesan hingga sebulan setelah kejadian, termasuk ucapan ulang tahun kepada keluarga AM dan ajakan untuk kembali melakukan pemeriksaan. “Saya merasa risih banget. Akhirnya saya unfollow dia di Instagram, saya juga enggak pernah balas pesan-pesannya lagi," kata AM.

Saat ini, AM mengaku belum melapor ke polisi atau Komnas Perempuan. Ia masih mengikuti perkembangan kasus yang masih ramai di media sosial ini. Meski begitu, ia berharap pengakuannya bisa menjadi pengingat bahwa kekerasan seksual bisa terjadi bahkan dalam ruang yang dianggap paling aman sekalipun: ruang pemeriksaan dokter.

Kini, setiap kali mengingat peristiwa itu, AM mengaku masih merasa sedih, kesal dan sakit hati. Meski begitu, ia merasa belum membutuhkan pendampingan psikologis. Ia hanya berharap agar tidak ada korban-korban lain yang merasakan hal yang sama. “Aku juga berharap tidak ada lagi dokter-dokter yang berkelakuan seperti si MSF itu,” ujarnya.

Saat ini, Syafril telah menjadi tersangka dan ditahan polisi. Penangkapannya dilakukan berdasarkan laporan dari dua korban, namun bukan termasuk korban yang video CCTV yang sempat viral di media sosial. Perbuatan Syafril pertama terungkap dari video CCTV yang merekam aksinya saat melakukan pelecehan. Dalam video tersebut, tampak Syafril melakukan pemeriksaan USG sambil salah satu tangannya menyentuh bagian dada korban.

Kepolisian Resor Garut masih melakukan rangkaian pemeriksaan terhadap tersangka maupun sejumlah saksi dan korban dalam kasus tersebut. Polisi juga melakukan pemeriksaan kondisi kejiwaan tersangka sebagai bagian untuk kepentingan proses penyidikan yang saat ini masih terus dilakukan oleh kepolisian. "Ini bagian dari penyidikan polisi," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Garut Ajun Komisaris Joko Prihatin, Jumat, 18 April 2025 dikutip dari Antara.

Joko mengatakan tim penyidik Polres Garut saat ini terus melakukan pendalaman kasus kejahatan seksual yang dilakukan oleh dokter kandungan itu. Penyidik mensinyalir ada banyak korban dalam kasus kejahatan seksual dokter tersebut, namun para korbannya belum berani melaporkan ke polisi. Sebab, sejak kasus ini mencuat, di media sosial, banyak warganet yang berkomentar mengaku sebagai korban perbuatan dokter tersebut, tapi tidak melaporkannya ke polisi. "Kami mengimbau agar masyarakat yang merasa menjadi korban untuk melapor," kata dia.

Di sisi lain, Konsil Kedokteran Indonesia atau KKI sudah menonaktifkan sementara Surat Tanda Registrasi (STR) milik Syafril. KKI menunggu proses hukum berjalan untuk menentukan apakah pencabutan permanen akan dilakukan. “Kalau nanti statusnya sudah jelas, maka kita pun akan menaikkan status pencabutan STR-nya,” kata Ketua KKI Arianti Anaya.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online