Kecerdasan Buatan (AI) Diklaim Efektif Deteksi Kanker Payudara, Simak Detailnya!

3 months ago 50

Jakarta -

Kecerdasan buatan (AI) memang sangat mendukung kehidupan di era digitalisasi. Termasuk, ada rumor bahwa kecerdasan buatan (AI) diklaim efektif  deteksi kanker payudara.

Kecerdasan buatan menunjukkan potensi nyata untuk membantu ahli radiologi mendeteksi jaringan kanker lebih cepat dan akurat serta memprediksi risiko kanker payudara pada individu. 

Benarkah kecerdasan buatan (AI) efektif deteksi kanker payudara?

Sadar atau tidak, kecerdasan buatan (AI) adalah bagian dari kehidupan sehari-hari yang menuntun segala hal mulai dari daftar putar baru di Spotify hingga respons chatbot layanan pelanggan. Dokter telah lama menggunakan komputer untuk memberi tanda ketika ada yang tampak aneh dalam gambar medis. 

Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa AI mungkin dapat menemukan kanker dalam mammogram atau pencitraan payudara lainnya yang bahkan mungkin terlewatkan oleh ahli radiologi yang terlatih dengan baik. AI juga dapat memprediksi orang yang paling mungkin mengembangkan kanker payudara di antara mammogram.

Bagaimana AI mendeteksi kanker payudara?

Kecerdasan buatan adalah kemampuan komputer untuk meniru perilaku manusia (misalnya, untuk belajar dan bertindak). Pengembang AI melatih komputer untuk mengenali pola dalam sejumlah besar data. Setelah program dilatih, program tersebut dapat mulai mengevaluasi data baru sendiri dan mulai membuat prediksi. 

Untuk melatih AI agar dapat membaca mammogram, teknisi memasukkan informasi dari ratusan ribu hingga jutaan mammogram. Perangkat lunak AI menciptakan representasi matematis tentang seperti apa mammogram normal dan seperti apa mammogram dengan kanker. 

Sistem AI memeriksa setiap gambar terhadap standar untuk membedakan yang normal dari yang tidak. Saat program tersebut terpapar pada lebih banyak gambar mammogram, program tersebut dapat belajar dari waktu ke waktu (disebut pembelajaran mesin)  dan menjadi lebih akurat, jelas Amy K.

Patel, MD, seorang ahli radiologi payudara dan direktur medis The Breast Care Center di Liberty Hospital di Liberty, MO. AI juga digunakan untuk menemukan kanker pada USG dan MRI seperti dikutip dari laman Breastcancer.

Skrining kanker payudara dengan bantuan AI tersedia di beberapa negara Eropa, tetapi belum menjadi standar di AS. Menurut The American College of Radiology Data Science Institute, sekitar 9 persen ahli radiologi AS menggunakan mammografi AI atau pencitraan payudara. (Ahli radiologi adalah dokter yang menggunakan pencitraan untuk mendiagnosis dan mengobati penyakit.)

Ada banyak cara berbeda yang dapat dilakukan ahli radiologi untuk menggunakan AI saat membaca mammogram, termasuk memeriksa hasil pembacaan mereka dengan hasil pembacaan komputer, atau menggunakan komputer untuk melakukan mammogram guna memprioritaskan hasil terlebih dahulu berdasarkan hasil yang 'mencurigakan'. 

Penelitian masih berlangsung di negara-negara yang lebih banyak menggunakan AI untuk memeriksa tanda-tanda kanker, tetapi studi yang telah dilakukan sejauh ini menunjukkan bahwa AI dapat meningkatkan deteksi kanker payudara dalam beberapa cara.

Mengidentifikasi kanker lebih dini

Menurut The National Cancer Institute, pemeriksaan mammogram tidak mendeteksi sekitar 20 persen kanker payudara. Sistem AI tampaknya memiliki kemampuan untuk mendeteksi tanda-tanda kanker dini yang sangat samar yang mungkin tidak terdeteksi oleh mata manusia.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam The Lancet Oncology menjelaskan bagaimana para peneliti menggunakan AI untuk membantu memeriksa mammogram lebih dari 80.000 wanita di Swedia.

Setengah dari perempuan ini menjalani pemeriksaan mammogram oleh AI sebelum diperiksa oleh ahli radiologi, sementara setengah lainnya menjalani pemeriksaan oleh dua orang ahli radiologi.

Studi tersebut mengungkapkan bahwa kelompok AI memiliki 20 persen lebih banyak kanker yang terdeteksi daripada kelompok yang hanya diperiksa oleh ahli radiologi.

Studi lain di Jerman dan AS yang menggunakan AI untuk memeriksa hampir 1,2 juta mammogram menemukan bahwa ahli radiologi dan sistem AI yang bekerja sama 2,6 persen lebih baik dalam mendeteksi kanker payudara daripada hanya diperiksa oleh ahli radiologi. Hasilnya dipublikasikan di The Lancet Digital Health pada Juli 2022.

Mengurangi hasil positif palsu

Hasil positif palsu terjadi ketika ahli radiologi mendeteksi temuan abnormal pada mammogram yang pada akhirnya tidak terbukti sebagai kanker. Namun, sebelum kanker dapat disingkirkan, dokter mungkin perlu meminta beberapa tes lanjutan, seperti gambar mammogram tambahan, USG, atau biopsi, yang dapat menguras emosi dan finansial.

