Jakarta -
Materi tentang kesehatan reproduksi remaja bakal masuk dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, Bunda. Saat ini, United Nations Population Fund (UNFPA) Indonesia bekerja sama dengan Kementerian terkait sedang menyusun modul untuk guru terkait dengan kesehatan reproduksi.
Menurut Assistant Representative UNFPA Indonesia, Verania Andria, pendidikan tentang kesehatan reproduksi ini sangat penting dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Selain untuk memberikan pengetahuan ke anak, materi ini juga dapat membuat seorang anak perempuan menjadi berdaya di kemudian hari.
"Pendidikan tentang kesehatan reproduksi penting untuk masuk ke kurikulum pendidikan, agar anak perempuan bisa menghargai dirinya dan dapat mengambil keputusan ke depannya nanti," kata Verania, dalam acara UN Press Briefing Hari Perempuan Internasional 2025 di Kantor PBB di Jakarta, Kamis (6/3/25).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal yang sama juga disampaikan Gender Programme Specialist UNFPA Indonesia, Risya Kori. Menurutnya, pendidikan kesehatan reproduksi remaja dapat memberikan pemahaman tentang tanggung jawab anak terhadap tubuhnya. Pada akhirnya, hal tersebut dapat mencegah kekerasan seksual berbasis gender.
"Jadi nantinya seorang remaja itu bisa mulai memahami fungsi kesehatan reproduksinya, sehingga mereka bisa menjadi remaja yang bertanggung jawab terhadap tubuhnya. Dia juga bisa menentukan sendiri apa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya, termasuk juga bagaimana dia bisa mencegah dirinya untuk terhindar dari kekerasan berbasis gender, dan kekerasan seksual," ungkap Risya.
Kurikulum kesehatan reproduksi di sekolah
Modul tentang kesehatan reproduksi rencananya bakal masuk ke kurikulum sekolah, Bunda. Risya mengatakan bahwa saat ini modul tentang kesehatan reproduksi untuk para guru tengah disusun.
"Jadi UNFPA saat ini bersama dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah itu sudah menyusun satu modul atau kurikulum untuk guru yang terkait dengan kesehatan reproduksi remaja. Modul ini bisa dimasukkan oleh guru di kurikulum ekstrakurikuler, intrakurikuler, atau kokurikuler," ujar Risya.
"Kita sedang menjajaki dan melakukan asesmen sejauh mana kurikulum ini bisa dimanfaatkan oleh para guru," sambungnya.
Selain untuk para guru, modul untuk para murid juga tengah disusun, Bunda. Saat ini, UNFPA Indonesia sedang melakukan asesmen terhadap kurikulum yang sedang diterapkan di sekolah.
"Kita juga sedang melakukan asesmen untuk melihat kurikulum-kurikulum yang ada di pendidikan formal, untuk melihat sejauh mana mereka sudah memasukkan komponen-komponen kesehatan reproduksi remaja," ungkap Risya.
"Nah, dari situ, kita UNFPA berencana dengan kedua Kementerian tersebut untuk untuk menyusun satu modul untuk anak-anak di sekolah. Tadi kan modul guru, kalau yang ini untuk anak-anak."
Tak hanya untuk sekolah formal, modul yang sama juga rencananya akan masuk ke dalam sistem pendidikan pesantren. Untuk modul ini, UNFPA Indonesia tengah melakukan kerjasama dengan Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU).
"Sekarang ini kami juga sedang bekerjasama dengan LKKNU untuk juga menyusun satu modul kesehatan reproduksi remaja untuk anak-anak pesantren," kata Risya.
Modul kesehatan reproduksi untuk jenjang SMP
Modul kesehatan reproduksi di kurikulum ini nantinya bakal menyasar siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Menurut Risya, usia anak SMP dianggap ideal untuk mendapatkan intervensi terkait pendidikan kesehatan reproduksi.
"Kalau di sini yang kita fokuskan itu rentang anak SMP, karena di situ kita bisa melakukan intervensi yang lebih efektif. Kalau untuk yang di SD itu agak sulit, apalagi sistem pendidikan Indonesia itu gurunya hanya satu untuk satu kelas SD, jadi ini akan sangat bergantung dengan gurunya," ujar Risya.
"Sedangkan SMP agak sedikit berbeda. Studi kita juga mengatakan bahwa SMP ini adalah usia yang sangat efektif ketika kita mau melakukan intervensi kesehatan remaja. Sementara kalau dikasih ke SMA sudah terlambat."
Modul kesehatan reproduksi untuk anak usia remaja ini akan berisi materi-materi penting tentang siklus haid, pubertas, dan kekerasan berbasis gender (KBG), Bunda.
Kapan akan diimplementasikan?
UNFPA Indonesia belum bisa memastikan kapan modul kesehatan reproduksi ini masuk ke kurikulum sekolah. Namun, UNFPA Indonesia berharap modul bisa secepatnya masuk sekolah.
"Kalau yang guru itu sudah diterapkan. Tapi kalau yang modul untuk anak sekolah ini sedang kita lakukan assessment, mudah-mudahan dalam tahun ini kita sudah bisa menyusun modul," ungkap Risya.
Demikian penjelasan terkait pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi di kurikulum anak sekolah. Semoga informasi ini bermanfaat ya, Bunda.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ank/som)