Kisah Baju Lebaran Hasan dan Husein yang Dibawa Penjaga Surga

19 hours ago 3

Salah satu kisah paling terkenal dari cucu kesayangan Nabi Muhammad SAW, Hasan dan Husein, adalah momen ketika mereka menerima baju Lebaran dari malaikat penjaga surga. Kisah ini sangat relate dengan tradisi umat Islam yang sering menyambut kemenangan Idul Fitri dengan mengenakan baju baru.

Selain itu, Hasan dan Husein juga menyimpan banyak cerita lain yang penuh dengan nilai teladan dan inspirasi. Mereka adalah pemuda yang gigih dalam mempertahankan nilai-nilai agama di tengah masyarakat.

Tidak heran jika berbagai kisah hidup cucu Rasulullah ini sangat baik untuk diceritakan kepada anak-anak, Bunda. Mengutip dari berbagai sumber, berikut adalah kumpulan kisah singkat Hasan dan Husein yang inspiratif!

Kisah baju Lebaran Hasan dan Husein yang dibawa penjaga surga

Idul Fitri adalah momen yang begitu dinanti oleh seluruh umat Islam usai berpuasa Ramadhan, tak terkecuali Hasan dan Husein, cucu-cucu tercinta Rasulullah SAW.

Namun, di hari yang penuh kebahagiaan itu, Hasan dan Husein merasa sedih. Mereka begitu bersedih hati karena tidak memiliki pakaian baru untuk dikenakan selama hari raya.

Dengan penuh harap, Hasan dan Husein bertanya kepada ibu mereka, Sayyidah Fatimah, tentang pakaian baru yang tak kunjung diberikan.

"Wahai Ibu, anak-anak di Madinah sudah mengenakan pakaian Lebaran yang indah, tetapi kami belum. Kenapa Ibu tidak menghiasi kami?" tanya mereka, seperti yang diceritakan dalam buku Jangan Terlalu Berlebihan dalam Beribadah hingga Melupakan Hak-hak Tubuh karya Nur Hasan.

Mendengar pertanyaan itu, Sayyidah Fatimah menjawab dengan lembut, "Baju kalian masih di tukang jahit." Jawaban itu terus diulangnya setiap kali Hasan dan Husein bertanya.

Namun, hingga malam hari raya tiba, pakaian baru untuk Hasan dan Husein masih belum datang. Mereka kembali bertanya kepada ibu mereka.

Sayyidah Fatimah pun merasa sedih dan meneteskan air mata. Dia merasa bersalah karena tidak memiliki uang untuk membeli baju baru untuk kedua putranya.

Pasalnya, keluarga Ali bin Abi Thalib dan Fatimah tidak sekaya sahabat-sahabat Nabi lainnya, meskipun mereka adalah keluarga Rasulullah SAW.

Di tengah kesedihan yang merelung, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu. Sayyidah Fatimah pun segera menghampiri dan bertanya, "Siapa di sana?"

"Wahai putri Rasulullah SAW, saya adalah tukang jahit. Saya datang membawa hadiah pakaian untuk kedua putramu," jawab suara dari luar.

Fatimah pun segera membuka pintu dan melihat seorang tukang jahit membawa bingkisan. Dengan penuh rasa ingin tahu, ia menerima bingkisan tersebut. Ketika dibuka, di dalamnya terdapat dua gamis, dua celana, dua mantel, dua sorban, dan dua pasang sepatu hitam yang sangat indah.

Fatimah memanggil Hasan dan Husein untuk melihat isi bingkisan itu. Keduanya sangat bahagia melihat pakaian baru yang menanti mereka. Namun, Fatimah masih bingung tentang siapa tukang jahit yang datang membawa bingkisan itu.

Tak lama kemudian, Rasulullah datang dan melihat kedua cucunya yang rapi mengenakan pakaian baru yang indah. Dengan penuh kasih sayang, Nabi SAW menggendong Hasan dan Husein serta menciumi mereka.

Rasulullah kemudian bertanya kepada Fatimah, "Apakah engkau melihat tukang jahit tersebut?"

"Iya, aku melihatnya," jawab Fatimah.

"Putriku, dia bukanlah tukang jahit. Dia adalah malaikat Ridwan, sang penjaga surga," jelas Rasulullah.

