Siapa Wali Nikah Wanita Mualaf? Ini Kata Ulama (Foto: Sitti Harlina/detikcom)
Jakarta, Insertlive -
Dalam Islam, salah satu rukun pernikahan yang harus dipenuhi adalah wali nikah. Wali nikah merupakan wali sah dari pengantin wanita.
Wali nikah bertanggung jawab memberikan persetujuan pada sebuah pernikahan. Biasanya, pihak yang bertugas menjadi wali nikah adalah ayah dari mempelai wanita.
Jika sang ayah tidak bisa menjadi wali nikah karena alasan tertentu, tugasnya bisa digantikan oleh paman, kakek, atau saudara kandung.
Seorang wali nikah juga harus memenuhi berbagai syarat, di antaranya laki-laki, beragama Islam, baligh, berakal, dan bersikap adil (tidak fasik).
Wali Nikah untuk Wanita Mualaf
Mengutip NU Online, ayah dari wanita mualaf yang menikah tidak dapat menjadi wali nikah. Sebab, ia tidak memenuhi syarat beragama Islam. Syekh Taqiyuddin Al-Hishni menjelaskan:
لَا يجوز أَن يكون ولي الْمسلمَة كَافِرًا. قَالَ الله تَعَالَى: وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ. فالكافر لَيْسَ بناصر لَهَا لاخْتِلَاف الدّين فَلَا يكون وليا
Artinya: Tidak boleh seorang non-Muslim menjadi wali bagi wanita Muslimah. Allah Ta'ala berfirman: "Orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong (wali) bagi sebagian yang lain (At-Taubah: 71).
Jika ayah dari wanita mualaf adalah non-Muslim, perwalian beralih pada kakeknya. Namun, jika kakeknya juga non-Muslim, maka perwalian berpindah pada wali jauh yang masih berkerabat.
Urutannya: 1) saudara laki-laki kandung, 2) saudara laki-laki seayah, 3) keponakan laki-laki dari saudara laki-laki sekandung, 4) keponakan laki-laki dari saudara laki-laki seayah, 5) paman dari pihak ayah, dan 6) anak laki-lakinya paman. Dengan syarat, semuanya beragama Islam.
Jika seorang wanita mualaf tidak mempunyai saudara Muslim sama sekali, ia bisa menikah dengan wali nikah seorang wali hakim.
Wali hakim adalah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agama dengan hak dan kewajiban untuk menjadi wali nikah calon mempelai wanita mualaf.
Sebagaimana yang dijelaskan Syekh Jalaluddin Al-Mahalli, dikutip dari NU Online.
وَلَا يَلِي الْكَافِرُ الْمُسْلِمَةَ وَلَا الْمُسْلِمُ الْكَافِرَةَ بَلْ يَلِي الْأَبْعَدُ. المُسْلِمُ فِي الْأُولَى وَالْكَافِرُ فِي الثَّانِيَةِ فَإِنْ فُقِدَ فَالْحَاكِمُ يُزَوِّجُ بِالْوِلَايَةِ الْعَامَّةِ
Artinya: Seorang non-Muslim tidak dapat menjadi wali bagi wanita Muslimah, begitu pula sebaliknya, seorang Muslim tidak dapat menjadi wali bagi wanita non-Muslim, melainkan dalam kasus pertama (wanita Muslimah), yang bertindak menjadi wali adalah wali ab'ad (wali dalam garis kerabat selain ayah dan kakek) yang Muslim, dan dalam kasus kedua (wanita non-Muslim), wali non-Muslim yang bertindak sebagai walinya. Jika tidak ditemukan, maka hakim akan menikahkannya dengan otoritas perwalian umum yang dimilikinya.
(KHS/and)
Tonton juga video berikut:
ARTIKEL TERKAIT
Loading LoadingBACA JUGA
detikNetwork