Aturan dan Hukum Berhubungan Intim di Bulan Ramadhan pada Malam Hari

1 month ago 37

Jakarta -

Ramadhan adalah bulan yang istimewa, Bunda. Bulan ketika umat muslim memperbanyak ibadah. Salah satunya dengan menunaikan kewajiban puasa. Seperti yang Bunda ketahui, saat menjalani puasa, semua hawa nafsu harus dikendalikan, termasuk berhubungan intim dengan suami atau istri. Lalu bagaimana aturan dan hukum berhubungan intim pasangan suami istri di bulan Ramadhan?

Tata cara berhubungan intim suami istri saat Ramadhan

Pada dasarnya tata cara berhubungan intim suami-istri di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan itu sama.

"Hal yang membedakan adalah di larang dilakukan di siang hari saat puasa di bulan Ramadhan. Jadi antara waktu setelah buka hingga waktu sahur boleh pilih waktu melaksanakannya," ujar Ustazah Nur Hidayani S.H., M.H, dari Majelis Tabligh dan Ketarjihan PP 'Aisyiyah kepada HaiBunda.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Hal yang membatalkan puasa bagi suami istri

Puasa menurut Bahasa Arab disebut as-saum atau as-siyam yang berarti menahan diri.

Rasulullah SAW bersabda:


عَنِ ابْنِ عُمَرََقالَ سَمِ ْعتُ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ َيقُوْلُ : اِذَاَاقْبَلَ اللَّيْلُ وََادْبَرَا لنَّ َهارُ َوغَاَب ِت الشَّمْسُ فَقَدْ َافْطَرَ الصَّاِئمُ ( رواه البخارى و مسلم)

Dari Ibnu Umar. Ia Berkata, "Saya telah mendengar Nabi besar SAW bersabda, 'Apabila malam datang, siang lenyap, dan matahari telah terbenam, maka sesungguhnya telah datang waktu berbuka bagi orang yang berpuasa'." (HR.Bhukori dan Muslim)


Menurut fatwa yang dikeluarkan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, hubungan suami-istri yang melibatkan hubungan intim di siang hari saat berpuasa Ramadhan dapat mengakibatkan pembatalan puasa.

"Hal ini berdasarkan pada prinsip dasar bahwa puasa adalah kewajiban menjauhi makan, minum, dan aktivitas seksual selama periode siang hari. Konsekuensi atas pelanggaran ini adalah adanya kewajiban mengganti puasa yang batal di luar bulan Ramadhan," tutur Ustazah Nur Hidayani.

Selain itu, individu yang melakukan pelanggaran tersebut juga dikenai kifarah, yang dapat diwujudkan melalui tiga pilihan. Pertama, memerdekakan seorang budak jika dimungkinkan.

Kedua, jika tidak mampu memerdekakan budak, pelaku diwajibkan untuk berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Dan ketiga, jika keduanya tidak dapat dilakukan, maka diharuskan memberi makan 60 orang miskin, dengan setiap orang menerima satu mud makanan pokok.

Hal ini didasarkan pada hadis Nabi SAW:

"Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Ketika kami sedang duduk di hadapan Nabi saw, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki, lalu berkata: Hai Rasulullah, celakalah aku. Beliau berkata: Apa yang menimpamu? Ia berkata: Aku mengumpuli istriku di bulan Ramadhan sedang aku berpuasa. Maka bersabdalah Rasulullah SAW: Apakah engkau dapat menemukan budak yang engkau merdekakan? Ia menjawab: Tidak. Nabi bersabda: Mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut? Ia menjawab: Tidak. Nabi bersabda: Mampukah engkau memberi makan enam puluh orang miskin? Ia menjawab: Tidak. Abu Hurairah berkata: Orang itu berdiam di hadapan Nabi SAW. Ketika kami dalam situasi yang demikian, ada seseorang yang memberikan sekeranjang kurma (keranjang adalah takaran), Nabi SAW bertanya: Di mana orang yang bertanya tadi? Orang itu menyahut: Aku (di sini). Maka bersabdalah beliau: Ambillah ini dan sedekahkanlah. Ia berkata: Apakah aku sedekahkan kepada orang yang lebih miskin daripada aku, hai Rasulullah. Demi Allah, tidak ada di antara kedua benteng-kedua bukit hitam kota Madinah ini keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku. Maka tertawalah Rasulullah SAW hingga nampak gigi taringnya, kemudian bersabda: Berikanlah makanan itu kepada keluargamu." [HR. al-Bukhari].

