Anak-anak itu sangat intuitif dan cerdas, Bunda. Namun, seiring bertambahnya usia, mereka belajar mengukur perilaku orang tuanya. Mereka mungkin secara sengaja atau tidak sengaja menirukan perilaku orang tuanya untuk keuntungan mereka. Ini lah yang disebut manipulatif.
Ketika anak menjadi manipulatif, mereka sering kali memanfaatkan situasi atau orang untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Baik itu makanan, mainan favorit, atau perhatian dan pujian dari orang tua, pengasuh, saudara kandung, dan teman.
Dikutip dari Mom Junction, terkadang, manipulasi dapat dilakukan secara verbal, seperti ketika anak-anak dengan sengaja menuduh orang tua tidak cukup peduli dan penuh kasih sayang. Namun, di lain waktu, anak yang manipulatif dapat menggunakan taktik lain seperti membuat orang tua merasa bersalah atau melakukan sesuatu agar orang tuanya merasa berkewajiban.
Membentuk anak dengan memproyeksikan diri sendiri sebagai model untuk diikuti adalah strategi yang umum dan efektif. Untuk itu, ada beberapa kesalahan yang perlu orang tua hindari karena bisa sebabkan anak menjadi manipulatif.
Kesalahan orang tua bentuk anak manipulatif
Apa saja kesalahannya? Simak penjelasannya berikut ini!
1. Ketidakkonsistenan
Salah satu 'musuh' orang tua dalam mendidik anak adalah ketidakkonsistenan. Hari ini tidak boleh A, tetapi besoknya diperbolehkan. Atau bisa juga sudah menjanjikan anak, tapi tak kunjung dilaksanakan atau bahkan seolah tak pernah menjanjikan.
Mengutip laman Telegrafi, ketidakkonsistenan adalah cara terbaik untuk menghancurkan stabilitas dan kemampuan anak untuk memahami apa yang penting. Ia dengan cepat belajar bahwa ketidakkonsistenan dalam perasaan, kata-kata, dan janji adalah cara hidup yang sepenuhnya normal.
2. Dingin dan kasar secara emosional
Sejatinya anak-anak membutuhkan disiplin. Tapi jangan bersikap dingin dan kasar secara emosional dalam mendisiplinkan mereka. Semakin keras terhadap anak-anak, semakin anak-anak menjadi takut. Akibatnya? Mereka sendiri kemudian menjadi manipulator yang dingin, kasar, dan kejam yang hanya memikirkan diri mereka sendiri.
3. Orang tua sendiri yang suka memanipulasi
"Nanti kamu Bunda suruh tinggal di rumah nenek ya kalau enggak nurut!" "Nanti Bunda tinggal ya kalau kelamaan mainnya!" Terdengar familiar?
Semakin anak takut Bunda akan meninggalkannya, semakin kecil keinginannya untuk menjalin ikatan yang erat di masa mendatang. Ia tidak akan memercayai siapa pun, dan tidak akan benar-benar mencintai siapa pun. Ini akan menjadi cikal bakal anak kelak menjadi manipulatif, Bunda.
4. Selalu tanggapi anak saat berulah dan bereaksi
Dilansir Medicine Ne, bereaksi dapat selalu mengakibatkan konflik yang tidak pernah berakhir. Oleh karena itu, tanggapi permintaan anak dengan bijak. Misalnya, Bunda dapat menanggapi permintaan anak dengan mengatakan, "Bunda tahu kamu merasa bersalah karena tidak memilikinya, tetapi percayalah, kita akan menyelesaikannya bersama."
5. Diperas secara emosional
"Kamu enggak sayang sama Bunda ya?" Itu ternyata bentuk dari pemerasan emosional. Pemerasan emosional adalah ketika seseorang mencoba mencapai suatu tujuan dengan memanipulasi pihak lain secara emosional.