Ternyata, bingkisan yang berisi pakaian baru untuk Hasan dan Husein adalah pakaian surga yang dikirim langsung oleh malaikat Ridwan. Mendengar penjelasan itu, Fatimah sangat terkejut dan terus-menerus mengucap puji syukur kepada Allah SWT.

Di malam hari raya itu, keluarga mereka dipenuhi dengan kebahagiaan. Pakaian baru untuk kedua putranya telah siap dipakai untuk merayakan Idul Fitri keesokan harinya. Keceriaan dan rasa syukur menyelimuti rumah mereka, menjadikan hari itu semakin istimewa.

Kisah Hasan dan Husein, cucu kesayangan Nabi Muhammad SAW

Dari sekian banyak cucu Nabi Muhammad SAW, Hasan dan Husein adalah keturunan Rasulullah yang paling menarik perhatian dengan berbagai kisah inspiratif. Cerita tentang keduanya menjadi bagian penting dari sejarah Islam yang menginspirasi umat di setiap zaman.

Sejak lahir hingga akhir hayatnya, Hasan dan Husein memberikan teladan yang patut dicontoh, terutama bagi generasi muda. Berikut adalah kisah mereka, Bunda!

Kisah kelahiran Hasan dan Husein dan pemberian namanya

Pada pertengahan Ramadhan di tahun ketiga Hijriah, lahirlah seorang bayi yang istimewa. Bayi tersebut adalah Hasan bin Ali bin Abi Thalib, yang sering dipanggil Abu Muhammad. Ia adalah anak pertama dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra. 

Hasan sangat mirip dengan kakeknya, Nabi Muhammad SAW. Menurut buku Tarikh Khulafa yang ditulis oleh Imam As-Suyuthi, sosok Hasan dikatakan memiliki penampilan dan karakter yang sangat mirip dengan Rasulullah.

Bahkan, di antara semua orang, tidak ada yang semirip Nabi Muhammad SAW seperti Hasan. Hal ini membuat banyak orang merasa bangga dan terharu melihatnya.

Nama Hasan sendiri diberikan oleh Nabi Muhammad SAW, yang menunjukkan betapa besar kasih sayang dan perhatian Nabi terhadap cucunya. Nama Hasan berarti "yang baik" atau "yang indah", dan itu mencerminkan kebaikan hati serta keistimewaan yang dimiliki oleh Hasan bin Ali.

Tak lama dari kelahiran Hasan, lahir juga seorang bayi yang tak kalah istimewa, yaitu Husein bin Ali bin Abi Thalib, adik dari Hasan.

Sama seperti kakaknya, nama Husein juga merupakan pemberian dari kakeknya, Nabi Muhammad SAW. Nama Husein memiliki makna yang mendalam dan penuh kasih.

Sebuah riwayat dari Sa'ad menyebutkan bahwa Hasan dan Husein adalah dua nama dari penghuni surga. Tidak ada seorang pun di antara orang Arab yang memakai nama tersebut pada zaman jahiliyah.

"Hasan dan Husein adalah dua nama dari nama-nama penghuni surga, dan tidak ada seorang Arab pun yang memakai nama tersebut pada zaman jahiliyah," ungkap Imran bin Sulaiman (HR Sa'ad).

Al-Mufadhdhal juga menambahkan, "Allah menyembunyikan nama Hasan dan Husein sampai Rasulullah menamai kedua cucunya dengan dua nama tersebut."

Kisah masa kecil Hasan dan Husein

Semasa kecil, Hasan dan Husein tumbuh dengan sangat mengesankan di bawah asuhan keluarga Rasulullah. Meskipun usianya masih belia, kedua putra Fatimah ini sudah memiliki ilmu agama yang mumpuni.

Sejak dini, Hasan dan Husein dididik untuk mempelajari Al-Qur'an, hadis, dan syariat-syariat agama. Mereka juga tidak lalai untuk berkunjung dan beribadah tepat waktu di masjid.

Suatu hari, keduanya pergi ke masjid untuk melaksanakan salat. Di sana, mereka melihat seorang lelaki tua yang sedang berwudhu sebelum masuk untuk menunaikan salat.

Namun, Hasan dan Husein merasa bingung dengan cara wudhu yang dilakukan oleh kakek tersebut. Mereka sadar bahwa langkah-langkah wudhu yang dilakukan tidak benar. Jika wudhu tidak sempurna, salat pun menjadi tidak sah.