Hukum bermesraan dengan pasangan di siang hari saat bulan puasa

Bermesraan dengan suami atau istri di bulan puasa diperbolehkan, Bunda. Dalam hal ini mencakup perilaku mencium, mencumbu, maupun memeluk.

Majelis Tarjih Muhammadiyah telah membahas hukum mencium istri ketika puasa di dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 1 halaman 108 dan buku Tanya Jawab Agama Jilid 3halaman 150.

Menjawab permasalahan ini, Majelis Tarjih Muhammadiyah mengambil hadis yang diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha, beliau mengatakan:


كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ


"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencium dan mencumbu (istri-istri beliau) padahal beliau sedang berpuasa. Dan beliau adalah orang yang paling mampu mengendalikan nafsunya dibandingkan kalian." (HR Bukhari No. 1927 dan Muslim No. 1106)

Juga berdasarkan hadis dari Ummu Salamah:


عَنْ أُمِّ سَلَمَة : { أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم كَانَ يُقَبِّلُها وَهُوَ صَائِمٌ } . متفق عليه

"Dari Ummu Salamah: bahwa Nabi SAW pernah menciumnya, padahal beliau berpuasa" (HR Bukhari dan Muslim).

Atas dasar hadis di atas maka Majelis Tarjih menilai bahwa mencium istri di saat puasa tidak membatalkan puasa.
Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa pada hadits pertama telah disebutkan pernyataan Aisyah yang seakan menjadi peringatan bagi umat Islam, yaitu kalimat 'وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ' (dan beliau adalah orang yang paling mampu mengendalikan nafsunya dibandingkan kalian).

"Seakan-akan Aisyah ingin menyampaikan bahwa kemampuan Nabi Muhammad SAW dalam mengendalikan nafsunya itulah yang membuat beliau melakukan hal demikian meskipun di bulan puasa," ungkap Ustazah Nur Hidayani.

Artinya tidak semua orang memiliki kemampuan seperti Nabi Muhammad SAW dalam mengendalikan nafsunya.
Hal ini diperkuat dengan hadis sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau mengatakan:


أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْمُبَاشَرَةِ لِلصَّائِمِ فَرَخَّصَ لَهُ وَأَتَاهُ آخَرُ فَسَأَلَهُ فَنَهَاهُ فَإِذَا الَّذِي رَخَّصَ لَهُ شَيْخٌ وَالَّذِي نَهَاهُ شَابٌّ


"Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengenai cumbuan orang yang berpuasa, lalu beliau memberikan keringanan kepadanya. Dan ada orang lain datang kepada beliau dan bertanya mengenai hal yang sama, lalu beliau melarangnya. Ternyata orang yang beliau beri keringanan adalah orang yang sudah tua, sedangkan orang yang beliau larang adalah orang yang masih muda." (HR Abu Daud no. 2387 dan Ahmad no. 24631. Al-Albani berkata, "Hadits hasan shahih.")

Waktu terbaik berhubungan seks di bulan Ramadhan

Ustazah Nur Hidayani mengungkapkan, melakukan hubungan suami-istri di bulan Ramadhan boleh kapan saja selama di malam hari sejak habis buka hingga waktu sahur sebelum azan subuh.

Hukum berhubungan suami istri pada malam hari di bulan Ramadhan

Lebih lanjut suami istri diperbolehkan berhubungan pada malam hari di bulan Ramadhan.

Allah SWT berfirman:

اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عٰكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ ۝١٨٧


Dihalalkan bagimu pada malam puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkanmu. Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Akan tetapi, jangan campuri mereka ketika kamu (dalam keadaan) beriktikaf di masjid. Itulah batas-batas (ketentuan) Allah. Maka, janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa. (QS Al-Baqarah : 187).

