TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan atau Menko Polkam Budi Gunawan mengatakan perjanjian kerja sama antara Indonesia dan Tiongkok tak memiliki pengaruh terhadap kedaulatan dan yurisdiksi tanah air.
Termasuk, kata dia, posisi kedaulatan Indonesia di lautan Natuna Utara. Sebabnya, kerja sama yang dibangun oleh Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping memiliki prinsip saling menghormati, menguntungkan, dan pembangunan konsensus sesuai aturan hukum.
"Semua dilakukan sesuai ketentuan undang-undang dan peraturan negara masing-masing," kata Budi saat ditemui di Kantor Pusat Bea dan Cukai, Jakarta pada Kamis, 14 November 2024.
Menurut mantan Kepala Badan Intelijen Negara ini, kesepakatan tersebut dilakukan Presiden Prabowo sebagai langkah terobosan untuk menciptakan stabilitas di kawasan. Mulai dari stabilitas kerja sama hingga keamanan.
"Ini kerja sama dalam rangka mengikat semua pihak. Titik tekannya paling banyak di bidang ekonomi, khususnya perikanan," ujarnya.
Karena itu, kerja sama Indonesia dengan Tiongkok ini bisa dipastikan tidak akan mengubah kedaulatan tanah air di laut Natuna Utara. "Kami tetap berpedoman pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985, itu tetap berlaku," ucapnya.
Sebelumnya, kapal milik Tiongkok terpantau masuk ke wilayah laut Natuna Utara yang menjadi kawasan milik Indonesia. Teranyar, Badan Keamanan Laut atau Bakamla melalui unsur Kapal Negara Tanjung Datu-301 mengusir kapal Coast Guard Cina (CCG) 5402 yang terdeteksi masuk kemudian mengganggu kegiatan survei dan pengolahan data seismik 3D Arwana di Laut Natuna Utara pada Senin, 21 Oktober 2024.
Dalam keterangan resmi yang diterima Tempo, kronologi peristiwa itu berawal ketika Pusat Komando dan Pengendalian (Puskodal) Bakamla mendapatkan informasi intelijen tentang adanya gangguan terhadap aktivitas survei MV Geo Coral.
Saat itu, kapal survei itu didampingi tiga Chase Vessel, yaitu UB Anugerah Bersama 17, AHT PSB Roller, dan TB Teluk Bajau Victory.
Gangguan itu dilaporkan dilakukan oleh kapal China Coast Guard (CCG) 5402 di wilayah kerja PT. Pertamina East Natuna yang masuk dalam Landas Kontinen Indonesia di Laut Natuna Utara.
Berdasarkan informasi tersebut, KN. Tanjung Datu-301 bergerak menuju lokasi kejadian dan mendeteksi kapal CCG 5402 pada pukul 05.30 WIB dengan jarak 7,3 Nautical Miles (NM).
KN. Tanjung Datu-301 mencoba berkomunikasi melalui radio dengan kapal tersebut, namun kapal CCG 5402 berkeras bahwa wilayah tersebut merupakan bagian dari yurisdiksi Tiongkok.
Sekitar pukul 05.38 KN Tanjung Datu 301 mendapat perbantuan kekuatan dari kapal patroli TNI AL KRI Sutedi Senaputera 378 dan Pesawat Patroli Udara Maritim Bakamla RI.
"Bersama-sama, kedua kapal patroli Indonesia tersebut melaksanakan shadowing dan berhasil mengusir kapal CCG 5402 keluar dari wilayah yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara," kata Pranata Humas Ahli Muda Bakamla Kapten Yuhanes Antara dalam siaran tertulisnya yang diterima Tempo, Selasa 22 Oktober 2024.
Yuhanes mengatakan, Bakamla akan terus melakukan patroli dan pemantauan intensif di wilayah perairan Natuna Utara untuk memastikan kegiatan survei seismik berjalan tanpa gangguan serta menjaga kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia.