Pernah enggak Bunda, tengah malam tiba-tiba kepikiran sesuatu, entah soal kehamilan, anak demam, atau sekadar bingung mau masak apa besok? Biasanya kita buka Google ya. Tapi sekarang, ada satu 'teman ngobrol' baru yang bisa bantu jawab cepat, jelas, dan langsung nyambung sama pertanyaan kita. Namanya ChatGPT.
ChatGPT itu semacam robot pintar yang bisa diajak ngobrol lewat tulisan. Bentuknya bukan manusia, tapi kayak chatting biasa lewat aplikasi atau web. Kita ngetik pertanyaan, dia langsung jawab. Mirip tanya ke teman yang super update, pintar, dan nggak bakal nge-judge jawaban kita, Bunda.
Karena keunggulannya tersebut, ada Bunda yang viral karena memanfaatkan Chat GPT untuk mendapatkan informasi yang menyelamatkan nyawanya. Kisah ini bermula dari seorang ibu hamil bernama, Natallia Tarrien, yang iseng bertanya ke ChatGPT soal rasa aneh di tubuhnya. Tapi siapa sangka, “iseng” itu justru menyelamatkan nyawanya dan calon bayinya.
Berawal dari rasa aneh di rahang
Saat itu malam hari, dan Natallia yang sudah memasuki trimester ketiga kehamilan, tiba-tiba merasakan sensasi aneh di rahangnya. Rasanya seperti tegang, tertarik, tapi tidak sampai menyakitkan. Ia mencoba mengabaikannya.
Ia pun beralih ke ChatGPT untuk bersenang-senang. Natallia iseng mengetik pertanyaan tentang apa yang sedang dirasakan oleh tubuhnya. “Mengapa rahang saya terasa sesak?” ketiknya di ChatGPT.
Jawaban yang muncul dari ChatGPT justru membuatnya terpaku. ChatGPT menjelaskan bahwa ketegangan di rahang, terutama pada wanita hamil, bisa jadi merupakan gejala awal serangan jantung, terutama jika disertai gejala lain seperti sesak napas ringan, keringat dingin, atau rasa tidak nyaman di dada. Walau jarang, serangan jantung pada ibu hamil memang mungkin terjadi dan sering tidak terdeteksi karena gejalanya tidak klasik.
Alat AI tersebut menanggapi dengan saran yang belum pernah Natallia pertimbangkan. ChatGPT memberi saran kepada Natallia untuk periksa tekanan darah. Ia pun melakukannya dan mendapati tekanan darahnya sangat tinggi.
Dalam waktu 30 menit, ChatGPT mendesaknya untuk memanggil ambulans, berbekal informasi itu dan dorongan dari suaminya, Natallia memutuskan pergi ke rumah sakit untuk berjaga-jaga. Dan benar saja, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa ia mengalami kondisi langka yang bisa memicu komplikasi jantung serius. Beruntung, kondisinya terdeteksi sejak dini.
Ia langsung mendapatkan penanganan medis dan dirawat selama beberapa hari. Di rumah sakit, tekanan darahnya naik hingga 200/146. Dokter bergegas untuk membantu persalinan bayinya, memperingatkan bahwa jika ia tidur malam itu, ia mungkin tidak akan bangun. Bayinya pun lahir beberapa minggu kemudian dalam kondisi sehat.
Natallia mengaku tak pernah menyangka AI bisa berperan sebesar itu dalam hidupnya. Ia menekankan bahwa ChatGPT bukan dokter, tapi bisa menjadi teman berdiskusi yang cepat dan informatif, apalagi saat ibu hamil butuh second opinion dengan cepat.
Cerita Natallia pun viral di media sosial dan telah ditonton lebih dari 29 juta kali. Banyak yang tersentuh dengan kisahnya tersebut terutama menyentuh hati para orang tua dan mereka yang tahu betapa mudahnya menebak-nebak gejala selama kehamilan. Kisah ini juga menyoroti kebenaran penting: terkadang, tanda terkecil bahwa ada sesuatu yang tidak beres dapat menyelamatkan nyawa.
Fenomena preeklamsia dan tekanan darah tinggi selama kehamilan
Dilansir dari Motherly, preeklamsia adalah salah satu komplikasi kehamilan yang paling serius dan sering kali tidak terlihat. Kondisi ini ditandai dengan tekanan darah tinggi, biasanya setelah minggu ke-20, dan dapat memburuk dengan cepat jika tidak diobati. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), gangguan hipertensi memengaruhi sekitar 2–8 persen dari semua kehamilan dan merupakan penyebab utama komplikasi ibu dan bayi di seluruh dunia.
