Simpang Siur Kabar Parameter Politik Indonesia Keluar dari Persepi, Ini Penjelasan Adi Prayitno Direktur PPI

1 week ago 8

TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga survei Parameter Politik Indonesia (PPI) dikabarkan keluar dari Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi). Kabar mundur ini dibenarkan oleh Direktur PPI Adi Prayitno saat dikonfirmasi Tempo pada Senin malam, 12 November 2024.

“Iya. Keluar secara sukarela. Sesuai surat resmi yang disampaikan PPI ke Persepi,” kata Adi Prayitno melalui WhatsApp sembari melampirkan surat pengunduran diri tersebut kepada Tempo.co.

Lantas apa alasan Parameter Politik Indonesia keluar dari Persepsi ini?

Sebelumnya, termasuk PPI ada tiga lembaga yang keluar dari Persepsi. Dua lainnya adalah Poltracking Indonesia dan Voxpol. Poltracking Indonesia keluar setelah mendapat sanksi dari Dewan Etik Persepsi tentang survei elektabilitas Pilgub Jakarta. Sedangkan Voxpol tak gamblang menyebut alasannya.

Sementara PPI, berdasarkan warkat pengunduran diri yang ditujukan kepada Persepsi bernomor 11/SKL/PBT/XI/2024, mengungkapkan mundur dan keluar secara sukarela. Ada dua alasan mengapa mereka memilih hengkang dari organisasi yang menaungi lembaga-lembaga sigi tersebut.

Dalam surat tersebut disebutkan alasannya, pertama karena restrukturisasi kepengurusan Parameter Politik Indonesia. Dan, kedua, evaluasi dan konsolidasi internal arah kebijakan Parameter Politik Indonesia ke depan,” bunyi pernyataan PPI dalam surat pengunduran tersebut.

“Bersama dengan ini kami sampaikan bahwa Parameter Politik Indonesia, menyatakan diri mundur dan keluar secara sukarela dari keanggotaan Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi),” bunyi surat yang ditandatangani Direktur PPI Sadam Husen Falahuddin di Jakarta, Rabu, 6 November 2024 tersebut.

Adapun lembaga sigi sejak 2006 ini memutuskan keluar dari Persepi karena alasan restrukturisasi kepengurusan serta evaluasi dan konsolidasi internal tentang arah kebijakan untuk masa depan. Alasan ini membantah dugaan PPI keluar berkaitan dengan Poltracking Indonesia.

Seperti diketahui, Poltracking Indonesia mendapat sanksi dari Dewan etik Persepsi karena merilis hasil survei elektabilitas Pilgub Jakarta yang jauh berbeda dengan lembaga survei lainnya.

Sigi Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dirilis Rabu, 23 Oktober 2024 misalnya, pasangan Pramono Anung-Rano Karno memperoleh elektabilitas sebesar 41,6 persen. Sedangkan Ridwan Kamil-Suswono memperoleh angka sebesar 37,4 persen.

Sementara itu, sehari berselang setelah survei LSI, Kamis, 24 Oktober 2024, Poltracking Indonesia juga mengeluarkan hasil sigu. Pasangan Pramono-Rano memperoleh angka sebesar 36,4 persen. Adapun pasangan RK-Suswono memperoleh angka sebesar 51,6 persen.

Usai mendapat sanksi, Poltracking Indonesia memutuskan keluar dari keanggotaan Persepi. Direktur Poltracking Indonesia, Masduri Amwari, menilai keputusan tersebut tidak adil, tidak proporsional, dan akuntabel dalam pemeriksaan terhadap lembaganya dan LSI.

Ia juga mengatakan, Poltracking Indonesia keluar dari Persepsi bukan karena melanggar etik. Namun, sejak awal telah ada anggota dewan etik Persepsi yang tendensius terhadap lembaga surveinya. Ia menyebut Poltracking Indonesia bergabung dengan Persepsi karena pertaruhan integritas.

“Pada 2024 Poltracking keluar dari Persepi juga karena pertaruhan integritas,” kata Masduri, pada 5 November 2024.

Di sisi lain, Dewan Pakar Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Hamdi Muluk mengungkapkan sejumlah alasan pihaknya memberikan sanksi terhadap Poltracking. Ia juga membantah bahwa Dewan Etik Persepsi sengaja menarget Poltracking.

“Poltracking tidak berhasil menunjukkan data asli yang di-export dari aplikasi sistem survei saat pemeriksaan sehingga Dewan Etik tidak bisa memastikan kesahihan data survei,” kata Hamdi dalam keterangan, Ahad, 10 November 2024.

RACHEL FARAHDIBA R | NOVALI PANJI NUGROHO

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online