KKP Ungkap Faktor Kematian Dugong dan Lumba-Lumba di NTT

3 weeks ago 7

INFO NASIONAL - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama masyarakat baru-baru ini menangani kasus mamalia laut yang terdampar di Pantai Desa Pariti, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, yang berada di wilayah Taman Wisata Alam Laut Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kejadian ini membuka mata banyak pihak tentang pentingnya upaya pelestarian dan penyelamatan biota laut yang semakin terancam akibat berbagai faktor alam maupun aktivitas manusia.

Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Victor Gustaaf Manoppo, dalam keterangan persnya di Jakarta pada Sabtu, 26 Oktober 2024, mengungkapkan bahwa sejumlah faktor kerap menyebabkan mamalia laut seperti dugong dan lumba-lumba terdampar dan mati. “Beberapa penyebab umum antara lain usia yang sudah tua, penyakit, konsumsi sampah, terjerat alat tangkap, perburuan liar, serta serangan predator,” kata Victor. Dia juga menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada masyarakat dan Pemerintah Desa Pariti atas partisipasi mereka dalam menangani dugong dan lumba-lumba yang terdampar, mencerminkan kepedulian lokal yang tinggi terhadap pelestarian biota laut.

Kepala Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang, Imam Fauzi, memberikan penjelasan rinci mengenai mamalia laut yang ditemukan terdampar di Pantai Pariti. Pada 10 Oktober 2024, warga setempat menemukan seekor dugong jantan sepanjang 210 cm dalam kondisi mati. Keesokan harinya, seekor lumba-lumba yang masih hidup ditemukan terdampar di lokasi yang sama. Lumba-lumba tersebut mengalami luka berbentuk lingkaran dengan diameter sekitar 5 cm, yang menimbulkan dugaan bahwa ia mungkin menjadi korban serangan predator.

“Kondisi dugong yang mulai membusuk kami klasifikasikan sebagai kode 3, yang artinya mamalia tersebut telah mati dan membusuk. Kami juga menemukan bekas gigitan pada bagian ekor dugong,” ujar Imam. Setelah dilakukan pengambilan sampel daging dan kulit untuk keperluan analisis, bangkai dugong dikuburkan di Pantai Desa Pariti. Sementara itu, lumba-lumba yang ditemukan merupakan jenis lumba-lumba bercak (Stenella Annuata) betina dengan panjang tubuh 193 cm.

Warga sempat berusaha menyelamatkan lumba-lumba dengan membawanya kembali ke perairan terbuka. Namun, upaya tersebut terkendala kondisi perairan yang sedang surut, arus kuat, dan dasar laut berlumpur sehingga membuat proses evakuasi semakin sulit. Lumba-lumba itu akhirnya kembali ke pantai dan meninggal karena kondisinya yang semakin lemah. Berdasarkan analisis visual yang dilakukan tim BKKPN Kupang, Imam menyimpulkan bahwa penyebab kematian dugong kemungkinan besar adalah serangan dari predator alami, seperti hiu. Di sisi lain, lumba-lumba kemungkinan besar mengalami navigasi yang terganggu akibat luka yang ia derita, sehingga terus kembali ke darat meskipun telah dibawa ke laut beberapa kali.

Iklan

Sebagai langkah pencegahan, Imam Fauzi juga menekankan pentingnya edukasi lebih lanjut kepada masyarakat dan Pemerintah Desa setempat mengenai perlindungan penuh terhadap lumba-lumba dan dugong. Dua jenis mamalia laut ini dilindungi oleh Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, serta Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 79 Tahun 2018 yang mengatur Rencana Aksi Nasional Konservasi Mamalia Laut. Imam menekankan, “Edukasi dan kesadaran masyarakat sangat penting untuk menjaga biota laut yang terancam punah ini, karena mereka memiliki peran penting dalam ekosistem laut yang berkelanjutan.”

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono sebelumnya juga menegaskan komitmennya untuk memastikan keberlanjutan dan kelestarian populasi mamalia laut yang dilindungi. Ia menggarisbawahi bahwa spesies-spesies ini berperan penting bagi ekosistem laut Indonesia serta masa depan generasi mendatang. Beberapa metode penanganan mamalia laut yang terdampar mati juga telah dirancang KKP, antara lain dengan cara dikubur, dibakar, atau ditenggelamkan sesuai kondisi lapangan.

Melalui upaya konservasi ini, KKP berharap dapat mengedukasi masyarakat agar terus terlibat dalam pelestarian biota laut yang rentan. Menurut Trenggono, “Mamalia laut yang terancam punah ini tidak hanya dilindungi sebagai bagian dari keberagaman hayati Indonesia, namun juga sebagai investasi berharga untuk masa depan bangsa kita.”(*)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online