Pemerasan ini berpusat pada ancaman, “Jika kamu tidak melakukan ini untukku, sesuatu yang buruk akan terjadi.” Dikutip dari Medical News Today, menurut sebuah studi tahun 2022, kekerasan psikologis dapat menyebabkan lebih banyak kerugian daripada jenis kekerasan lainnya, Bunda.
Mendisiplinkan anak tidak harus dengan hukuman
Perjalanan mendidik anak pasti berliku, Bunda perlu menyadari hal tersebut. Namun, penting diingat juga bahwa mendidik setiap generasi itu berbeda. Memberikan hukuman apalagi fisik rasanya sudah tidak relevan untuk generasi anak saat ini.
Mengapa hukuman lebih berbahaya bagi anak? Dilansir CNBC, menurut Alan Kazdin, direktur Pusat Pengasuhan Anak Yale, meskipun hukuman mungkin membuat orang tua merasa lebih baik, hukuman tidak akan mengubah perilaku anak.
"Orang tua mungkin mulai dengan berpikir, tetapi mereka cenderung meningkat ke sesuatu yang sedikit lebih, seperti berteriak, menyentuh, menyeret anak mereka dengan kuat, bahkan jika mereka bermaksud baik," katanya dalam sebuah wawancara dengan The Atlantic.
Bahkan, menurut Kadzin, hukuman yang lembut dan menyenangkan seperti waktu istirahat atau berpikir itu tidak berhasil. Banyak peneliti setuju bahwa, alih-alih mengajarkan sesuatu yang bermanfaat, inilah yang dapat dilakukan hukuman kepada anak-anak:
Menimbulkan kebencian
Hukuman tampaknya hanya berhasil dalam jangka pendek. Namun, dalam jangka panjang, hukuman dapat membuat anak cenderung tidak mau bekerja sama karena mereka telah belajar untuk membenci orang tuanya. Dengan kata lain, hal itu mengikis hubungan dekat orang tua dengan anak.
Menyebabkan kerusakan psikologis
Banyak penelitian telah menemukan bahwa anak-anak yang dihukum secara fisik (misalnya, dipukul) oleh orang tua mereka cenderung menunjukkan niat yang bermusuhan dan berperilaku agresif dalam interaksi sosial.
Disiplin verbal yang keras (misalnya, berteriak) juga dapat berbahaya di kemudian hari, meningkatkan risiko perilaku buruk di sekolah, berbohong kepada orang tua, mencuri, dan berkelahi.
Mendorong perilaku yang mementingkan diri sendiri
Hukuman mengajarkan anak-anak untuk fokus pada konsekuensi yang mereka derita, daripada berfokus pada bagaimana perilaku mereka memengaruhi orang lain. Hal ini mencegah mereka mengembangkan keterampilan kecerdasan emosional yang penting, seperti empati dan kesadaran sosial.
Mendorong ketidakjujuran
Ketika anak-anak diberi insentif untuk menghindari hukuman di masa mendatang, mereka cenderung tidak jujur untuk menghindari masalah (misalnya, berbohong kepada orang tua mereka tentang hukuman). Faktanya, psikolog telah menemukan bahwa rasa takut terhadap hukuman dapat mengubah anak-anak menjadi pembohong yang lebih baik.
Mencegah mereka mengembangkan kompas moral batin mereka
Salah satu masalah terbesar dengan hukuman adalah tidak mengajarkan anak untuk melakukan hal yang benar. Misalnya, seorang anak mungkin mencoba meniru perilaku "mendominasi" dan menggunakan kekuasaannya terhadap orang yang lebih rentan. Akibatnya, mereka tidak belajar untuk memikirkan kebutuhan mereka sendiri, kebutuhan orang lain, atau bagaimana kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan keadilan dan rasa hormat.
Demikian ulasan mengenai perilaku orang tua yang tanpa disadari dapat membentuk sikap manipulatif pada anak. Hindari untuk menghukum berlebihan hingga bersikap tidak konsisten ya.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(rap/rap)