Doa berhubungan intim dalam Islam

Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


« لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِىَ أَهْلَهُ فَقَالَ بِاسْمِ اللَّهِ ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ ، وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا . فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِى ذَلِكَ لَمْ يَضُرُّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا

"Jika salah seorang dari kalian (yaitu suami) ingin berhubungan intim dengan istrinya, lalu ia membaca do'a: [Bismillah Allahumma jannibnaasy syaithoona wa jannibisy syaithoona maa rozaqtanaa], "Dengan (menyebut) nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezki yang Engkau anugerahkan kepada kami", kemudian jika Allah menakdirkan (lahirnya) anak dari hubungan intim tersebut, maka setan tidak akan bisa mencelakakan anak tersebut selamanya" (HR. Bukhari no. 6388 dan Muslim no. 1434).

Tips berhubungan intim suami-istri saat bulan Puasa Ramadhan

Berhubungan intim suami-istri di siang bulan Ramadhan memang dilarang karena membatalkan puasa. 

"Adapun Allah Maha Bijaksana dan memahami gejolak nafsu hambaNya maka di malam hari diperbolehkan melakukannya," tutur Ustazah Nur Hidayani. 

Waktu mandi junub setelah berhubungan seks di bulan Ramadhan

Di antara Hadits-hadits Rasulullah saw adalah:


قَدْ كانَ رَسولُ اللهِ ﷺ يُدْرِكُهُ الفَجْرُ في رَمَضانَ وهو جُنُبٌ، مِن غيرِ حُلُمٍ، فَيَغْتَسِلُ ويَصُومُ


Artinya: "Bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW pernah memasuki waktu fajar, padahal ia dalam keadaan junub karena bergaul dengan istrinya, kemudian ia mandi (mandi janabah) dan melanjutkan puasa." (HR. Al-Bukhari dari 'Aisyah).

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari 'Aisyah istri Rasulullah SAW. Hadits ini menegaskan bahwa pada suatu ketika di bulan Ramadhan Rasulullah saw pernah junub sampai melewati terbit, yakni sampai masuk waktu puasa dan setelah terbit fajar itu barulah Rasulullah saw mandi janabah. Menurut Hadits ini mandi janabah (mandi wajib) boleh dilakukan setelah terbit fajar dan puasanya tetap sah.

Hadits yang mengandung pengertian yang sama, namun dengan redaksi yang sedikit berbeda diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Siti 'Aisyah r.a. mengatakan.

أنّ رسولَ اللهِ ﷺ كان يُدرِكُه الفجرُ وهو جُنبٌ مِن أهلِه ثمَّ يغتسِلُ ويصومُ

Artinya: "Sungguh Rasulullah saw pernah memasuki waktu fajar di bulan Ramadhan sedang ia dalam keadaan junub bukan karena mimpi, maka mandilah ia dan kemudian berpuasa (melanjutkan puasanya)." (HR. Muslim dan 'Aisyah).

"Jelaslah, bahwa pelaksanaan mandi wajib (mandi janabah) bagi orang yang akan menunaikan ibadah puasa boleh dilakukan setelah masuk waktu puasa atau setelah terbit fajar dan puasanya tetap sah," kata Ustazah Nur Hidayani

Lebih lanjut ia mengungkapkan, isihadits ini pun sesuai dengan pengertian yang diperoleh dari ayat al-Qur'an Surat al-Baqarah ayat 187, secara isyarah (isyarah an-nashsh):

اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤئِكُمْ

Artinya: "Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istri kamu...." (QS. al-Baqarah 2: 187)

"Kalau dipahami ibaratnya ('ibarah an-nashsh) ayat ini memberi pengertian tentang kebolehan kita mencampuri istri di malam hari, yakni sejak terbenam matahari hingga terbit fajar. Sedang kalau dipahami isyaratnya (isyarahan-nashsh), ayat ini memberikan petunjuk kepada kita tentang kebolehan sampai pagi dalam keadaan junub," ujar Ustazah Nur Hidayani. 

Menurutnya, hal ini mudah dipahami sebab kalau mencampuri istri boleh sampai terbit fajar, maka sudah tentu bagus memasuki waktu fajar kita masih dalam keadaan junub dan barulah setelah itu kita bersuci dengan mandi janabah.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(som/som)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online