TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan Mahkamah Konstitusi atau MK berpeluang membatalkan parliamentary threshold atau ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional.
“Setelah ada putusan presidential threshold (ambang batas presiden), kemungkinan besar MK juga membatalkan parliamentary threshold yang selama ini selalu dipersoalkan oleh partai-partai politik,” kata Yusril di Denpasar pada Senin malam, 13 Januari 2025, seperti dikutip dari Antara.
Yusril menilai putusan MK yang dibacakan pada Kamis, 2 Januari 2025, yang membatalkan atau menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden sebesar 20 persen, akan berdampak terhadap ketentuan ambang batas parlemen tersebut.
Pakar hukum tata negara itu menuturkan, jika hal itu terjadi, putusan itu akan memberikan harapan baru kepada partai-partai politik berkembang dalam demokrasi Indonesia yang lebih sehat. Sehingga, kata dia, partai politik berpeluang memiliki wakil rakyat di DPR RI.
Pada 29 Februari 2024, dalam Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023, MK menilai ketentuan ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin oleh konstitusi.
Untuk itu, ambang batas parlemen tersebut konstitusional sepanjang tetap berlaku dalam Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya.
Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno Setuju Ambang Batas Parlemen 4 Persen Dihapus
Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menyambut baik wacana penghapusan ambang batas parlemen 4 persen. Dia mengatakan ambang batas parlemen membuat jutaan suara hilang karena tidak semua partai politik bisa memperoleh kursi di DPR dan DPRD.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mencontohkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang tidak lolos ke DPR setelah meraih suara 3,99 persen pada Pemilu 2024, dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang hanya memperoleh 3,01 persen suara.
“Ini berarti ada masyarakat yang memilih tetapi hak terpilihnya tidak tersalurkan karena partainya tidak masuk, calegnya yang dipilih tidak bisa masuk, sehingga akhirnya hilang suaranya,” kata Eddy dalam keterangan tertulis pada Jumat, 17 Januari 2025.
Doktor ilmu politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) ini menyayangkan dalam Pemilu 2024 ada 16 juta suara yang hilang akibat beberapa partai terhalang ambang batas parlemen 4 persen.
Dalam skenario tak ada ambang batas parlemen, kata Eddy, jika satu partai hanya memiliki satu atau dua anggota yang lolos ke parlemen, maka mereka harus berkoalisi dengan partai lain. “Kemudian melakukan dialog membentuk fraksi gabungan,” ujarnya.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad: Jika Ambang Batas Parlemen Dihapus, Fungsi Legislasi Bisa Terganggu
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan penghapusan ambang batas parlemen berpotensi mengganggu fungsi-fungsi DPR. Menurut dia, jumlah partai yang terlalu banyak tidak baik bagi parlemen dan juga pemerintah.
“Fungsi-fungsi DPR itu legislasi, pengawasan, dan anggaran juga harus terkonsolidasi. Sehingga kalau terlalu banyak partai fungsi-fungsi ini terganggu dan membuat pemerintah juga terganggu,” kata Dasco saat ditemui di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 14 Januari 2025.
Menurut Dasco, setiap partai ingin bisa menduduki kursi di parlemen, sehingga wajar jika mereka mengusulkan agar batas parlemen dihapus.
“Bagi partai yang selama ini enggak pernah dapat ambang batas, itu wajar saja diusulkan,” ujar Dasco.
Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia: Parliamentary Threshold Harus Ada
Adapun Partai Golkar menilai keberadaan parliamentary threshold tetap diperlukan. Adapun ambang batas parlemen saat ini mencapai 4 persen.
“Kalau saya, namanya parliamentary threshold harus ada, cukup diatur saja," kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Jumat, 17 Januari 2025.
Doli berujar partai beringin telah mengkaji soal angka ambang batas parlemen yang relevan. Kajian tersebut, kata dia, tidak hanya melingkupi Ambang batas parlemen, tetapi juga soal perbaikan sistem politik, termasuk sistem pemilu di dalamnya. “Sudah dibentuk tim oleh DPP (untuk kaji sistem politik),” ujar Doli.
Dia juga mengusulkan penerapan Ambang batas parlemen nantinya tidak hanya berlaku di tingkat legislator Senayan, tetapi juga di tingkat daerah seperti DPRD provinsi atau kabupaten/kota. “Supaya fair, jangan cuma di DPR-MPR saja,” kata Doli.
Nabiila Azzahra, Hammam Izzuddin, Andi Adam Faturahman, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Kata Pakar Politik Jika Gibran Gabung dengan Partai Golkar