Jakarta -
Bulan Ramadhan merupakan momen yang tepat bagi Ayah dan Bunda untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan, termasuk empati dan berbagi, kepada anak-anak. Momen ini dapat dijadikan pembelajaran spiritual dan sosial, seperti mengajarkan anak bagaimana memahami perasaan orang lain serta pentingnya membantu sesama.
Dalam konteks psikologi perkembangan, empati dan berbagi merupakan keterampilan sosial yang dapat dikembangkan sejak usia dini dan memiliki dampak jangka panjang terhadap kesejahteraan emosional anak lho, Bunda.
Keterkaitan empati dalam aspek perkembangan anak
Empati didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami dan merasakan emosi orang lain, serta memberikan respons yang sesuai. Menurut teori perkembangan sosial-emosional, anak-anak pada tahap usia prasekolah mulai mengembangkan rasa inisiatif dan kepedulian terhadap orang lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika diarahkan dengan baik, mereka dapat belajar tentang pentingnya berbagi dan menunjukkan kepedulian terhadap sesama.
Selain itu, teori perkembangan moral menunjukkan bahwa anak-anak pada tahap awal cenderung memahami moralitas berdasarkan konsekuensi tindakan mereka. Oleh karena itu, pengalaman langsung dalam berbagi selama Ramadhan, seperti memberikan makanan kepada yang membutuhkan, dapat membantu mereka memahami bahwa tindakan baik memiliki dampak positif bagi orang lain.
Dampak positif mengajarkan empati dan berbagi
Penelitian mengenai The Multidimensional Nature of Early Prosocial Behavior menemukan bahwa anak-anak yang terlibat dalam aktivitas berbagi secara rutin menunjukkan peningkatan empati dan perilaku prososial. Selain itu, anak-anak yang diberikan contoh konkret tentang bagaimana membantu orang lain lebih cenderung mengembangkan perilaku prososial dibandingkan dengan mereka yang hanya diberikan instruksi verbal.
Dalam konteks Ramadhan, studi mengenai The Impact of Religious Practices on Children's Prosocial Behaviors During Ramadan menemukan bahwa praktik berbagi selama bulan suci dapat meningkatkan kesadaran sosial anak, dan membantu mereka menginternalisasi nilai-nilai kebaikan yang berkelanjutan setelah Ramadhan berakhir.
Strategi mengajarkan empati dan berbagi di bulan Ramadhan
Mengajarkan empati dan berbagi kepada anak tidak hanya memerlukan teori tetapi juga praktik yang berulang. Berikut beberapa strategi efektif yang dapat diterapkan oleh Ayah dan Bunda selama bulan Ramadhan:
1. Menjadi teladan bagi anak
Menurut teori pembelajaran sosial, anak-anak belajar dengan mengamati orang tua dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, penting bagi Ayah dan Bunda untuk menunjukkan sikap empati dan berbagi dalam kehidupan sehari-hari, seperti membantu orang lain, berbicara dengan penuh kasih, dan mengajak anak menyumbangkan sebagian uang jajannya untuk kegiatan amal.
2. Melibatkan anak dalam kegiatan sosial
Anak-anak akan lebih memahami pentingnya berbagi jika mereka terlibat langsung dalam kegiatan tersebut. Penelitian The multidimensional Nature of Early Prosocial Behavior menunjukkan bahwa keterlibatan anak dalam kegiatan amal, seperti membagikan makanan berbuka kepada yang membutuhkan, membagikan sembako saat mengunjungi panti asuhan, dapat meningkatkan sikap prososial mereka.
3. Menceritakan kisah inspiratif
Cerita dapat memberikan contoh konkret tentang empati dan berbagi yang lebih mudah dipahami oleh anak. Menurut studi dari Exploring the Link between Reading Fiction and Empathy, menunjukkan bahwa membaca cerita yang mengandung nilai-nilai empati dapat meningkatkan pemahaman sosial anak dan membantu mereka mengembangkan keterampilan emosional.
Misalnya cerita mengenai kebaikan dan kemurahan hati para sahabat Nabi dapat memberikan gambaran nyata tentang bagaimana empati diwujudkan dalam tindakan sehari-hari.
4. Menggunakan permainan dan aktivitas interaktif
Permainan peran yang melibatkan skenario berbagi dan membantu orang lain dapat menjadi cara efektif untuk mengajarkan empati. Misalnya aktivitas "Kotak Kebaikan", di mana setiap anggota keluarga menuliskan atau menggambar tindakan baik yang telah mereka lakukan dalam sehari, lalu membacanya bersama sebelum tidur. Kegiatan ini akan membantu anak mengasosiasikan empati dengan kebiasaan sehari-hari yang positif.
5. Mengajarkan konsep berbagi dengan metode yang menyenangkan
Berbagi tidak harus terasa seperti kewajiban. Ayah dan Bunda dapat menggunakan cara kreatif seperti membuat tantangan berbagi setiap hari selama Ramadhan, memberikan stiker penghargaan untuk setiap tindakan berbagi.
Kemudian bisa memperkenalkan anak dengan metode "Pohon Berbagi", di mana setiap kali anak melakukan tindakan berbagi, mereka bisa menempelkan daun atau bunga di pohon kertas yang ditempel di dinding. Kegiatan ini memberikan motivasi visual yang menyenangkan dan membantu anak melihat bagaimana kebaikan mereka terus bertumbuh.
6. Memberikan pujian dan penguatan positif
Pujian yang diberikan dengan tepat dapat memperkuat kebiasaan berbagi. Sebuah buku mengenai handbook of socialization, menjelaskan bahwa anak-anak lebih cenderung mengulang perilaku prososial jika mereka mendapat penguatan positif dari orang tua dan lingkungan sekitarnya.