Yang membuat preeklamsia begitu berbahaya adalah betapa ringannya gejala yang muncul. Sementara banyak orang mengaitkan tekanan darah tinggi dengan sakit kepala atau pusing, tekanan darah tinggi juga dapat muncul dengan cara yang tidak terduga seperti sesak di rahang atau leher, pembengkakan di tangan atau wajah, perubahan penglihatan tiba-tiba, atau bahkan perasaan tidak nyaman secara umum. Terutama pada trimester ketiga, ketika ketidaknyamanan umum terjadi, tanda-tanda ini dapat dengan mudah diabaikan.
Namun, preeklamsia bukanlah sesuatu yang bisa ditunggu-tunggu ya Bunda. Jika tidak diobati, kondisi ini dapat menyebabkan kejang, stroke, kegagalan organ, dan bahkan kematian bagi ibu atau bayi yang melahirkan. Itulah mengapa sangat penting untuk mengenali gejalanya sejak dini dan bertindak cepat.
Menurut sebuah studi besar yang dimuat di jurnal The Lancet Global Health, preeklamsia terjadi pada sekitar 5–8% kehamilan di seluruh dunia. Angka ini cukup tinggi lho, Bunda. Di Indonesia sendiri, preeklamsia masih jadi penyebab utama kematian ibu saat hamil dan melahirkan.
Sementara itu, riset dari WHO menyebutkan bahwa sekitar 10 persen dari semua kematian ibu hamil di dunia disebabkan oleh preeklamsia dan eklampsia (versi lanjut dari preeklamsia yang disertai kejang).
Serem ya, Bunda? Tapi ini juga jadi pengingat bahwa kita harus makin perhatian sama tekanan darah selama hamil.
Ketika 'gejala aneh' ternyata tidak terlalu aneh
Kehamilan dapat disertai dengan berbagai sensasi aneh dan tidak nyaman, yang sebagian besarnya adalah hal yang wajar. Namun, hal itu juga yang membuatnya sulit. Kita mudah meragukan diri sendiri atau berasumsi bahwa sesuatu seperti nyeri rahang, pembengkakan, atau kelelahan hanyalah bagian lain dari pengalaman tersebut.
Kisah Natallia menjadi contoh bahwa gejala sekecil rahang kaku tampaknya tidak menjadi masalah besar. Namun, dalam kasusnya, itu adalah tanda pertama dari keadaan darurat medis. Banyak ibu memiliki kisah serupa tentang mengabaikan atau meremehkan gejala, hanya untuk kemudian mengetahui bahwa itu adalah tanda peringatan akan sesuatu yang serius.
Faktanya, penelitian telah menunjukkan bahwa sejumlah besar kematian ibu dapat dicegah dan keterlambatan dalam mengenali gejala atau mencari perawatan merupakan faktor utamanya. CDC menekankan pentingnya mendengarkan tubuh Bunda dan berbicara tentang masalah apa pun, tidak peduli seberapa kecilnya masalah tersebut.
Karena pada akhirnya, kitalah yang paling mengenal tubuh sendiri. Jika ada yang terasa tidak beres, sebaiknya Bunda segera memeriksanya. Dan seperti yang diingatkan oleh kisah Natallia, naluri untuk bertanya baik kepada dokter, orang terkasih, atau bahkan chatbot dapat menyelamatkan nyawa.
Tanda-tanda preeklamsia
Menurut penelitian dari American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), berikut gejala-gejala yang paling sering muncul:
- Tekanan darah di atas 140/90 mmHg
- Kaki, tangan, dan wajah bengkak mendadak
- Pandangan kabur atau sensitif cahaya
- Nyeri di ulu hati
- Sakit kepala terus-menerus
- Urine berbusa (tanda protein dalam urine)
Sayangnya, nggak ada cara yang 100 persen bisa mencegah preeklamsia. Tapi studi menunjukkan bahwa pemeriksaan rutin kehamilan sangat efektif untuk mendeteksi preeklamsia sejak dini. Sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh British Medical Journal mengungkapkan bahwa ibu hamil yang rutin cek tekanan darah dan urine bisa mengurangi risiko komplikasi berat akibat preeklamsia hingga 40 persen.
Jadi meskipun preeklamsia itu berbahaya, bukan berarti nggak bisa dilawan. Kuncinya ada di deteksi dini dan gaya hidup sehat. Kalau Bunda rutin kontrol ke dokter, jaga pola makan, cukup istirahat, dan nggak stres berlebihan, risiko preeklamsia bisa ditekan sekecil mungkin.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(pri/pri)