Kecerdasan buatan dapat hasilkan diagnosis kanker yang lebih akurat?

Para peneliti di University of Washington dan University of California, Los Angeles, telah mengembangkan sistem kecerdasan buatan yang dapat membantu ahli patologi membaca biopsi dengan lebih akurat, dan menghasilkan deteksi serta diagnosis kanker payudara yang lebih baik.

Dokter memeriksa gambar biopsi jaringan payudara untuk mendiagnosis kanker payudara. Namun, perbedaan antara gambar kanker dan jinak dapat sulit diklasifikasikan oleh mata manusia. Algoritme baru ini membantu menafsirkannya dan melakukannya hampir sama akurat atau lebih baik daripada ahli patologi berpengalaman, tergantung pada tugasnya. Tim peneliti menerbitkan hasilnya pada 9 Agustus di jurnal JAMA Network Open.

“Pekerjaan ini difokuskan pada cara menangkap karakteristik kelas diagnostik yang berbeda dengan menganalisis pola kelas jaringan di sekitar saluran dalam gambar slide utuh biopsi payudara,” kata rekan penulis Linda Shapiro, seorang profesor di the UW Paul G. Allen School of Computer Science & Engineering. "Mahasiswa doktoral saya, Ezgi Mercan, menemukan deskriptor baru yang disebut fitur struktur yang mampu merepresentasikan pola-pola ini dengan cara yang ringkas untuk digunakan dalam pembelajaran mesin," ujarnya.

Pada tahun 2015, sebuah studi dari Fakultas Kedokteran UW menemukan bahwa ahli patologi sering tidak setuju dengan interpretasi biopsi payudara, yang dilakukan pada jutaan wanita setiap tahun.

Studi tersebut mengungkapkan bahwa kesalahan diagnostik terjadi pada sekitar satu dari setiap enam perempuan yang memiliki jenis kanker payudara noninvasif yang disebut 'karsinoma duktal in situ'. Selain itu, diagnosis yang salah diberikan pada sekitar setengah dari kasus biopsi dengan sel abnormal yang dikaitkan dengan risiko kanker payudara yang lebih tinggi, suatu kondisi yang disebut breast atypia.

“Gambar medis biopsi payudara mengandung banyak sekali data yang kompleks, dan menafsirkannya bisa sangat subjektif,” kata rekan penulis Dr. Joann Elmore, seorang profesor kedokteran di the David Geffen School of Medicine di UCLA, yang sebelumnya adalah seorang profesor kedokteran internal di Sekolah Kedokteran UW.

“Membedakan breast atypia dari ductal carsinoma in situ penting secara klinis, tetapi sangat menantang bagi para ahli patologi. Terkadang dokter bahkan tidak setuju dengan diagnosis mereka sebelumnya ketika mereka diperlihatkan kasus yang sama setahun kemudian.”

Para ilmuwan beralasan bahwa kecerdasan buatan dapat memberikan pembacaan yang lebih akurat secara konsisten. Ia menggunakan kumpulan data besar yang memungkinkan sistem pembelajaran mesin mengenali pola yang terkait dengan kanker yang sulit dilihat oleh dokter.

Setelah mempelajari strategi yang digunakan para ahli patologi selama interpretasi biopsi payudara, tim mengembangkan metode analisis gambar yang disesuaikan untuk mengatasi tantangan ini.

Tim tersebut memasukkan 240 gambar biopsi payudara ke dalam komputer, melatihnya untuk mengenali pola yang terkait dengan beberapa jenis lesi payudara, mulai dari nonkanker dan atipia hingga karsinoma duktal in situ dan kanker payudara invasif. Diagnosis yang benar ditentukan oleh konsensus di antara tiga ahli patologi.

Untuk menguji sistem tersebut, para peneliti membandingkan pembacaannya dengan diagnosis independen yang dibuat oleh 87 ahli patologi AS yang berpraktik yang menafsirkan kasus yang sama.

Algoritme tersebut hampir sama baiknya dengan dokter manusia dalam membedakan kanker dari nonkanker. Namun, ia mengungguli dokter saat membedakan ductal carcinoma in situ, mendiagnosis biopsi kanker payudara pra-invasif dengan benar sekitar 89 persen dari waktu, dibandingkan dengan 70 persen untuk ahli patologi seperti dikutip dari laman Washington.edu.

“Hasil ini sangat menggembirakan,” kata Elmore. “Keakuratan di kalangan ahli patologi yang berpraktik di AS dalam hal diagnosis atipia dan karsinoma duktal in situ rendah, dan pendekatan otomatis berbasis komputer menunjukkan harapan besar.”

Para peneliti sudah berupaya melatih sistem untuk mendiagnosis kanker kulit. Ezgi Mercan, seorang peneliti di Seattle Children Hospital yang menyelesaikan penelitian ini sebagai mahasiswa doktoral di Allen School, adalah penulis pertama makalah ini. Penulis lainnya adalah Sachin Mehta, seorang mahasiswa doktoral di departemen teknik listrik dan komputer UW, Dr. Jamen Bartlett di Southern Ohio Pathology Consultants. dan Dr. Donald Weaver di The University of Vermont.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(pri/pri)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online