TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengecam pernyataan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang dinilai cenderung menjustifikasi serangan prajurit TNI terhadap warga Desa Selamat, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, yang terjadi pada 8 November 2024. Serangan tersebut menyebabkan satu warga tewas.
Usman mengatakan pernyataan Agus cenderung mencari kambing hitam. Padahal, kata Usman, tindakan anggota TNI jelas salah. Ia mengatakan TNI seharusnya melindungi rakyat, bukan terlibat penyerangan terhadap warga sipil, apalagi yang berujung pembunuhan di luar hukum.
“Kalau ada yang diduga melanggar hukum, sampaikan pada kepolisian. Bukan dengan cara main hakim sendiri. Bukan dengan mencari alasan-alasan pembenaran atas tindakan yang jelas salah,” kata Usman kepada Tempo, Senin, 11 November 2024.
Ambesty mendesak Markas Besar TNI untuk segera mengungkap secara tuntas dan menindak tegas semua pihak yang terlibat, baik yang bertugas di lapangan maupun di tingkat komando. Usman mengatakan Panglima Komando Daerah Militer I/Bukit Barisan dan jajarannya juga harus turut bertanggung jawab atas terjadinya kekerasan tersebut.
“Tanpa tindakan tegas, dikhawatirkan kekerasan semacam ini akan terus berulang dan impunitas terhadap aparat akan semakin melemahkan kepercayaan publik pada institusi negara,” ujarnya.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengatakan serangan 8 November itu bermula saat puluhan prajurit TNI AD menegur dan menertibkan sejumlah anak muda dari kelompok geng motor.
"Jadi memang diawali oleh, ya, anak-anak muda kebut-kebutan pakai motor, ditegur sama anggota," kata Agus ditemui di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur pada Senin, 11 November 2024.
Agus mengatakan anggotanya menegur karena aktivitas geng motor telah meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban jalan. Menurutnya, aktivitas geng motor di jalan mengganggu ketertiban masyarakat, sehingga perlu ditertibkan. Namun, ujarnya, sejumlah warga tidak terima dengan teguran dari prajurit TNI AD.
"Terjadi adu mulut, perkelahian, kemudian maka terjadilah perkelahian massal," ucapnya.
Novali Panji Nugroho berkontribusi terhadap penulisan artikel ini.