Misalnya kalimat "Wah, Ayah dan Bunda bangga sekali melihat kamu berbagi dengan teman! Pasti dia senang sekali, ya?" Pujian yang spesifik seperti ini membantu anak memahami bahwa tindakan mereka dihargai dan berdampak positif bagi orang lain.
Selain pujian verbal, orang tua juga bisa menggunakan penguatan positif dalam bentuk ekspresi nonverbal, seperti senyuman, pelukan, atau acungan jempol untuk menunjukkan apresiasi.
7. Mengembangkan perspektif dan kesadaran sosial anak
Orang tua dapat mengajak anak untuk berdiskusi tentang perasaan orang lain yang kurang beruntung dan bagaimana tindakan kecil mereka bisa memberikan dampak besar. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang sering diajak berdiskusi tentang perasaan orang lain lebih cenderung memiliki tingkat empati yang lebih tinggi.
Sebagai contoh Ayah dan Bunda bisa bertanya "Menurut kamu, bagaimana perasaan mereka?" atau "Kalau kamu berada di posisi mereka, apa yang kamu harapkan dari orang lain?".
8. Mengajarkan refleksi diri
Mengajak anak untuk merenungkan tindakan baik yang telah mereka lakukan selama Ramadhan dapat memperkuat pembelajaran mereka. Misalnya, sebelum tidur, orang tua bisa bertanya kepada anak, "Apa yang kamu lakukan hari ini yang membuat orang lain bahagia?"
Kemudian setelah melakukan aktivitas berbagi, Ayah dan Bunda bisa bertanya "Bagaimana perasaanmu setelah berbagi? Menurutmu, apakah bantuan kecil kita bisa membuat mereka lebih bahagia?"
Refleksi seperti ini membantu anak memahami bahwa tindakan kecil dapat membawa kebahagiaan bagi orang lain, serta membantu anak memahami bahwa empati dan berbagi adalah bagian penting dari kehidupan sehari-hari.
Tips menghadapi anak yang sulit berbagi
Jika anak masih sulit berbagi, penting untuk memahami bahwa perkembangan prososial setiap anak berbeda. Buku berjudul Prosocial Development, memberikan pemahaman bahwa anak yang kurang menunjukkan empati, mungkin memerlukan lebih banyak contoh nyata dan pengalaman sosial untuk mengembangkan keterampilan ini.
Memberikan waktu dan tidak memaksa anak untuk berbagi adalah kunci agar perilaku ini tumbuh secara alami. Adapun beberapa tahapan yang dikutip dari jurnal The Development of Sharing Behavior and Fairness Preferences in Childhood, adalah sebagai berikut:
Tahap mengenali kepemilikan (Usia 1-2 tahun)
Pada tahap ini, anak masih dalam fase egosentris, sehingga mereka cenderung menganggap semua benda sebagai miliknya. Anak belum memahami konsep berbagi, tetapi bisa mulai mengenali kepemilikan.
Sebagai contoh saat bermain bisa dilakukan percakapan "Ini bonekamu, dan ini boneka Bunda. Kita bisa bermain bersama ya", kemudian saat makan: "Bunda punya biskuit, kamu punya biskuit. Mau coba biskuit Bunda?".
Tahap berbagi secara bergiliran (Usia 2-3 tahun)
Pada tahap ini, anak mulai memahami aturan sosial, tetapi masih sulit berbagi secara spontan. Anak lebih mudah menerima konsep bergiliran daripada berbagi langsung. Sehingga Ayah dan Bunda bisa mengajarkan bergiliran menggunakan waktu, misalnya "Sekarang giliran kamu, nanti setelah 5 hitungan giliran teman, ya!" atau "Ayo main 2 menit dulu, nanti gantian dengan kakak, ya!"
Tahap Berbagi dengan Arahan (Usia 3-4 tahun)
Pada tahap ini, anak mulai mengerti bahwa berbagi bisa membuat orang lain senang. Namun anak masih membutuhkan arahan dan dorongan untuk berbagi. Sebagai contoh, Ayah dan Bunda bisa menawarkan pilihan pada anak seperti "Yuk sekarang pilih, Kamu mau berbagi bola atau boneka?" atau "Kalau kamu bagi satu biskuit ke temanmu, kita bisa makan bersama, seru kan?"
Tahap berbagi secara spontan (Usia 4-6 tahun)
Pada tahap ini, anak mulai memahami empati dan bisa berbagi tanpa paksaan jika memiliki pengalaman berbagi yang positif sebelumnya. Anak cenderung menikmati berbagi jika melihat dampak positifnya pada orang lain.
Ketika anak sudah menunjukkan perilaku berbagi, Ayah dan Bunda perlu meningkatkan agar perilaku tersebut menjadi lebih konsisten. Misalnya dengan memberikan pujian "Wah, kamu membagi mainanmu dengan adik, terima kasih ya, Kak, Bunda bangga sekali kamu mau berbagi".
Selain itu, Ayah dan Bunda juga dapat meningkatkan perilaku positifnya dengan membacakan buku cerita yang menampilkan nilai berbagi dan empati.
Nah, agar nilai-nilai empati dan berbagi tetap bertahan setelah Ramadhan, penting untuk Ayah dan Bunda menjadikannya bagian dari rutinitas sehari-hari. Mengajak anak untuk terus terlibat dalam kegiatan sosial, memberi mereka tanggung jawab dalam membantu orang lain, dan tetap menjadi teladan yang baik. Dengan begitu, nilai empati tidak hanya menjadi bagian dari ritual tahunan tetapi menjadi karakter yang melekat sepanjang hidup.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(rap/rap)