Meskipun ingin segera menegur kakek itu, Hasan dan Husein merasa khawatir bahwa teguran mereka bisa menyinggung perasaan orang tersebut. Setelah berdiskusi dan merundingkan siasat yang bijaksana, mereka sepakat untuk menghampiri sang pria tua setelah ia selesai salat.

Di hadapan pria tua itu, Hasan dan Husein berpura-pura berdebat tentang siapa di antara mereka yang melakukan wudhu dengan benar. Keduanya yakin bahwa cara wudhu masing-masing adalah yang paling tepat.

"Wudhuku yang benar!" kata Hasan. Husein pun membalas, "Bukan, wudhuku yang benar!"

Suara Hasan semakin lantang, "Tidak! Wudhuku!"

Karena tidak kunjung menemukan kesepakatan, Hasan dan Husein menghampiri pria tersebut dan bertanya, "Kakek, maukah engkau menilai siapa yang benar di antara cara wudhu yang kami lakukan?"

Keduanya pun segera mengambil wudhu di depan kakek itu. Setelah menyaksikan langkah dan cara wudhu Hasan dan Husein, kakek tersebut merasa terkejut. Ia menyadari bahwa wudhu yang selama ini ia lakukan tidak sempurna dan tidak sebaik yang dilakukan oleh kedua cucu Rasulullah tersebut.

Kisah Hasan dan Husein satu ini mengajarkan umat Muslim bahwa dengan kebijaksanaan dan cara yang lembut, maka bisa membantu orang lain untuk belajar dan memperbaiki diri. Keduanya adalah contoh yang baik dalam menyampaikan kebenaran dengan penuh kasih sayang.

Kisah Husein cucu Nabi Muhammad SAW yang mati syahid dipenggal

Salah satu kisah paling mengharukan dan tragis dalam sejarah Islam terjadi pada Sayyidina Husein bin Ali. Ia adalah anak dari Fatimah Az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib, dua sosok yang sangat dicintai oleh Rasulullah.

Hidup Husein tidaklah mudah. Ia harus menghadapi banyak ujian dan kehilangan orang-orang terkasihnya.

Suatu ketika, Malaikat Jibril datang membawa kain kafan dari surga untuk Rasulullah dan orang-orang tercintanya. Kain kafan itu sangat istimewa, tetapi sayangnya, Husein tidak mendapatkannya. Mengapa? Karena Husein akan menjadi syahid, seorang pahlawan yang berjuang di medan perang.

Husein mengalami ujian yang sangat berat. Kakeknya, Rasulullah SAW, wafat karena sakit. Ibunya, Fatimah Az-Zahra, juga wafat karena sakit. Ayahnya, Ali bin Abi Thalib, dibunuh saat sedang menunaikan salat subuh. Kakaknya, Hasan, wafat sebagai syuhada. Meskipun begitu, Sayyidina Husein menjalani semua ujian itu dengan penuh kesabaran.

Ketika Yazid bin Mu'awiyyah dinobatkan menjadi khalifah, Husein tidak setuju. Ia dan banyak kaum Muslimin merasa bahwa Yazid adalah seorang yang korup, peminum khamar, dan tidak layak memimpin.

Selain itu, Yazid memperoleh kedudukan itu karena warisan ayahnya, Mu'awiyyah bin Abu Sufyan, yang memerintah dengan prinsip-prinsip yang bertentangan dengan ajaran Rasulullah SAW.

Di Makkah, Husein menerima banyak surat dari penduduk Kufah. Surat-surat itu berisi dukungan untuknya dan meminta Husein datang ke Kufah untuk dinobatkan sebagai khalifah.

Husein, yang saat itu berada di Madinah, tidak bersumpah setia kepada Yazid karena kelakuan buruknya. Ia pun mengutus sepupunya, Muslim bin Aqil, ke Kufah sebagai duta untuk melihat keadaan di sana.

Muslim bin Aqil tinggal bersama Al Mukhtar, dan rakyat Kufah berkumpul untuk mendukung Husein. Namun, semua itu ternyata hanya kepalsuan semata.

Meskipun demikian, Husein tetap pada pendiriannya untuk menuju Kufah. Setelah tiba di daerah Bathnur Rummah, ia menulis surat kepada penduduk Kufah untuk memberitahukan bahwa dirinya sudah sampai di sana. Sayangnya, utusannya, Qais bin Mashar as-Saidawi, tertangkap dan dibunuh.

