Hukum Belum Siap Punya Anak setelah Menikah dalam Islam, Apakah Boleh Menunda Kehamilan?

3 months ago 54

8000 Hoki Online Data Demo website Slot Gacor Vietnam Terkini Sering Win Full Banyak

hoki kilat Agen web Slot Maxwin Vietnam Online Sering Scatter Full Non Stop

1000 hoki List Situs situs Slots Maxwin Singapore Terkini Sering Lancar Scatter Online

5000 hoki Situs situs Slots Maxwin China Terbaik Mudah Lancar Win Full Setiap Hari

7000 hoki Platform website Slots Gacor Myanmar Terkini Sering Menang Full Setiap Hari

9000hoki List Daftar situs Slot Maxwin Thailand Terbaik Pasti Jackpot Online

Alternatif Daftar situs Slots Gacor server Philippines Terpercaya Pasti Scatter Setiap Hari

Idagent138 login Slot Gacor Terpercaya

Luckygaming138 Id Slot Anti Rungkad

Adugaming Daftar Akun Slot Anti Rungkat Terpercaya

kiss69 Id Slot Game Terpercaya

Agent188 Daftar Id Slot

Moto128 login Id Slot Anti Rungkad Terbaik

Betplay138 login Slot Anti Rungkad Online

Letsbet77 Akun Slot Anti Rungkad Terbaik

Portbet88 login Slot Maxwin

Jfgaming login Slot Maxwin Terbaik

MasterGaming138 login Slot Gacor Terpercaya

Adagaming168 Daftar Slot Gacor

Kingbet189 Daftar Slot Anti Rungkad Terbaik

Summer138 login Slot Terbaik

Evorabid77 Daftar Slot Anti Rungkad Terbaik

Jakarta -

Menikah dan punya anak dapat melengkapi keluarga kecil yang dibina. Tetapi, ada juga pasangan yang mungkin merasa belum siap memiliki anak terlebih dahulu dan menundanya. Bagaimana hukum belum siap punya anak setelah menikah dalam Islam ya, Bunda?

Banyak pasangan yang ingin sekali langsung punya anak setelah menikah dan ada juga sebagian lainnya yang memilih menundanya sementara waktu atas berbagai alasan. Misalnya saja karena merasa belum siap secara usia, persiapan ekonomi yang belum mapan, kesibukan pekerjaan, dan deretan alasan lainnya.

Apa pun alasan yang mendasarinya tentunya hal tersebut merupakan keputusan pribadi masing-masing ya, Bunda. Meski sebenarnya kehadiran anak membawa rezekinya masing-masing seperti tertuang dalam Firman Allah di QS Al Isra ayat 31.

وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا 

Artinya: "Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan (juga) kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka itu adalah suatu dosa yang besar.” (QS Al Isra ayat 31)

Ayat ini melarang manusia untuk membunuh anak-anak karena takut miskin. Mungkin, saat ini membunuh anak karena takut miskin terbilang jarang. Tetapi, pola takut miskin makin hari makin menjadi, khususnya dengan sulitnya mencari lapangan pekerjaan atau besarnya biaya hidup.

Walaupun perbuatan manusianya berbeda tetapi sebabnya sama yaitu sama-sama takut miskin, seperti dikutip dari Buku Ensiklopedia Islam (AKidah, Ibadah, Muamalah, Tematik) yang ditulis Dr Makmur Dongoran, Lc, M.Si. dan diterbitkan PT Publica Indonesia.

Pada seminar ketiga 23-30 Rabiul Akhir tahun 1400 Majma' Fiqih Islam telah mengeluarkan keputusan terkait pembatasan keturunan (tahdid an-nasl) sebagai berikut:

Syariat Islam telah mendorong manusia untuk memperbanyak keturunan, dan dapat menyebar di seluruh penjuru dunia. Oleh karena itu, keturunan merupakan karunia terbesar dari Allah atas manusia. 

Dalil-dali dari Al-Qur'an dan sunnah begitu lengkap yang menjelaskan bahwa pembatasan keturunan atau mencegah kehamilan adalah bertentangan dengan fitrah manusia yang telah Allah ciptakan. Tujuan pembatasan keturunan tidak lain adalah untuk meminimalisir jumlah kaum muslimin secara umum, dan jumlah bangsa Arab secara khusus.

Oleh karena itu, ini adalah salah satu cara untuk melemahkan persatuan kaum muslimin dengan tujuan bisa menguasai negara-negara Islam, mengambil kekayaan kaum muslimin, dan melemahkan kekuatan kaum muslimin.

Untuk itu, majlis Majma' Fiqih Islam mengeluarkan keputusan yang sifatnya ijma' (konsensus) yaitu bahwa tidak boleh melakukan pembatasan keturunan secara mutlak, dan tidak boleh mencegah kehamilan jika tujuannya adalah karena takut miskin atau sebab-sebab lain yang tidak sesuai dengan syariat. Sebab, Allah-lah Pemberi Rezeki, dan tidaklah segala sesuatu yang bergerak di permukaan bumi ini kecuali rezekinya sudah ditanggung oleh Allah.

Adapun jika mencegah kehamilan atau menunda kehamilan atau sebab uzur syar'i, seperti karena kondisi personal yang darurat atau dapat memudaratkan perempuan atau si perempuan tidak bisa melahirkan dalam kondisi normal sehingga ia terpaksa melahirkan dengan cara operasi caesar maka alasan ini diperbolehkan secara syariat. Begitu juga keadaan-keadaan lainnya yang sesuai dengan syariat atau karena kondisi kesehatan yang telah ditetapkan oleh dokter muslim yang terpercaya. 

