TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto secara resmi melantik tujuh Penasihat Khusus Presiden pada Selasa, 22 Oktober 2024. Salah satunya adalah Jenderal TNI (Purn) Wiranto.
Wiranto dilantik sebagai Penasihat Khusus Presiden bersama enam tokoh lainnya, yaitu Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, Jenderal TNI (Purn) Prof Dudung Abudrachman, Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, Prof Purnomo Yusgiantoro, Muhadjir Effendy, dan Prof Terawan Agus Putranto.
Semua tokoh yang dilantik merupakan implementasi dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 137 Tahun 2024 tentang Penasihat Khusus Presiden, Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden dan Staf Khusus Wakil Presiden yang ditetapkan oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
Sebagaimana salinan Perpres yang diunduh di laman jdih.setneg.go.id, Selasa, 22 Oktober 2024, Perpres itu mengatur tentang keberadaan Penasihat Khusus Presiden, Utusan Khusus Presiden serta Staf Khusus Presiden dan Staf Khusus Wakil Presiden. Baik Penasihat Khusus Presiden dan Utusan Khusus Presiden dibentuk untuk memperlancar tugas Presiden.
Adapun Wiranto dilantik sebagai Penasihat Khusus Presiden bidang politik dan keamanan. Berikut rekam jejaknya.
Rekam jejak sang Jenderal
Pria kelahiran Yogyakarta 4 April 1947 ini merupakan lulusan Akademi Militer (Akmil) 1968. Sebelum menempati pucuk pimpinan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), saat ini Tentara Nasional Indonesia (TNI), Wiranto pernah menjadi ajudan Presiden Soeharto periode 1989-1993.
Setelah menjadi ajudan Presiden ke-2 RI Soeharto, karier militernya terbilang moncer. Tercatat Wiranto pernah menjabat sebagai Kepala Staf Kodam Jaya pada 1993, Panglima Kodam Jaya 1994, Pangkostrad 1996 dan kemudian menjadi Kepala Staf Angkatan Darat pada 1997.
Selain sebagai Panglima ABRI, Wiranto juga menduduki jabatan Menteri Keamanan Pertahanan (Menhankam) pada Kabinet Pembangunan VII 1998.
Sebagai seorang tentara, Wiranto juga mendapatkan segudang pengalaman, apalagi ketika menjabat sebagai Panglima, keadaan Bangsa Indonesia mengalami krisis, dan kerusuhan terjadi di mana-mana.
Bahkan akibat pergolakan politik pada waktu itu, Presiden ke-2 Soeharto resmi mengundurkan diri dari pucuk pimpinan setelah menjabat lebih dari 32 tahun.
Memasuki era transisi dari Orde Baru ke reformasi, Wiranto juga masih menempati jabatan sebagai Menhankam pada Kabinet Reformasi Pembangunan Presiden Habibie.
Setelah pemerintahan Presiden Ke-3 berakhir, kemudian Wiranto masuk pada Kabinet Persatuan Nasional Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, ia ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) 1999-2000.