Ketika Husein melanjutkan perjalanan hingga tiba di Zarud, ia mendengar kabar bahwa Muslim bin Aqil dan Hani' bin Urwah telah terbunuh. Ia juga mendapatkan informasi tentang pengkhianatan yang dilakukan oleh orang-orang Kufah.

Dilanda kesedihan, Husein pun memutuskan untuk pulang. Namun, orang-orang Bani Aqil berkata, "Bagi kami, tidak ada gunanya hidup setelah Muslim bin Aqil terbunuh. Kami tidak akan kembali sampai kami mati."

Mendengar hal itu, Husein pun berkata, "Lantas, apa gunanya aku hidup setelah mereka mati?"

Akhirnya, Husein memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya ke Kufah. Ketika sampai di Zubalah, ia dan rombongannya bertemu dengan Umar bin Sa'ad dan Ibnul Asy'ats yang membawa surat dari Muslim bin Aqil yang menyampaikan ketidakpedulian penduduk Kufah terhadapnya.

Walaupun dihadang oleh al-Hurru bi Yazid at-Tamimi atas perintah Ubaidillah bin Ziyad, Husein akhirnya tiba di Karbala pada tanggal 2 Muharram 61 H.

Kedatangannya disambut hangat oleh penduduk setempat yang konon mencapai 100.000 orang yang siap menyatakan janji setia kepada Husein. Namun, kekhawatiran Husein dan keluarganya menjadi kenyataan.

Pada akhirnya, Husein beserta rombongannya dikepung selama beberapa hari. Tepat pada tanggal 10 Muharram 61 H, sebanyak 5.000 pasukan yang dipimpin oleh Umar bin Sa'ad bin Abi Waqash menyerbu rombongan Husein. Tujuan pengepungan ini adalah untuk memaksa Husein mengakui kekuasaan Khalifah Yazid bin Mu'awiyyah.

Dalam pertempuran itu, rombongan Husein hanya berjumlah 72 orang, terdiri dari 32 prajurit berkuda dan 40 pejalan kaki, serta anak-anak dan perempuan. Dengan jumlah yang tidak seimbang, tentu saja membuat pasukan Husein kalah telak.

Dalam pertempuran itu, Husein terluka parah. Ibnu Katsir dalam Kitab Al-Bidayah wan Nihayah mengisahkan, pada 10 Muharram, pasukan Ubaidillah bin Ziyad memukul kepala Husein dengan pedang hingga berdarah. Husein membalut lukanya dengan merobek kain jubahnya, tetapi balutan itu segera penuh dengan darah.

Saat itu, panah juga dilepaskan dan mengenai leher Husein. Meskipun terluka, ia masih hidup dan berusaha menuju sungai untuk minum, tetapi pasukan itu mengepung dan tidak membiarkannya. Akhirnya, Husein dibunuh oleh Sina bin Anas bin Amr Nakhai, yang memenggal kepalanya dan menyerahkannya kepada Khawali bin Yazid.

Para ulama berselisih pendapat tentang waktu terbunuhnya Husein, tetapi mayoritas menguatkan bahwa ia wafat pada hari Asyura bulan Muharram tahun 61 H. Ibnu Hajar al-Asqalani juga menguatkan bahwa umur Husein saat wafat adalah 56 tahun.

Rizem Aizid dalam buku Mahar Bidadari Surga menjelaskan bahwa bagi para Muslim yang meninggal di medan perang dan berjuang tanpa maksud tertentu, mereka termasuk dalam jihad fisabilillah.

Oleh karena itu, seseorang yang mati syahid tidak perlu dimandikan, tidak perlu diberi kain kafan. Jasad seseorang yang mati syahid cukup dikuburkan dengan pakaian lengkap yang dipakainya ketika berjuang.

Dengan wafatnya Husein, ia menjadi cucu Nabi Muhammad SAW yang tidak mendapatkan kain kafan dari Malaikat Jibril. Namun, ia mendapatkan sesuatu yang lebih berharga, yaitu gelar syahid. Husein menjadi simbol keberanian dan perjuangan untuk kebenaran.

Demikianlah kisah menarik tentang cucu Nabi Muhammad SAW, Hasan dan Husein, mulai dari baju Lebaran, masa kecil, hingga akhir hayat mereka. Semoga bacaan ini dapat Bunda manfaatkan sebagai media untuk mengajarkan sejarah agama dan memberikan teladan bagi Si Kecil!

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(rap/rap)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online