Kisah William Sidis, Pria Jenius dengan IQ Lampaui Einstein yang Pilih Hidup Menyendiri

1 month ago 17

Kisah William Sidis, Pria Jenius dengan IQ Lebih Tinggi dari Einstein yang Pilih Hidup Menyendiri Kisah William Sidis, Pria Jenius dengan IQ Lampaui Einstein yang Pilih Hidup Menyendiri/Foto: Wikipedia

Jakarta, Insertlive -

Sebagian besar orang mungkin akan menyebut nama Albert Einstein saat ditanya siapa manusia tercerdas di dunia. Fisikawan penemu teori relativitas tersebut tercatat memiliki skor IQ 160 hingga 190.

Namun ternyata, ada sosok jenius lain dengan IQ lebih tinggi dari Einstein yang jarang didengar namanya. Dia adalah matematikawan asal Amerika Serikat bernama William James Sidis, yang diketahui memiliki IQ antara 250 hingga 300.

Kendati memiliki IQ yang sangat tinggi dan termasuk manusia dengan kecerdasan luar biasa, William Sidis diketahui lebih memilih menyembunyikan diri dan hidup menyendiri dalam pengasingan.


Mengutip dari All That Interesting, Senin (2/12), William Sidis adalah seorang pria yang lahir pada 1 April 1898 di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat.

William terlahir di keluarga yang cerdas, di mana kedua orang tuanya merupakan imigran dari Ukraina bernama Boris dan Sarah Sidis. Sang ayah merupakan seorang psikolog terkenal, sementara sang ibu merupakan seorang dokter.

William Sidis sudah akrab dengan buku dan peta yang dibelikan oleh orang tuanya sebagai bentuk pembelajaran sejak dini. Tanda-tanda kecerdasannya yang tinggi pun mulai terlihat, di mana William diketahui sudah bisa membaca surat kabar The New York Times di usia 18 bulan.

Sang matematikawan pun dapat berbicara dalam berbagai bahasa saat menginjak usia enam tahun, termasuk di antaranya adalah bahasa Inggris, Perancis, Jerman, Rusia, Turki, Ibrani, dan Armenia. William Sidis di usianya yang sangat muda juga pandai menulis puisi dan novel sehingga dipanggil sebagai si anak ajaib.

Kecerdasannya membuat ia diterima di perguruan tinggi bergengsi di Amerika Serikat, Harvard University pada usia Sembilan tahun, namun baru diizinkan untuk masuk kuliah saat sudah berusia 11 tahun.


William Sidis pun pernah memberikan kuliah pada anggota klub matematika Harvard saat menjadi mahasiswa di tahun 1910 tentang benda empat dimensi yang sangat rumit. Ia pun lulus dari Harvard pada usia 16 tahun di tahun 1914 dengan predikat cumlaude.

Usai lulus, William Sidis sempat bekerja di Rice Institut di Houston, Texas, namun hanya sebentar dan memilih keluar dikarenakan dirinya tidak betah. Ia pun pindah dari satu kota ke kota lainnya dan melakukan pekerjaan yang berbeda-beda.

Menurut NPR, William Sidis melakukan hal ini sembari menggunakan nama samara di setiap pekerjaan barunya. Hal ini dilakukan Sidis untuk bersembunyi dari kejaran publik karena predikat anak ajaib yang ada padanya.

Selama masa ini, Sidis menulis sejumlah buku termasuk sejarah Amerika Serikat seteval 1.200 halaman, serta buku tentang kereta trem. Buku-buku ini pun diketahui tidak pernah terbit secara luas, dan Sidis diketahui menggunakan delapan nama samaran.

Namun pada tahun 2011 lalu, salinan buku yang ditulisnya pada tahun 1925 berjudul The Animate and The Inanimate dijual di London, Inggris oleh seorang kolektor anonim dengan harga 5.000 poundsterling atau setara dengan Rp100 juta.

Meskipun memiliki kecerdasan yang luar biasa, William Sidis mengaku bahwa dirinya mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan orang-orang di sekitarnya. Lewat sebuah wawancara, ia mengaku tak suka keramaian.

"Saya ingin menjalani kehidupan yang sempurna. Satu-satunya cara untuk menjalani kehidupan yang sempurna adalah dengan menyendiri," ungkap Sidis dalam wawancara tersebut, usai lulus dari Harvard.

Penulis biografi William Sidis, Amy Wallace pun menyebutkan bahwa masa kuliah William Sidis bukanlah kenangan yang indah. Ia disebut menjadi bahan tertawaan, mengaku tak pernah mencium seorang gadis, bahkan diejek dan dikejar-kejar.

"Dia ingin menjauhi dunia akademis dan menjadi pekerja biasa," kata Amy Wallace.

William Sidis kemudian sempat menuai kontroversi saat ditangkap pada Pawai Sosialis May Day tahun 1919 di Boston. Ia dihukum 18 bulan penjara karena membuat kerusuhan dan menyerang petugas polisi, padahal tuduhan tersebut palsu.

Selesai berurusan dari hukum membuat Sidis makin bertekad hidup dalam pengasingan dan menjauhi keramaian. Ia pun mengambil pekerjaan kasar, dan sering berganti pekerjaan setiap kali bertemu dengan teman lamanya.

"Melihat rumus matematika membuat saya sakit secara fisik, yang ingin saya lakukan hanyalah menjalankan mesin penjumlahan, tetapi mereka tidak memperbolehkannya," ungkap Sidis.

William Sidis berhasil hidup jauh dari pusat perhatian hingga tahun 1937, saat majalah New Yorker mengirimkan seorang reporter wanita untuk berteman dengannya serta mengumpulkan informasi soal kisah hidupnya.

Amy Wallace mengungkapkan bahwa Sidis menganggap isi artikel itu memalukan dan membuatnya terlihat gila. Matematikawan itu pun memutuskan keluar dari persembunyian dan menggugat New Yorker.

Sidis berargumen bahwa majalah tersebut telah memfitnahnya, dan ia pun memenangkan tuntutan tersebut. Tak lama setelahnya, William Sidis meninggal dunia pada tahun 1944 di usia 46 tahun karena pendarahan otak.

Itulah kisah hidup William Sidis, matematikawan jenius dengan IQ lebih tinggi dibanding Einstein yang memilih hidup terasing. Memiliki kecerdasan tinggi tidak menjamin seseorang bahagia memilikinya, bahkan membuat Sidis memilih hidup dalam pengasingan dari keramaian.

(Arundati Swastika/agn)

Tonton juga video berikut:

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online