Jakarta -
Anak-anak sudah boleh diajarkan berpuasa sejak usia dini, Bunda. Ketika berlatih, mereka bisa berpuasa secara bertahap seperti puasa setengah hari.
Meski begitu, terkadang anak-anak akan merengek untuk membatalkan puasanya. Penyebabnya pun beragam mulai dari merasa lapar, haus, bahkan tergoda dengan teman-temannya yang tidak berpuasa.
Ketika anak merengek untuk membatalkan puasanya ini, kira-kira apa yang perlu Bunda dan Ayah lakukan, ya?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal yang perlu dilakukan saat anak merengek minta buka puasa
Menurut Ustazah sekaligus Psikolog Klinis, Ustazah Tika Faiza, M.Psi., Psikolog, ada beberapa hal yang perlu Bunda lakukan ketika anak yang belum baligh merengek untuk membatalkan puasanya. Berikut penjelasannya:
1. Biarkan anak mengungkap perasaannya
Ustazah yang akrab disapa Faiza ini mengungkap bahwa ketika anak merengek untuk membatalkan puasanya, Bunda bisa mengajak mereka untuk mengungkapkan perasaannya terlebih dahulu. Setelah itu, Bunda bisa memberikan nasihat secara positif.
"Kalau ada anak yang ingin batal latihan puasanya, kita bisa menggunakan keadaan ini sebagai ruang untuk berdialog. Tentang apa itu? Memberikan kesempatan dia untuk mengungkapkan ketidaknyamanannya," ujarnya ketika diwawancarai HaiBunda, beberapa waktu lalu.
"Kemudian kita feedback dengan positif. 'Oh, enggak nyaman ya? Enggak enak ya? Enggak makan, enggak minum, karena biasanya semuanya dimakan, semuanya diminum. Oh iya, Bunda paham kok itu memang enggak nyaman, Bunda terima, enggak apa-apa, ayo, maunya gimana nih, Abang maunya gimana, dibatalkan latihannya?'," sambungnya.
Perlu diketahui bahwa anak dibesarkan dengan unconditional positive regard, Bunda. Artinya, anak diterima dan dicintai tanpa syarat. Ketika Bunda mengancam mereka dengan kalimat, 'Kamu anak Bunda kalau puasanya penuh', mereka akan merasa tertekan.
"Kenapa tertekan? Di saat sebenarnya kemampuannya belum sampai, tapi dia sudah dipaksa oleh orang tuanya untuk puasa penuh, padahal sebenarnya dia belum wajib sehingga terjadi proses inkongruensi. Saya ini belum bisa, tapi saya dipaksa untuk bisa. Terus di situ bisa terjadi secara kepribadian, dia akan merasa saya ini tidak sesuai dengan harapan. Dan dampaknya bisa sampai dewasa," tutur Ustazah Faiza.
2. Ajarkan anak tentang komitmen
Ketika akan mengajarkan anak berpuasa, Bunda bisa menggunakan konsep The Power of Briefing. Malam hari sebelum berpuasa, buatlah komitmen bersama anak, terlebih ketika mereka sudah mengetahui konsep jam.
"Abang besok puasa sampai jam berapa? Kalau dia sudah mengenal konsep jam, itu akan lebih baik. Misalnya puasa sampai jam 11 atau jam 1. 'Janji ya, kita belajar berkomitmen ya'. kalau besok ternyata dia merengek sebelum jamnya, mari kita ingatkan tentang komitmen itu," papar Ustazah Faiza.
Saat anak ingin membatalkan puasanya, Bunda bisa tanyakan alasan mengapa mereka ingin membatalkan puasanya itu. Namun, jangan lupa untuk tetap mengingatkan komitmen yang telah dibuat.
Bunda juga perlu melihat kondisi Si Kecil, ya. Jika dirasa anak lemas, latihan puasanya boleh dihentikan.
"Kalau memang kita melihat anak kita ini sepertinya kok kayaknya lemes banget, mari kita ingat lagi. Sepanjang dia belum terkena kewajiban berpuasa, tidak mengapa kalau misalkan dia mencukupkan latihannya, artinya dia boleh membatalkan latihan itu dengan makan atau minum," tutur Ustazah Faiza.
Jika anak ingin melanjutkan puasanya setelah makan dan minum, mereka diperbolehkan. Namun, pastikan Bunda menjelaskan bahwa ini adalah latihan menahan atau latihan berpuasa, dan bukan makna dari puasa itu sendiri.
"Boleh tidak dilanjutkan lagi? Boleh, tapi judulnya latihan menahan atau latihan berpuasa, bukan puasa itu sendiri, agar anak ini tidak mengalami distorsi. Ternyata puasa itu boleh disambung-sambung, ini kan pemahaman yang kurang tepat, karena dalam Islam namanya puasa dari subuh sampai maghrib," papar Ustazah Faiza.
3. Ajarkan nilai delay gratification
Selanjutnya, Bunda bisa ajarkan tentang nilai delay gratification ketika anak merengek untuk membatalkan latihan puasanya. Konsep ini mengajarkan anak untuk menunda kenyamanan dan kesenangannya dalam beberapa waktu.
"Puasa adalah momentum yang sangat tepat untuk mengajarkan itu (delay gratification). Kan tidak bisa makan, tidak bisa minum. Puasa ini bukan hanya tentang makan dan minum, tapi termasuk menahan hal-hal yang kemungkinan akan menurunkan kualitas puasa, misalnya terlalu lama main game, karena puasa itu kan targetnya bukan hanya makan dan minum saja, tapi membentuk kepribadian baik," jelas Ustazah Faiza.
"Biasanya nge-game sekian jam, mari di bulan puasa kita kurangi. Delay gratification ini, kalau bisa kita jelaskan dengan bahasa yang sederhana. Ditunda dulu kesenangannya, kita ajarkan dia pelan-pelan, dan sebagainya, kalau itu terbentuk dalam karakter dirinya, itu sangat bagus sekali," pungkasnya.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(mua/fir)