loading...
Selamat Ginting Pengamat Politik dan Pertahanan Keamanan Negara dari Universitas Nasional (UNAS). Foto/SIndoNews
Selamat Ginting
Pengamat Politik dan Pertahanan Keamanan Negara dari Universitas Nasional (UNAS)
DISAMPAIKAN pada Kajian Publik Membahas Ketahanan Nasional Indonesia Dihadapkan pada Kontinjensi Konflik Global dan Regional. Penyelenggara Kantor Kemenko Polkam dan UNHAN. Jakarta, Rabu, 8 Oktober 2025.
Pendahuluan
Di tengah dinamika konflik global dan regional yang semakin kompleks, Indonesia menghadapi tantangan yang tidak lagi terbatas pada ancaman militer konvensional. Bentuk-bentuk baru ancaman seperti disinformasi, perang siber, ketegangan ideologi, sabotase ekonomi, hingga krisis energi dan pangan, kini hadir sebagai bagian dari strategi ancaman non-militer dan hibrida.
Ancaman-ancaman ini tidak kasat mata, tidak selalu disertai dentuman senjata, namun dampaknya bisa sangat merusak fondasi negara. Maka dari itu, strategi pertahanan nasional tidak boleh lagi bersifat sektoral dan reaktif. Indonesia perlu mengembangkan pendekatan lintas sektor yang adaptif, kolaboratif, dan komprehensif.
Dimensi Ancaman yang Meluas dan Tidak Konvensional
Ancaman non-militer dan hibrida bersifat multidimensi karena mencakup spektrum luas: politik, ekonomi, sosial, budaya, ideologi, energi, pangan, kesehatan, dan siber. Dalam konflik global modern, aktor negara dan non-negara tidak lagi hanya mengandalkan kekuatan militer. Mereka memanfaatkan ketergantungan digital, ketimpangan ekonomi, perpecahan sosial, dan ketahanan pangan sebagai alat tekanan.
Sebagai contoh, intervensi politik melalui media sosial dapat menggoyang legitimasi pemerintah, sementara serangan siber dapat melumpuhkan layanan publik dan mencuri data strategis. Sementara itu, gangguan pasokan energi atau krisis pangan dapat menjadi alat tekanan yang sangat efektif dalam menciptakan ketidakstabilan dalam negeri.
Kerentanan Domestik sebagai Celah Ancaman
Indonesia memiliki sejumlah kerentanan struktural yang berpotensi memperbesar dampak dari ancaman tersebut:
Politik: Polarisasi elite dan masyarakat membuat ruang publik mudah dimasuki narasi disinformasi dan intervensi asing.
Ekonomi: Ketergantungan pada impor dan lemahnya kemandirian energi/pangan membuat Indonesia rawan terhadap guncangan eksternal.
Sosial: Ketimpangan, radikalisme, dan isu SARA mudah dieksploitasi untuk menciptakan konflik horizontal.