Menilik Aturan Pejabat Negara dalam Berkampanye

6 days ago 9

TEMPO.CO, Jakarta - Sebagai pejabat negara, Presiden Prabowo Subianto menjadi sorotan publik setelah mempromosikan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah nomor urut 2, Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen. Prabowo meminta warga Jawa Tengah untuk memilih paslon yang diusung Koalisi Indonesia Maju atau KIM tersebut.

“Saya mohon dengan sangat berilah suaramu kepada Jenderal Ahmad Luthfi dan Gus Taj Yasin Maimoen,” kata kepala negara dalam video yang diunggah akun @luthfiyasinofficial, dikutip Sabtu, 9 November 2024.

Membela cawe-cawe Prabowo itu, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menjelaskan ketentuan bahwa Presiden Prabowo Subianto diperbolehkan mengikuti kegiatan kampanye politik dalam hal ini terkait dengan pemilihan kepala daerah (pilkada) asal tidak menggunakan fasilitas negara saat pelaksanaannya.

Lantas bagaimana sebenarnya aturan pejabat negara dalam kampanye?

Aturan pejabat negara berkampanye diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Berdasarkan Pasal 299 Undang-Undang tersebut, sejumlah pejabat negara yang diperbolehkan melaksanakan kampanye meliputi:

- Presiden dan wakil presiden.

- Pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai politik (parpol).

- Pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota parpol, namun apabila yang bersangkutan sebagai capres atau cawapres dan anggota tim kampanye atau pelaksana kampanye yang telah didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

Meskipun diperbolehkan, UU Pemilu mewajibkan pejabat negara yang berkampanye untuk memperhatikan tugas dan kewajibannya.  “Selama melaksanakan kampanye, presiden dan wakil presiden, pejabat negara, dan pejabat daerah wajib memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah,” bunyi dari Pasal 300 UU Pemilu. 

Beleid tersebut juga mengatur pemberian cuti bagi menteri sebagai anggota tim dan/atau pelaksana kampanye. Jatah cuti diberikan satu hari kerja dalam setiap pekan selama masa kampanye. Pemberian cuti itu juga berlaku bagi gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, atau wali kota atau wakil wali kota.  Sedangkan untuk kepala dan wakil kepala daerah yang mengikuti kampanye secara bersamaan, tugas pemerintahan sehari-harinya dapat diserahkan sementara kepada sekretaris daerah (sekda). 

“Apabila gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, atau wali kota atau wakil wali kota yang ditetapkan sebagai anggota tim kampanye melaksanakan kampanye dalam waktu yang bersamaan, tugas pemerintah sehari-sehari dilaksanakan oleh sekretaris daerah,” dikutip dari Pasal 303 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. 

Menilik lebih jauh, pejabat negara boleh berkampanye dengan catatan tidak menyalahgunakan fasilitas negara. Berdasarkan Pasal 304 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, fasilitas negara yang dilarang digunakan selama masa kampanye adalah sebagai berikut:

- Sarana mobilitas, seperti kendaraan dinas pejabat negara, kendaraan dinas pegawai, dan alat transportasi dinas lainnya.

- Gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik pemerintah pusat, pemerintah provinsi (pemprov), pemerintah kabupaten/kota (pemkab/pemkot), kecuali di daerah terpencil dengan memperhatikan prinsip keadilan.

- Sarana perkantoran, radio daerah dan sandi/telekomunikasi milik pemerintah, pemprov, pemkab, atau pemkot, dan peralatan lainnya.

- Fasilitas lainnya yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

- Walaupun tidak diperbolehkan menggunakan fasilitas negara saat kampanye, terdapat beberapa pengecualian, antara lain fasilitas yang menyangkut pengamanan, protokoler, dan kesehatan yang melekat pada presiden dan wakil presiden akan tetap diberikan. 

“Calon presiden dan calon wakil presiden yang bukan presiden dan wakil presiden, selama kampanye diberikan fasilitas pengamanan, kesehatan, dan pengawalan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri),” dikutip dari Pasal 305 ayat (3) UU Pemilu. 

KHUMAR MAHENDRA | ANDIKA DWI | HENDRIK KHOIRUL MUHID | KAKAK INDRA PURNAMA
Pilihan editor: Budi Arie Sebut Naik Jet Pribadi karena Istri Kaesang Hamil 8 Bulan, Dosen FH UII: Sangat Menghina Nalar Publik

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online