Karakter Hewan di Buku Cerita Tingkatkan Perkembangan Psikologis Anak, Ini Kata Studi

23 hours ago 9

Pernahkah Ayah dan Bunda bertanya, mengapa banyak buku cerita anak menghadirkan tokoh hewan yang bisa berbicara dan bertingkah seperti manusia? Ternyata, ada alasan kuat di balik pilihan ini yang berkaitan dengan perkembangan psikologis anak.

Studi terbaru menunjukkan bahwa karakter hewan membantu anak memahami emosi, membangun empati, dan mengenali situasi sosial dengan lebih mudah. Bahkan, tokoh hewan dinilai mampu mempercepat pemahaman konsep yang rumit, terutama bagi anak usia dini.

Ingin tahu lebih jauh manfaatnya? Yuk, simak penjelasan lengkapnya berikut ini!

Karakter hewan sebagai pemantik awal perkembangan psikologis anak

Kemunculan karakter hewan dalam buku cerita yang Ayah dan Bunda bacakan untuk Si Kecil ternyata bukan sekadar pemanis cerita, lho. Penggunaan tokoh hewan dipilih bukan tanpa alasan. Kehadirannya terbukti membantu anak lebih mudah memahami, mengingat, dan terhubung dengan isi cerita.

Mengutip Shashank Creativity, tradisi menggunakan hewan sebagai tokoh dalam cerita anak sudah ada sejak peradaban kuno. Salah satu contohnya adalah fabel karya Aesop dari Yunani, yang menggunakan hewan untuk menyampaikan nilai moral dan kebijaksanaan hidup.

Dalam cerita-cerita ini, hewan digunakan untuk mewakili sifat baik dan buruk manusia. Pendekatan ini memungkinkan pesan moral disampaikan secara halus, tanpa menghakimi perilaku manusia secara langsung.

Nah, tradisi penggunaan karakter hewan dalam cerita terus bertahan hingga zaman modern. Fenomena ini mendorong sejumlah peneliti untuk menelusuri lebih jauh tentang dampak nyata normalisasi tokoh hewan dalam cerita anak kepada perkembangan otak dan kemampuan sosial mereka.

Dilansir dari Medical Xpress, sebuah studi berjudul The Wind in the Willows Effect: Does Age Affect Human Versus Animal Faux Pas Recognition? (2025), yang dimuat dalam Journal of Experimental Child Psychology, meneliti pengaruh karakter hewan terhadap perkembangan psikologis anak.

Penelitian ini menunjukkan bahwa tokoh ikonik seperti Peter Rabbit serta Toad dan Ratty dari The Wind in the Willows berperan besar dalam membentuk pola pikir anak memahami dunia sosial di sekitarnya.

Dipimpin oleh Dr. Gray Atherton dan Dr. Liam Cross dari Fakultas Psikologi Universitas Plymouth, studi ini mengkaji sejauh mana karakter non-manusia memengaruhi theory of mind anak (ToM), yaitu kemampuan membaca dan memprediksi situasi sosial melalui nada bicara, pilihan kata, atau ekspresi wajah.

“Kami ingin mengetahui apakah kehadiran karakter hewan bukan hanya karena disukai anak-anak, tetapi juga karena memberi manfaat nyata dalam proses belajar mereka, dan apakah manfaat itu berubah seiring pertumbuhan,” jelas Dr. Atherton.

Sebanyak 107 anak sekolah di Inggris (usia 5-10 tahun) dilibatkan dalam penelitian ini. Mereka diuji kemampuannya dalam memahami cerita yang menampilkan tokoh manusia dan tokoh hewan.

Hasil perbandingan menunjukkan bahwa anak-anak kelas 1 SD (usia termuda) lebih baik dalam memahami cerita versi hewan dibandingkan versi manusia. Bahkan, skor mereka setara dengan anak-anak kelas 3 SD.

Sementara itu, pada cerita versi manusia, terlihat peningkatan kemampuan ToM seiring pertambahan usia. Anak yang lebih tua secara konsisten tampil lebih baik dibandingkan yang lebih muda.

“Temuan kami menunjukkan bahwa baik tokoh manusia, maupun hewan sama-sama membantu anak memahami dunia di sekitar mereka. Perannya berbeda tergantung usia anak." ujar Dr. Atherton.

Ia menambahkan, "Oleh karena itu, menyesuaikan materi dan aktivitas belajar di PAUD serta sekolah dasar awal dengan temuan ini bisa menjadi strategi yang sangat efektif untuk mendukung tumbuh kembang anak.”

