TEMPO.CO, Jakarta - Universitas Indonesia memutuskan untuk menangguhkan kelulusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia. Keputusan tersebut merupakan hasil rapat koordinasi antara Majelis Wali Amanat, Dewan Guru Besar, Senat Akademik, dan rektorat UI pada Selasa, 12 November 2024.
“Mengingat langkah-langkah yang telah diambil oleh UI, kelulusan BL mahasiswa Program Doktor (S3) Sekolah Kajian Stratejik dan Global ditangguhkan,” demikian bunyi petikan siaran pers yang ditandatangani oleh Ketua MWA UI, Yahya Cholil Staquf, pada Selasa, 12 November 2024. Dalam keterangan tersebut, UI mengakui adanya kesalahan dari pihak universitas dalam pemberian gelar doktor terhadap Bahlil Lahadalia.
Sebelumnya, UI telah membentuk Tim investigasi Pengawasan Pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang terdiri dari unsur Senat Akademik dan Dewan Guru Besar. Tim tersebut melakukan audit investigatif terhadap penyelenggaraan Program Doktor (S3) di SKSG yang mencakup pemenuhan persyaratan penerimaan mahasiswa, proses pembimbingan, publikasi, syarat kelulusan, dan pelaksanaan ujian.
Selain menangguhkan kelulusan Bahlil, UI juga menunda penerimaan mahasiswa baru di Program Doktor Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG). “Berdasarkan hal tersebut, maka UI memutuskan untuk menunda sementara penerimaan mahasiswa baru di Program Doktor (S3) SKSG hingga audit yang komprehensif terhadap tata kelola dan proses akademik di program tersebut selesai dilaksanakan,” tulis MWA dalam keterangannya.
Berdasarkan keterangan tersebut, Dewan Guru Besar UI selanjutnya akan melakukan sidang etik terhadap potensi pelanggaran yang dilakukan dalam proses pembimbingan mahasiswa Program Doktor di SKSG.
Perihal siaran pers dari MWA, Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) UI, Amelita Lusia, mengatakan pihaknya masih menunggu arahan dari Rektor. "Kami tentu harus menunggu disposisi dari Rektor UI," ucap Amelita melalui pesan singkat pada Rabu, 12 November 2024.
Sebelumnya, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) sempat melayangkan penolakan terhadap pencantuman informan dalam disertasi Bahlil yang berjudul ‘Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia’.
“Kami tidak pernah memberikan persetujuan, baik secara tertulis maupun lisan, untuk menjadi informan utama bagi disertasi tersebut,” kata Koordinator Nasional JATAM, Melky Nahar, dalam surat resmi yang ditujukan kepada Rektor Universitas Indonesia, Ketua Senat Akademik UI, Ketua Dewan Guru Besar UI, serta Ketua Majelis Wali Amanat UI, tertanggal 6 November 2024.
Bahlil mendapat gelar doktor dari SKSG UI setelah menjalani sidang terbuka pada 16 Oktober 2024. Gelar yang diperoleh Bahlil dalam waktu kurang dari 2 tahun menuai polemik.
Tempo telah mencoba menghubungi Bahlil Lahadalia untuk dimintai tanggapan mengenai keputusan UI. Namun hingga artikel ini ditulis, yang bersangkutan tidak membalas pesan atau menjawab telepon dari Tempo.