DPR Janji Libatkan Masyarakat Sipil saat Bahas Revisi Undang-Undang TNI

5 days ago 8

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Tubagus Hasanuddin memastikan pembahasan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) akan melibatkan masyarakat sipil. Pembahasan dimulai dari tahap awal dan dilakukan secara terbuka.

Hasanuddin merespons kekhawatiran sejumlah kalangan terhadap keberadaan pasal yang ditengarai bermasalah dalam revisi UU TNI. Salah satu yang menjadi sorotan dalam revisi itu adalah perluasan jabatan di lembaga non-militer yang bisa diduduki prajurit aktif. “Kami akan mendengarkan masyarakat sipil dan meminta bagaimana tanggapan. Kami harus mendengarkan rakyat, kemudian baru menyampaikannya di forum,” ujar Hasanuddin pada Kamis, 13 November 2024.

RUU tentang revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 menjadi salah satu RUU usulan Komisi I DPR untuk dimasukkan dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2024-2029. Usulan dari komisi yang membidangi masalah pertahanan itu disampaikan dalam rapat pleno Badan Legislasi (Baleg) DPR pada Selasa, 12 November 2024.

Hasanuddin mengklaim Komisi I DPR hanya fokus pada dua pasal yang akan diubah dalam revisi UU TNI. Kedua pasal itu adalah Pasal 47 soal jabatan di lembaga lain yang bisa ditempati prajurit aktif dan Pasal 53 perihal perpanjangan masa bakti prajurit.

Aturan yang berlaku saat ini hanya membolehkan serdadu aktif menempati 10 pos jabatan di lembaga non militer. Dalam draf revisi, Hasanuddin menuturkan, akan ada penambahan frasa “jabatan lainnya sesuai kebijakan presiden”. Kendati begitu, perubahan dalam Pasal 47 itu masih diperdebatkan di internal Komisi I DPR.

Hasanuddin mengatakan, pasal tersebut akan dibahas lebih lanjut dengan menampung masukan dari berbagai kalangan. “Nanti kami biar menjaring suara masyarakat. Masyarakat sipil juga akan didengarkan bagaimana tanggapannya dan sebagainya,” ujar anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.

Adapun perubahan Pasal 53 akan memperpanjang masa bakti prajurit setingkat perwira yang sebelumnya 58 tahun menjadi 60 tahun. Lalu untuk prajurit setingkat bintara dan tamtama diperpanjang dari 53 tahun menjadi 58 tahun. Ketentuan soal masa bakti ini juga memungkinkan perwira TNI yang menduduki jabatan fungsional pensiun dalam usia 65 tahun. Kemudian masa dinas perwira bintang empat dapat diperpanjang hingga dua kali.

Hasanuddin mengatakan ketentuan masa pensiun itu tetap diusulkan untuk direvisi  dalam draf RUU TNI. Dia mengatakan sejauh ini tidak ada perdebatan yang berarti ihwal perubahan pasal tersebut. “Fokus terhadap dua hal dalam pembahasan. Baru satu pokok karena urusan umur mungkin sudah tidak ada masalah,” katanya.

Rencana DPR merevisi UU TNI  sempat menjadi sorotan karena dibahas menjelang berakhirnya masa tugas DPR periode 2019-2024. Pembahasan tingkat I RUU tersebut urung terlaksana karena saat itu Presiden Joko Widodo tak kunjung menyerahkan daftar inventarisasi masalah atau  DIM kepada DPR. 

Masyarakat sipil sejak awal menentang pembahasan revisi sejumlah undang-undang di akhir masa tugas DPR 2019-2024. Salah satunya yaitu revisi UU TNI. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyampaikan ada berbagai masalah dalam revisi undang-undang tersebut, dari penyusunannya hingga pasal-pasal yang bermasalah.

"Pemerintah cenderung tergesa-gesa serta mengabaikan partisipasi publik secara bermakna sehingga jelas-jelas melanggar prinsip-prinsip dasar demokrasi," ujar Andi Muhammad Rezaldy, perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan.

Wakil Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra mengatakan, revisi terhadap UU TNI juga belum mendesak. Selain itu, ujar pegiat hak asasi manusia (HAM) ini, pasal yang diubah bisa membahayakan kehidupan demokrasi. "Ini juga membahayakan negara hukum dan pemajuan HAM," katanya.

Merujuk pada dokumen DIM rancangan perubahan UU TNI per 15 Agustus 2024, terdapat dua usulan perubahan pasal, yaitu menambahkan Pasal 8 huruf D dan menghapus Pasal 39 huruf C. Pasal 8 huruf D mengatur TNI Angkatan Darat bertugas menegakkan hukum serta menjaga keamanan di wilayah darat sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional. Lalu Pasal 39 huruf C mengatur larangan berbisnis bagi prajurit TNI.

Menurut Ardi, dua poin usulan perubahan terbaru itu berbahaya. Dia menuturkan, perluasan peran TNI Angkatan Darat menjadi aparat penegak hukum akan menimbulkan tumpang-tindih kewenangan dengan penegak hukum lain. "Usulan ini mencerminkan kemunduran reformasi di internal TNI," ujar dia.

Pilihan Editor:

Mensos Ikuti Arahan Mendagri soal Penyaluran Bansos Ditunda Menjelang Pilkada

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online