Jakarta -
Kehamilan memang membawa banyak kebahagiaan ya Bunda, tapi juga bisa bikin khawatir, terutama kalau tiba-tiba mengalami pendarahan. Bunda mana yang enggak bakal panik?
Tahukah Bunda bahwa salah satu penyebab pendarahan tersebut adalah subkronik hematoma. Meskipun namanya terdengar asing, kondisi ini cukup umum terjadi dan perlu dipahami lebih lanjut oleh para calon ibu.
Yuk, kita bahas Bunda!
Apa itu subkronik hematoma?
Subkronik hematoma adalah kondisi ketika ada kumpulan darah di antara lapisan plasenta dan dinding rahim. Dikutip dari Cleveland, hematoma subkorionik (juga disebut pendarahan subkorionik atau perdarahan subkorionik) terjadi ketika darah terbentuk di antara dinding rahim dan membran korionik selama kehamilan.
Membran korionik adalah lapisan terluar yang memisahkan kantung ketuban bayi dari dinding rahim. Kondisi ini dapat dikaitkan dengan perdarahan vagina selama kehamilan.
Hematoma subkorionik dapat mengecil dan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan. Biasanya, kondisi ini terdeteksi saat USG dan bisa jadi penyebab pendarahan ringan hingga sedang saat hamil, terutama di trimester pertama.
Hematoma subkorionik paling umum terjadi pada orang yang hamil antara 10 hingga 20 minggu. Kondisi ini mencakup sekitar 10 persen dari semua perdarahan vagina. Sebagian besar hematoma tidak perlu dikhawatirkan karena ukurannya kecil atau menyebabkan perdarahan ringan.
Gejala yang perlu diwaspadai
Gejala hematoma subkorionik yang paling umum adalah pendarahan vagina pada trimester pertama kehamilan Bunda. Pendarahan dapat berkisar dari berat disertai gumpalan hingga bercak ringan. Pendarahan dapat disertai kram panggul, tetapi biasanya tidak demikian. Banyak orang tidak mengalami pendarahan sama sekali, dan hematoma ditemukan selama USG rutin.
Bunda mungkin mengalami gejala berikut kalau punya subkronik hematoma:
- Pendarahan dari vagina, bisa berupa bercak atau lebih banyak.
- Pendarahan dapat berkisar dari berat disertai gumpalan hingga bercak ringan.
- Kram ringan hingga sedang di area perut
- Nyeri punggung bagian bawah
Tapi tenang Bunda, tidak semua pendarahan saat hamil berbahaya. Sebagian besar hematoma subkorionik sembuh dengan sendirinya tanpa intervensi dan tidak menyebabkan komplikasi pada kehamilan.
Namun biasanya ya Bunda, dokter akan mengevaluasi hematoma Bunda dan menentukan apakah pengobatan diperlukan berdasarkan beberapa faktor, termasuk ukuran hematoma dan seberapa jauh usia kehamilan Bunda.
Penyebab hematoma subkorionik
Hematoma subkorionik terjadi ketika membran korion terlepas dari dinding rahim. Membran korion adalah lapisan terluar kantung ketuban. Kantung ketuban adalah tempat bayi Bunda berkembang di dalam rahim. Pelepasan dari dinding rahim ini bisa kecil atau besar. Kondisi tertentu dapat membuat Bunda berisiko lebih tinggi mengalami hematoma subkorionik.
Sementara itu, Subkronik hematoma bisa kecil dan sembuh sendiri seiring waktu, tetapi dalam beberapa kasus yang lebih besar, ada risiko komplikasi seperti:
- Keguguran
- Solusio plasenta (plasenta lepas sebelum waktunya)
- Persalinan prematur
Sebuah studi yang dipublikasikan National Library of Medicine menemukan bahwa hematoma subkorionik berukuran besar dapat meningkatkan risiko komplikasi seperti perdarahan vagina pada trimester pertama, keguguran dini, pertumbuhan janin terhambat (IUGR), solusio plasenta, dan persalinan prematur.
Bahkan menurut studi dari Association of First-Trimester Subchorionic Hematoma With Pregnancy Loss menyebut ibu dengan hematoma pada trimester pertama memiliki risiko keguguran 19,6 persen dibandingkan 8,9 persen pada ibu tanpa hematoma.
Selain itu, studi yang dipublikasikan oleh American Journal of Obstetrics and Gynecology menunjukkan bahwa subkronik hematoma ditemukan pada sekitar 1-3 persen kehamilan dan lebih sering terjadi di trimester pertama. Risiko keguguran meningkat jika hematoma lebih besar dari 50 persen volume kantong kehamilan.
Namun, penting untuk dicatat bahwa tidak semua penelitian menemukan hubungan yang signifikan antara hematoma subkorionik dan komplikasi kehamilan. Beberapa studi menunjukkan bahwa ukuran dan lokasi hematoma, serta usia kehamilan saat diagnosis, dapat mempengaruhi risiko komplikasi.
Menurut studi yang dipublikasikan oleh International Journal of Women’s Health, perawatan yang direkomendasikan meliputi istirahat, pembatasan aktivitas, dan pemantauan rutin.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(pri/pri)