Jakarta -
Pada Bulan Ramadhan, ibu hamil mungkin ingin tetap berpuasa. Ada berbagai pendapat tentang hukum puasa bagi ibu hamil. Bagaimana hukum puasa bagi ibu hamil? Begini pandangan menurut Islam.
Puasa di Ramadhan memang menjadi kewajiban seluruh umat Muslim Namun, pada ibu hamil diberikan kelonggaran. Umumnya ibu hamil Ibu bayar fidyah atau ganti puasa.
Hukum puasa untuk ibu hamil
Hukum puasa untuk ibu hamil dalam ajaran Islam pada dasarnya tidak diwajibkan. Dalam buku Majelis Ramadhan karya Muhammad Shalih Al-Utsaimin, disebutkan terdapat suatu hadits riwayat Anas bin Malik al-Ka'bi r.a., ia berkata Rasulullah SAW bersabda:
إنَّ اللهَ وَضَعَ عَنِ المُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلَاةِ وَالصَّومَ عَنِ المُسافِرِ وَعَنِ المُرضِعِ وَعَنِ الْحُبلى
"Sesungguhnya Allah telah menggugurkan separuh sholat bagi musafir serta mencabut kewajiban puasa bagi musafir, ibu menyusui, dan ibu hamil." (HR Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibnu Majah).
Bagaimana hukum perempuan hamil yang tidak berpuasa? Ustazah Dra. Siti Aisyah, M.Ag, mengatakan bahwa ibu hamil diperbolehkan untuk berpuasa, namun mendapatkan keringanan bila memutuskan untuk tidak puasa.
"Namun, Allah SWT memberikan keringanan pada Bunda hamil, bahwa tidak semua bisa ditunaikan di bulan Ramadhan, tapi bisa diganti di bulan lain atau memberikan fidyah. Itulah keringanan Allah SWT," kata Ustazah dan anggota Majelis Tabligh PP 'Aisyiyah itu kepada HaiBunda, beberapa waktu lalu.
Ibu hamil boleh berpuasa wajib selama dirinya yakin sehat dan telah berkonsultasi dengan dokter terkait. Namun ibu hamil juga diperbolehkan tidak berpuasa jika mengkhawatirkan dirinya sendiri maupun janinnya. Nantinya dibayar dengan fidyah puasa ibu hamil
Mengutip dari buku Fikih Empat Madzhab Jilid 2 karya Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, ada penjelasan yang berbeda-beda dari tiap madzhab mengenai hukum puasa untuk hamil. Berikut ini penjelasannya:
1. Madzhab Maliki
Berdasarkan madzhab Maliki, ibu hamil atau menyusui, baik sebagai ibu kandung dari anak yang disusuinya atau bukan, jika merasa khawatir akan sakit jika berpuasa, baik karena mengkhawatirkan dirinya sendiri atau anak yang disusuinya maupun keduanya, maka ia diperbolehkan untuk tidak berpuasa.
Namun, ibu hamil dan menyusui yang tidak berpuasa tetap wajib mengqadha puasa tersebut. Khusus ibu yang menyusui, selain wajib mengqadha puasanya, ia juga diwajibkan untuk membayar fidyah.
Jika ibu hamil khawatir dengan berpuasa dapat memengaruhi keselamatan jiwanya atau akan terjadi musibah yang berat pada dirinya atau anaknya, maka ia tidak hanya diperbolehkan untuk tidak berpuasa, melainkan diwajibkan untuk tidak berpuasa.
2. Madzhab Hanafi
Berdasarkan madzhab Hanafi, ibu hamil atau menyusui khawatir jika berpuasa akan terjadi sesuatu yang buruk maka diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Kekhawatiran tersebut bisa atas dirinya sendiri, atas anaknya, atau atas keduanya.
Namun, menurut madzhab ini ibu hamil dan menyusui yang tidak berpuasa tidak diharuskan untuk membayar fidyah, melainkan hanya wajib mengqadha puasanya. Mengqadha puasa juga tidak perlu dilakukan secara berturut-turut.
3. Madzhab Hambali
Menurut madzhab Hambali, ibu hamil atau menyusui boleh tidak berpuasa jika khawatir hal buruk akan terjadi pada dirinya atau keduanya.
Ibu hamil dan menyusui wajib mengqadha puasa dan tidak perlu membayar fidyah. Jika kekhawatiran tersebut hanya terhadap anaknya, ia harus mengqadha puasanya sekaligus membayar fidyah.
Apabila seorang ibu mampu untuk membayar perempuan lain untuk menyusui anaknya, maka dapat memberikan anaknya kepada perempuan yang mau menyusui tersebut dengan membayarkan upahnya agar ia tidak perlu meninggalkan puasa.
4. Madzhab Syafi'i
Berdasarkan madzhab Syafi'i, ibu hamil atau menyusui yang khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan karena berpuasa, baik pada dirinya sendiri, anaknya, atau keduanya, wajib untuk tidak berpuasa.
Madzhab ini mewajibkan ibu hamil dan menyusui yang tidak berpuasa wajib mengqadha puasanya di waktu yang lain, tanpa membayar fidyah kecuali pada kondisi ketika kekhawatiran tersebut hanya atas diri anaknya.
