TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Yose Rizal Damuri, mengatakan ada hampir 9 ribu peraturan menteri yang beredar di Indonesia sebelum Kabinet Merah Putih Prabowo Subianto.
Yose mengatakan selain peraturan menteri, ada pula puluhan ribu surat edaran menteri yang berlaku dan menjadi dasar untuk regulasi teknis di Indonesia.
“Anda bisa bayangkan dengan kementerian yang bertambah ini menjadi 42, begitu juga ada badan-badan yang lainnya, berapa banyak regulasi-regulasi yang akan dikeluarkan,” kata Yose dalam diskusi webinar ‘Merespons Kabinet Prabowo-Gibran: Implikasi, Risiko, dan Masukan’ yang ditayangkan kanal YouTube CSIS Indonesia, Jumat, 25 Oktober 2024.
Menurut Yose, Indonesia seharusnya tidak menjadi negara yang memproduksi regulasi secara aktif. Semestinya, kata dia, Indonesia bisa meminimalkan jumlah produk hukum atau streamlining regulasi. Apalagi banyaknya kabinet Prabowo juga memiliki lembaga yang punya otoritas mengeluarkan produk hukum sendiri.
“Jadi streamlining regulasi menjadi sangat penting di sini untuk ke depannya,” ujar Yose.
Presiden Prabowo Subianto mengumumkan nama-nama menteri, wakil menteri dan pejabat setingkat mentri Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta, Ahad malam, 20 Oktober 2024.
Ada 108 orang yang ditunjuk Prabowo untuk menjadi pembantunya dalam pemerintahan. Mereka terdiri atas 7 menteri koordinator, 41 menteri, 55 wakil menteri, dan 5 pejabat setingkat menteri termasuk jaksa agung dan sekretaris kabinet.
Jumlah kementerian ini lebih banyak dari kabinet Presiden Joko Widodo yang berjumlah 34 kementerian, termasuk kementerian koordinator.
Iklan
Gemuknya kabinet Prabowo juga dikritik ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Fadhil Hasan. Dia mengatakan penambahan jumlah kementerian di kabinet Presiden Prabowo Subianto tidak efisien dan perubahan nomenklatur akan membuat tantangan di masa awal pemerintahan Prabowo lebih berat.
“Risiko dari kabinet super gemuk dalam 1-2 tahun ke depan, selain soal inefisiensi, gerakannya sudah pasti lamban,” kata dia lewat pernyataan resmi, Selasa, 22 oktober 2024.
Padahal, Fadhil mengatakan, Prabowo ingin gerak cepat dalam pelaksaan berbagai program dan visinya. Masalah lain yang akan datang adalah berkaitan dengan koordinasi. Dengan kabinet gemuk ditambah berbagai menteri koordinator dan badan, maka koordinasi kemungkinan besar sulit. “Siapa bertanggung jawab dan satu dengan lainnya timbul overlapping,” kata dia.
Daniel A Fajri, Ilona Estherina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Tanggapan Pramono-Rano dan RIDO soal Survei LSI Pilgub Jakarta