Jakarta -
Sudah banyak studi meneliti penyebab autisme yang dikaitkan dengan kehamilan. Salah satunya adalah hubungan antara penyakit saat hamil dan risiko autisme pada anak, Bunda.
Studi terbaru yang diterbitkan di Nature Medicine pada 31 Januari 2025 mengungkap temuan yang berbeda dari kebanyakan hasil penelitian. Studi yang dipimpin oleh para peneliti di NYU Langone Health ini mengungkap bahwa beberapa kondisi terkait dengan autisme sebenarnya merupakan komplikasi pada janin. Hal tersebut membuat para penulis percaya bahwa gejala-gejala tersebut merupakan tanda-tanda awal autisme pada anak, bukan sebagai penyebabnya.
"Penelitian kami menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa diagnosis lain pada ibu dapat menyebabkan autisme," kata penulis senior penelitian Magdalena Janecka, PhD, dilansir laman NYU Langone Hospitals.
Lebih detail, studi ini mencakup analisis riwayat medis lebih dari 1,1 juta kehamilan (di antara 600.000 ibu) dari registri nasional di Denmark. Di negara ini, semua catatan kesehatan seseorang dikonsolidasikan di bawah satu nomor yang dikeluarkan oleh pemerintah, Bunda.
Hal tersebut memungkinkan para peneliti untuk memeriksa setiap perempuan dengan lebih dari 3.000 diagnosis berbeda sebagaimana ditetapkan oleh standar internasional atau dikenal sebagai kode ICD-10. Dari situ, para peneliti lalu memfokuskan analisis kepada mereka yang didiagnosis penyakit setidaknya dalam 0,1 persen kehamilan (236 diagnosis).
Perlu diketahui juga ya, Denmark memiliki perlindungan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan data registrasi karena data tersebut berisi informasi pribadi. Namun, karena informasi bersifat spesifik untuk setiap individu, para peneliti dapat memeriksa silang setiap diagnosis yang dialami seorang perempuan dengan risiko autisme pada anak-anaknya.
Nah, untuk penelitian ini, para peneliti mengoreksi faktor-faktor yang dapat mengacaukan, atau menawarkan penjelasan alternatif untuk hubungan antara diagnosis yang diterima seorang perempuan dan diagnosis autisme pada anak.
Faktor-faktor tersebut meliputi status sosiodemografi dan usia ibu selama kehamilan. Kedua faktor diteliti lantaran anak-anak yang lahir dari ibu lebih tua lebih mungkin didiagnosis dengan autisme, dan mendapatkan diagnosis tertentu, seperti hipertensi.
"Kami yakin penelitian ini adalah yang pertama meneliti secara menyeluruh riwayat medis ibu dan mengeksplorasi berbagai kemungkinan hubungan, dengan mengendalikan berbagai kondisi yang terjadi bersamaan dan faktor-faktor pengganggu," kata penulis utama penelitian Vahe Khachadourian, MD, PhD, MPH.
Ilustrasi USG/ Foto: Getty Images/iStockphoto/PonyWang
Faktor-faktor penyebab autisme dilibatkan dalam penelitian
Untuk menentukan apakah faktor-faktor tersebut terjadi bersamaan dan bukan menyebabkan autisme, para peneliti kemudian menyertakan saudara kandung dari anak-anak autis dalam analisis. Jika seorang ibu didiagnosis dengan penyakit yang sama selama kehamilan anak-anak dengan dan tanpa autisme, maka itu akan menunjukkan bahwa faktor-faktor selain diagnosis dapat memengaruhi hubungannya dengan autisme.
Langkah tersebut juga akan memisahkan kondisi-kondisi yang dapat dikaitkan dengan faktor-faktor keluarga, seperti genetika dan paparan lingkungan terhadap polusi.
Menurut para peneliti, genetika merupakan pengganggu keluarga yang kuat untuk autisme. Gen-gen tertentu yang meningkatkan risiko seseorang mengalami depresi yang juga lebih erat kaitannya dengan autisme.
Jika seorang Bunda mengidap depresi selama kehamilan dan anaknya autis, maka kemungkinan besar dipengaruhi oleh faktor genetik, bukan efek kimiawi yang entah bagaimana memengaruhi janin hingga menyebabkan autisme selama perkembangan.
Para peneliti juga menganalisis riwayat medis dari ayah. Hubungan apa pun antara diagnosis dari pihak ayah dan autisme kemungkinan besar disebabkan oleh faktor keluarga, karena dampak langsung ayah terhadap janin pasca konsepsi kemungkinan sangat terbatas.
Setelah memperhitungkan faktor keluarga, satu-satunya diagnosis dari pihak ibu yang masih sangat terkait secara statistik dengan autisme adalah komplikasi kehamilan yang terkait dengan janin.
"Interpretasi kami adalah bahwa diagnosis janin ini kemungkinan tidak menyebabkan autisme, tetapi merupakan tanda-tanda awal autisme. Hipotesis yang dominan adalah bahwa autisme benar-benar dimulai sebelum lahir. Bahkan sebelum seorang anak menerima diagnosis autisme, perubahan perkembangan telah terjadi sepanjang waktu," kata Janecka.
"Banyak ibu dari anak-anak autis merasa bersalah karenanya, berpikir bahwa mereka melakukan sesuatu yang salah selama kehamilan, dan itu sangat memilukan. Saya pikir menunjukkan bahwa kondisi medis ibu saat hamil tidak akan menyebabkan autisme adalah penting dan dapat mengarah pada cara yang lebih efektif untuk mendukung anak-anak autis dan keluarga mereka."
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), autisme atau disebut gangguan spektrum autisme, merupakan kondisi yang berkaitan dengan perkembangan otak. Karakteristik autis dapat dideteksi pada anak usia dini, tetapi sering tidak terdiagnosis sampai di kemudian hari.
Anak yang lahir dengan autisme memiliki perilaku yang tidak biasa dan sulit fokus pada hal detail. Sejauh ini, bukti ilmiah menunjukkan bahwa kemungkinan ada banyak faktor yang membuat seorang anak mengidap autisme. Beberapa di antaranya adalah faktor lingkungan dan genetik.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ank/rap)