Tanda-tanda ibu hamil dilarang berpuasa
Ibu hamil yang berpuasa, perlu memperhatikan tanda-tanda yang menunjukkan Bunda dilarang berpuasa, antara lain:
1. Pusing atau sakit kepala yang parah
Sakit kepala yang sangat intens dan tidak kunjung reda bisa menjadi indikasi untuk tidak berpuasa. Bunda perlu istirahat dan mendapatkan perhatian medis jika sakit kepala berlanjut.
2. Dehidrasi atau kurangnya cairan tubuh
Ibu hamil harus memperhatikan kadar cairan tubuh. Ibu hamil yang mengalami dehidrasi sebaiknya menghindari puasa. Tanda yang muncul seperti mulut kering, detak jantung yang meningkat, atau warna urine yang pekat atau sangat kuning.
3. Lemas dan tidak bertenaga
Badan terasa lemas yang berkepanjangan dan tidak kunjung membaik bisa menjadi pertanda tubuh Bunda perlu istirahat dan nutrisi tambahan. Jika seperti ini, ibu hamil sebaiknya menghindari berpuasa jika lemas berlebihan.
4. Berat badan turun
Ibu hamil yang mengalami penurunan berat badan yang signifikan bisa menandakan tubuh memerlukan lebih banyak nutrisi. Pada kondisi tersebut Bunda sebaiknya tidak berpuasa.
5. Mimisan
Ibu hamil yang mengalami mimisan parah atau pendarahan yang tidak berhenti setelah 30 menit segera hentikan puasa. Gejala lainnya saat mimisan termasuk pusing, kulit pucat, sulit bernapas, atau nyeri dada.
6. Gerak bayi berkurang
Ibu hamil yang berpuasa sebaiknya memperhatikan gerakan bayi dalam kandungan. Jika Bunda merasa gerakan bayi berkurang secara signifikan, bisa menjadi petanda sebaiknya Bunda tidak berpuasa untuk menjaga kesehatan anak.
7. Nyeri perut
Jika Bunda merasakan nyeri perut yang mirip kontraksi atau mengalami kontraksi secara teratur, ini bisa menjadi tanda bahwa berpuasa tidak disarankan. Sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter.
Alasan mengapa ibu hamil tidak dianjurkan berpuasa
Kesehatan ibu dan janin dapat terpengaruhi jika ibu hamil berpuasa. Ada beberapa alasan ibu hamil tidak dianjurkan berpuasa, antara lain:
- Meningkatnya risiko dehidrasi, terutama trimester pertama.
- Kebutuhan nutrisi dan cairan tidak terpenuhi.
- Berpotensi menyebabkan gangguan pertumbuhan janin.
Trimester kehamilan yang aman berpuasa
Puasa untuk ibu hamil trimester 1 mungkin cukup menantang bagi Bunda. Apalagi jika Bunda mual dan muntah. Lantas usia kehamilan berapa ibu hamil aman berpuasa? Puasa relatif lebih aman dilakukan pada trimester kedua (bulan 4-6).
Pada usia tersebut kondisi ibu dan janin dianggap sudah lebih stabil. Namun, untuk memastikannya ibu hamil harus berkonsultasi dengan dokter sebelum memutuskan berpuasa.
Syarat ibu hamil saat menjalankan ibadah puasa
Ada beberapa syarat ibu hamil yang ingin menjalankan ibadah puasa di Bulan Ramadhan.
- Pertama dan terutama, ibu harus sehat: Ibu hamil tidak memiliki riwayat penyakit seperti diabetes, anemia, atau hipertensi.
- Tidak ada komplikasi kehamilan: Seperti risiko keguguran atau kehamilan kembar.
- Tetap terhidrasi: Selama berpuasa, pastikan ibu hamil mencukupi kebutuhan airnya.
- Cobalah minum air putih minimal 8 gelas sehari di antara waktu berbuka dan sahur.
- Asupan nutrisi terpenuhi: Ketika sahur maupun berbuka, usahakan untuk menyiapkan hidangan yang tercukupi kebutuhan nutrisi harian.
- Ibu hamil sebaiknya menghindari aktivitas berat yang dapat menyebabkan kelelahan.
- Segera membatalkan puasa jika merasa lemas atau tidak sehat.
5 Dampak puasa bagi ibu hamil dan bayi
Ada risiko yang dapat ibu hamil alami jika berpuasa, seperti:
- Risiko dehidrasi.
- Berkurangnya asupan nutrisi untuk janin.
- Potensi gangguan pertumbuhan janin.
- Meningkatnya risiko kelahiran prematur.
- Ibu hamil rentan mengalami kelelahan dan pusing.
- Hipoglikemia (gula darah rendah).
5 Manfaat puasa bagi ibu hamil
Salah satu manfaat puasa bagi ibu hamil menurut Islam adalah dapat membuat Bunda lebih mendekatkan diri ke Allah SWT. Sedangkan dari sisi medis, puasa juga memberikan banyak manfaat untuk kesehatan.