Dalam pandangan lainnya juga dibahas mengenai bagaimana pasangan menunda kehamilan. Sering kali penggunaan alat KB juga menjadi cara yang dilakukan untuk menunda kehamilan. Lantas, bagaimana pandangan Islam terkait hal ini ya, Bunda?

Menurut Undang-undang (UU) No 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, KB didefinisikan sebagai upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. 

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa program KB bertujuan untuk sesuatu yang baik. Salah satunya berhubungan dengan pengaturan kelahiran ya, Bunda.

Terkai hal tersebut, Ustadzah Lailatis Syarifah, Lc., M.A. dari Majelis Pembinaan Kader PP Aisyiyah dan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah mengatakan bahwa bisa dibilang program KB tidak hanya tentang menunda kelahiran, tetapi juga berhubungan dengan usia perkawinan, ketahanan dan kesejahteraan keluarga.

"Menurut program KB yang berhubungan dengan kelahiran adalah pengaturan kelahiran yang dalam istilah fikih disebut tandzîm an-nasl bukan tahdîd an-nasl yang artinya pembatasan keturunan," imbuhnya.

Berbicara mengenai pembatasan keturunan dalam Islam, ada sudut pandang yang memang melarang umatnya meniadakan keturunan (menggugurkan kandungan), apalagi bila alasannya karena takut miskin, sebagaimana dalam surat Al-An'am ayat 151, Al-Isra ayat 31, dan at-Takwir ayat 8-9.

Dalam al-Isra ayat 31 disebutkan:

وَلاَ تَقْتُلُوا أَوْلاَدَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاَقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا

Artinya: "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu Karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar."

Sementara itu, berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2005 tentang aborsi, dapat pula dipahami bahwa pencegahan kelahiran anak yang dimaksud dimulai sejak nidasi (masa pembuahan). Artinya, mencegah kehamilan yang sudah diberikan Allah dalam rahim hukumnya haram, Bunda.

Namun, berbicara lebih lanjut mengenai pengaturan kelahiran ini, para ulama memiliki pendapat yang berbeda. Ada yang mengharamkan secara mutlak, ada yang membolehkan dengan syarat.

Namun, jika kita melihat hadis tentang coitus interruptus yang dalam hadis Rasul disebut dengan 'azl, terdapat dua macam hadis yang seakan bertentangan dalam menunjukkan hukum pengaturan kelahiran dengan 'azl, yakni:

كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَبَلَغَ ذَلِكَ نَبِىَّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَلَمْ يَنْهَنَا.

Artinya: "Kami dahulu melakukan 'azl di masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan sampai ke telinga beliau, namun beliau tidak melarangnya." (HR. Muslim)

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُعْزَلَ عَنِ الْحُرَّةِ إِلاَّ بِإِذْنِهَا.

Artinya: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang melakukan 'azl terhadap wanita merdeka kecuali dengan izinnya." (HR. Ibnu Majah no. 1928, Al Baihaqi dalam Al Kubro 7: 231. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dha'if)

Namun, sebenarnya jika dipahami secara holistik, kedua hadis tersebut tidaklah bertentangan, Bunda. Hadis pertama menunjukkan bahwa Rasul tidak melarang 'azl, sementara hadis kedua bukan menunjukkan pelarangan 'azl, tetapi menjelaskan bahwa 'azl harus dilakukan dengan kerelaan istri, karena itu mengganggu kenikmatan istri dalam berhubungan.

"Jadi, dapat kita pahami bahwa pada dasarnya pengaturan kelahiran sudah dilakukan sejak lama, bahkan tertulis dalam hadis Rasulullah SAW dan beliau tidak melarangnya. Namun, harus dengan musyawarah dan kerelaan kedua belah pihak (suami dan istri)," ujar Ustazah Lailatis.

"Pengaturan kelahiran boleh dilakukan, namun jika Allah takdirkan janin tetap hadir, meskipun sudah diusahakan dengan pengaturannya, maka menghalangi kelahiran anak itu haram hukumnya."

Secara umum, dapat dipahami bahwa menunda kehamilan diperbolehkan dalam Islam. Ustazah Lailatis mengatakan bahwa cara yang dilakukan untuk menunda ini haruslah tepat atau halal, misalnya penggunaan kontrasepsi.

"Manusia boleh berusaha mengatur kelahiran dengan cara yang halal seperti penggunaan alat kontrasepsi, pengaturan waktu berhubungan dan lainnya," ungkap Ustazah Lailatis.

Nah, penundaan kehamilan ini juga boleh dilakukan kapan saja, dengan alasan yang halal. Salah satu alasannya agar tidak meninggalkan anak dalam keadaan lemah, sesuai firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 9 yang isinya:

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

Artinya: "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar."

Batas akhir menunda kehamilan yang dimaksud tersebut adalah sampai Allah takdirkan kehadiran janin dalam rahim. Jika Allah sudah memberikan janin dalam rahim Bunda, maka haram melakukan pencegahan apa pun terhadap kelahiran anak ini.

Pencegahan (aborsi) hanya boleh dilakukan dalam keadaan darurat, sebagaimana kaidah fikih menyatakan:

الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ

Keadaan darurat yang dimaksud adalah di mana jika tidak dilakukan hal tersebut (aborsi), maka akan membawa kepada kehancuran atau kehilangan nyawa.

"Sebagai contoh, jika bayi yang ada dalam janin dipertahankan, maka akan mengganggu keselamatan ibu janin, maka ini disebut keadaan darurat," kata Ustazah Lailatis.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(pri/pri)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online