TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) meyakinkan masyarakat bahwa sertifikat tanah yang rusak akibat banjir bisa diurus. BPN meminta warga segera datang ke Kantor Pertanahan (Kantah) setempat untuk mengajukan permohonan penggantian sertifikat analog yang rusak.
Untuk mengurus sertifkat yang rusak, masyarakat dapat mempersiapkan persyaratan yang diperlukan. Beberapa di antaranya, seperti Surat Kuasa apabila dikuasakan; fotokopi identitas pemohon (KTP dan KK) serta kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket; fotokopi Akta Pendirian dan pengesahan badan hukum yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket, bagi badan hukum; dan sertipikat asli.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk sertifikat yang hilang, masyarakat dapat membawa persyaratan seperti penggantian sertifikat rusak. Namun warga perlu menambahkan Surat Pernyataan di bawah sumpah oleh pemegang hak atau yang menghilangkan; dan surat tanda lapor kehilangan dari kepolisian setempat.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid meminta korban banjir yang kehilangan atau mengalami kerusakan pada sertifikat tanahnya tidak perlu khawatir. Politikus Partai Golkar itu menyebut digitalisasi sertifikat tanah oleh kementeriannya adalah solusi agar dokumen kepemilikan tanah lebih aman dari risiko bencana.
"Semua tersimpan dalam dunia digital dan hanya pemilik dengan akses yang bisa menggunakannya," kata Nusron usai menghadiri acara Pengkajian Ramadan 1446 H, di Auditorium Universitas Muhammadiyah Jakarta, Tangerang Selatan, dikutip dari keterangan resmi Kementerian ATR/BPN, Ahad, 9 Maret 2025.
Nusron mendorong masyarakat untuk segera mengonversi sertifikat tanah yang dimiliki dari analog ke digital. Oleh karena itu, kepemilikan sertifikat tetap aman meskipun terjadi bencana.
Sejumlah wilayah di Indonesia dilanda banjir pada pekan lalu, seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Salah satu wilayah yang lumpuh karena banjir adalah Bekasi.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga mencatat sejumlah kerusakan bangunan hingga infrastruktur dan korban akibat bencana longsor dan banjir Sukabumi sejak Kamis, 6 Maret lalu. BNPB juga mencatat ada lima korban meninggal dan empat orang dilaporkan hilang. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari jumlah rumah rusak tercatat ratusan unit dengan skala kerusakan sedang hingga berat.
Menurut data dari tim reaksi cepat di lapangan, ada sebanyak 150 unit rumah rusak ringan, 110 unit rumah rusak sedang, dan 95 unit rumah rusak berat. Untuk jumlah infrastruktur rusak yang terdata, antara lain sebanyak tiga unit jembatan rusak sedang, tiga unit jembatan rusak berat, satu sarana kesehatan rusak sedang, dan 27 titik jalan terdampak serta 16 titik jembatan penghubung antar desa lainnya juga ikut terdampak.