1. Menstabilkan gula darah bagi bumil dengan diabetes gestasional
Diabetes gestasional adalah jenis diabetes yang berkembang pada kehamilan ketika kadar gula darah terlalu tinggi. Kondisi ini umumnya berkembang selama pertengahan kehamilan.
Bunda yang memiliki diabetes gestasional juga dapat memperoleh manfaat dari puasa. Beberapa ibu hamil dengan diabetes gestasional memiliki kadar gula darah yang stabil ketika berpuasa.
Namun, Bunda perlu kontrol dulu ke dokter sebelum menjalani puasa dengan kondisi hamil.
2. Meminimalkan gejala morning sickness
Morning sickness biasanya terjadi di awal kehamilan. Sejumlah ibu hamil yang morning sickness memang tidak disarankan berpuasa. Namun, ada juga ibu hamil yang kondisinya membaik dengan berpuasa.
Tapi, morning sickness dapat mereda bila Bunda benar-benar memenuhi asupan nutrisi di waktu sahur dan berbuka ya. Jangan lupa untuk memenuhi asupan cairan.
3. Belajar sabar
Manfaat lain berpuasa pada ibu hamil adalah belajar sabar. Perubahan hormon selama kehamilan bisa memicu mood swing atau perubahan suasana hati. Karena itu, ibu hamil cenderung lebih emosional dan mudah marah.
4. Menjaga kesehatan jantung
Meski penelitian masih terbatas, puasa saat hamil disebut bisa membantu mengurangi risiko terjadinya masalah jantung. Alasannya, puasa bisa memperbaiki metabolisme tubuh, termasuk menjaga kadar kolesterol tetap stabil dan mencegah tekanan darah tinggi.
5. Memperbaiki metabolisme tubuh
Dikutip dari Health24, salah satu manfaat puasa pada ibu hamil adalah memperbaiki metabolisme tubuh. Saat Bunda berpuasa, sel dalam tubuh akan membersihkan sisa-sisa kotoran dan memperbaiki sistem metabolisme yang rusak.
Tata cara qadha puasa bagi ibu hamil
Ibu hamil yang tidak berpuasa di Bulan Ramadhan dapat membayar fidyah atau mengganti puasa. Bagaimana untuk bayar fidyah ibu hamil selama 1 bulan?
Mengutip dari kitab Ihya Ulumiddin 2 karya Imam Al-Ghazali, tata cara qadha puasa pada ibu hamil sama halnya dengan qadha puasa pada umumnya. Yakni, Bunda mengqadha kewajiban puasa yang ditinggalkan.
Qadha puasa dilakukan di luar Bulan Ramadhan sebanyak jumlah hari yang ditinggalkannya. Dalam mengqadha puasa, seseorang tidak diharuskan mengganti puasa yang ditinggalkannya secara berturut-turut.
Ia diperbolehkan menyelang-nyelang hari asalkan bisa terbayar sebelum bulan Ramadhan tahun berikutnya.
Menurut beberapa madzhab, ibu hamil atau yang tengah menyusui bayinya tidak sanggup berpuasa karena khawatir terhadap kesehatan anaknya, mereka turut wajib untuk membayar fidyah.
Membayar fidyah dapat dilakukan dengan memberi satu mud (kurang lebih enam ons) beras kepada seorang fakir miskin sebanyak puasa yang ditinggalkannya. Waktu membayar fidyah dapat dilakukan pada saat Bulan Ramadhan maupun di luar Bulan Ramadhan.
Dengan demikian, hukum puasa untuk ibu hamil tidak diwajibkan dalam hukum Islam apabila terdapat kekhawatiran yang mendasarinya. Selain itu, ibu hamil yang meninggalkan puasa wajibnya tetap berkewajiban mengqadha puasa sebanyak hari yang ditinggalkannya.
Besaran fidyah ibu hamil yang tidak berpuasa
Ibu menyusui dan hamil dapat membayar fidyah menggunakan dua cara, yaitu dengan uang atau beras. Berikut penjelasan lengkap dan aturan membayar fidyah dengan metode pembayaran yang berbeda.
1. Nominal uang rupiah
Melansir dari laman Badan Amal Zakat (Baznaz), kewajiban membayar fidyah dengan uang ditetapkan sebesar Rp60.000 per orang. Cara membayarkan fidyah dengan uang yaitu menyesuaikan jumlah waktu puasa yang ditinggalkan.
Jika Bunda sedang hamil atau menyusui dan tidak berpuasa Ramadhan selama 30 hari, wajib mengganti fidyah uang yang telah ditentukan dikalikan dengan jumlah waktu berpuasa.
Perhitungannya adalah Rp60.000 x 30 hari = Rp1.800.000. Maka besaran fidyahnya yaitu Rp1.800.000.
2. Takaran beras
Ibu hamil dan menyusui juga dapat membayar fidyah dengan beras, yakni dengan memberikan sekitar setengah sha’.
Ukuran sha’ ini setara dengan hitungan sekitar 2,5 atau 3 kg. Jika satu sha’ 3 kg (untuk kehati-hatian) berarti ukuran fidyah yang harus dibayarkan ibu menyusui dan hamil yaitu sekitar 1,5 kg beras.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(pri/pri)