Jakarta -
#HaiBunda, aku kini memercayai adanya karma. Karena, suami yang menyakiti hati istri itu nyata adanya..
Aku sebenarnya seorang ibu pekerja, tapi kondisi yang ada membuat suamiku menuntutku untuk berhenti. Sebenarnya masa awal pernikahanku berjalan dengan baik dan terasa tenang. Saat baru melahirkan anak pertama, kami dibantu oleh baby sitter setiap harinya.
Pada saat itu, aku pun merasa lega karena suamiku adalah bapak yang pro ASI untuk anaknya. Kami bersama-sama belajar tentang ilmu menyusui, membeli segala perlengkapannya dan berusaha memahami ilmu tentang ASIP. Semua itu kami pelajari berdua benar-benar belajar dari nol demi tumbuh kembang anak kami.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena sudah merasa aman dengan stok ASIP, aku dan suami pun jadi lebih tenang saat bekerja. Karena Si Kecil memiliki asupan ASIP yang cukup di rumah.
Namun, suatu hari suami mengetahui bahwa ternyata ASIP yang aku simpan setiap hari untuk diberikan ke anakku, tidak diberikan oleh baby sitter. Tak hanya itu, ternyata selama ini anak kami sering diberi minum air putih dan madu. Dan, pada usia tiga bulan sudah diberi makan satu buah pisang!
Hal itu terungkap setelah anak kami rewel tak jelas selama seminggu karena perutnya mungkin bermasalah. Mendapati hal tersebut, suamiku pun murka dan menyuruh aku untuk berhenti bekerja.
Keputusan suami tersebut pun merembet ke mana-mana. Mertua menyalahkan aku karena ia tak lagi mendapat 'jatah' gara-gara aku tak bekerja. Pasalnya kini gaji suami semua aku yang pegang dan aku tak bisa lagi memberikan mereka uang karena kami mau tak mau sekarang keterbatasan biaya.
Hidup hanya dari gaji suami ternyata sangat tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akhirnya kami pun harus 'numpang' di rumah orang tuaku.
Namun keputusan ini ternyata membuat suamiku malah berubah. Terkadang aku merasa suami menyepelekan kebaikan hati orang tuaku. Bahkan ia sudah berani bermain api di belakangku.
Aku menduga, suami mungkin berpikir kebutuhan anak dan istrinya sudah ditanggung mertua. Sehingga ia sangat yakin aku dan anakku tak akan susah maupun kelaparan. Sejak pindah rumah dengan orang tuaku, suami meminta gaji dia yang sebelumnya selalu kupegang. Aku hanya diberi Rp 200 ribu dan sisanya dia pakai sendiri.
Beberapa waktu belakangan, aku baru mengetahui bahwa uang gaji itu ia gunakan untuk bersenang-senang dengan perempuan lain. Aku hanya diam pada saat itu dan berharap ia segera menyadari kesalahannya dan kembali bertanggung jawab seperti dulu.
Akan tetapi, ternyata hubungan gelap suami berlanjut hingga kekasihnya mendatangiku untuk mengetahui kondisi rumah tangga kami yang sebenarnya. Aku pun menyampaikan padanya bahwa rumah tangga kami tak bermasalah dan belum bercerai.
Ternyata perempuan itu sedang dalam tahap memperkenalkan suamiku ke keluarga besarnya karena mereka akan melanjutkan ke jenjang lebih lanjut.
Setelah mengetahuinya, aku meminta suami untuk mengembalikanku baik-baik ke orang tuaku, tapi ia tidak mau. Aku heran Bun.. sebenarnya apa yang ia inginkan?!
Akhirnya aku yang memilih untuk mengembalikan dia ke keluarganya. Seluruh keluarganya pun menangis memohon untuk jangan sampai rumah tangga kami retak.
Sungguh aku merasa bodoh pada saat itu, mungkin karena merasa tak tega pada seluruh keluarganya, aku pun berucap, "Aku mengampunimu, Mas." Setelah itu, kami berdua kembali melanjutkan rumah tangga kami.
Memulai kembali sebuah hubungan yang sudah rusak, tak semudah mulut berucap ya Bunda. Belum hilang luka hatiku, ujian-ujian rumah tangga lain datang bertubi-tubi menghampiri hingga anak kami bahkan terpaksa putus sekolah.
Tiba-tiba saja suamiku terjatuh di tempat kerjanya, kedua kakinya tak bisa menopang badannya, dua tangannya kesemutan. Bahkan untuk menggenggam tangannya pun dia tak bisa. Selama lima bulan, dia melakukan segala kegiatan aktivitasnya dengan bantuan.
Awalnya aku bingung kondisi apa yang menimpanya, seakan ia telah terkena penyakit yang misterius. Kami sudah memeriksakan ke rumah sakit, sudah menjalani tes darah, tes urine, CT scan, USG abdomen, tes sum-sum tulang belakang, bahkan MRI, tapi yang membuat heran semuanya hasilnya normal.
Di akhir pemeriksaan, suamiku pun didiagnosis autoimun. Hingga kini kami masih harus bolak balik ke RS untuk terapi dan obat-obatan tak boleh putus.
Mungkinkah ini merupakan karma suami yang telah menghancurkan hatiku dan menghancurkan masa depan anak kami?
- Bunda R, Malang -
Mau berbagi cerita juga, Bun? Yuk cerita ke Bubun, kirimkan lewat email [email protected]. Cerita terbaik akan mendapat hadiah menarik dari HaiBunda.
(pri/pri)