Jembatan empati bagi anak berkebutuhan khusus

Masih dari hasil studi yang sama, Dr. Atherton dan Dr. Cross melihat peluang baru untuk mendukung perkembangan anak-anak berkebutuhan khusus, seperti autisme, disleksia, atau diskalkulia, melalui kehadiran karakter hewan dalam buku cerita.

Mereka meyakini bahwa tokoh hewan bisa menjadi alat bantu yang efektif dalam membangun pemahaman sosial dan empati, terutama bagi anak-anak dengan tantangan belajar. Keyakinan ini didukung oleh temuan dari studi mereka sebelumnya, yang meneliti berbagai cara untuk mendorong perkembangan sosial dan pendidikan anak-anak dengan kebutuhan khusus.

Salah satu temuan menunjukkan bahwa permainan papan (board game) dan online game dapat meningkatkan kepercayaan diri anak dengan autisme. Sementara itu, anak-anak dengan disleksia dan diskalkulia cenderung memiliki bias sosial yang lebih rendah terhadap perbedaan, seperti disabilitas, ras, atau gender.

Berdasarkan studi terbaru ini, para peneliti ingin mengeksplorasi lebih jauh apakah cerita yang menampilkan tokoh hewan dapat dimanfaatkan secara khusus untuk membantu anak-anak dengan kondisi serupa.

Dr. Cross menjelaskan bahwa anak-anak dengan autisme menunjukkan performa yang setara dengan anak-anak non-autis ketika mengerjakan tugas berbasis cerita yang melibatkan tokoh hewan. Oleh karena itu, mereka berencana mengulang penelitian ini secara khusus pada anak-anak dengan autisme guna menemukan pendekatan belajar yang lebih efektif.

“Akan menarik untuk mengulang penelitian ini dengan anak-anak autis, untuk memahami apakah kami dapat menemukan cara yang lebih efektif dalam mendukung mereka pada masa perkembangan yang krusial,” ujar Dr. Cross.

Cara orang tua dukung perkembangan psikologis anak

Sebagai orang tua, Ayah dan Bunda memegang peran penting dalam membentuk cara Si Kecil memahami dunia di sekitarnya, termasuk dalam mengenali emosi, bersikap empati, dan berinteraksi secara sosial.

Salah satu cara sederhana tapi efektif adalah melalui kegiatan bercerita. Berikut ini tiga langkah yang bisa dilakukan untuk mendukung perkembangan psikologis anak sejak dini:

1. Pilih cerita yang tepat

Cerita yang dipilih sebaiknya tidak hanya menghibur, tapi juga memiliki nilai edukatif. Pilihlah buku cerita yang sesuai dengan usia dan tahap perkembangan anak.

Cerita-cerita dengan tokoh hewan yang memiliki sifat layaknya manusia, seperti bersahabat, jujur, atau suka menolong, bisa menjadi pilihan yang sangat baik. Tokoh seperti ini membantu Si Kecil belajar membedakan mana perilaku baik dan buruk tanpa merasa dihakimi secara langsung.

2. Jadikan cerita sebagai momen berdiskusi

Daripada hanya membacakan cerita dari awal hingga akhir, manfaatkan waktu ini untuk berdialog. Tanyakan pendapat Si Kecil tentang tokoh dalam cerita.

Misalnya, "Menurut kamu, kenapa si beruang sedih ya?" atau "Kalau kamu jadi si kelinci, apa yang akan kamu lakukan?"

Pertanyaan-pertanyaan ini mendorong anak untuk berpikir, berempati, dan mengungkapkan perasaannya. Dengan berdiskusi, Ayah dan Bunda juga bisa membantu anak menghubungkan cerita dengan pengalaman sehari-hari, sehingga pesan moralnya lebih melekat.

3. Gunakan karakter hewan untuk mengenalkan emosi

Karakter hewan dalam cerita sering kali digunakan untuk menggambarkan emosi dan perilaku manusia dengan cara yang menyenangkan. Hal ini membuat anak lebih mudah mengenali dan menamai perasaannya sendiri.

Sebagai contoh, rubah yang licik, gajah yang bijak, atau kura-kura yang sabar. Semuanya bisa menjadi media untuk mengenalkan emosi secara tidak langsung.

Lewat tokoh-tokoh tersebut, anak dapat belajar bahwa tidak apa-apa merasa marah, sedih, atau takut. Yang terpenting adalah bagaimana cara mengelolanya.

Itulah manfaat karakter hewan dalam cerita anak untuk mendukung perkembangan psikologis sejak dini. Yuk, Ayah dan Bunda, mari lebih rajin membacakan cerita untuk Si Kecil!

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(rap/rap)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online