Dosen Fisipol UGM: Indonesia Gelap Respons Masyarakat terhadap Persoalan Kebijakan Pemerintah

21 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik (DMKP) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Muchtar Habibi, menanggapi fenomena aksi Indonesia Gelap yang digelar oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) pada Senin, 17 Februari 2025 hingga aksi lanjutan yang digelar hari ini pada 20 Februari 2025. Habibi mengatakan aksi Indonesia Gelap merupakan gerakan respon masyarakat terhadap keresahan ekonomi politik di pemerintahan Prabowo Gibran.

“Gerakan Indonesia Gelap ini menurut saya respons dari masyarakat terhadap keresahan berbagai persoalan yang muncul di pemerintahan Prabowo-Gibran yang baru berumur sekitar seratus hari,” kata Habibi saat dihubungi Tempo.co pada Kamis, 20 Februari 2025.

Habibi mengungkapkan jika banyak kebijakan yang direspon oleh demonstran aksi, mulai dari persoalan elpiji 3 kg, program efisiensi anggaran, penundaan pembayaran tunjangan kinerja (tukin) dosen ASN, dan berbagai hal lainnya yang tidak mencerminkan keberpihakan terhadap publik.

“Jadi, ini respons yang baik menurut saya bagi demokrasi untuk menjadi sarana mengimbangi kekuasaan yang ada hari ini,” ujarnya.

Saat ini, demokrasi membutuhkan elemen yang mengimbangi kekuasaan eksekutif. Padahal, peran untuk mengimbangi eksekutif seharusnya dijalankan oleh legislatif, yakni DPR. Namun, alih-alih mengawasi pelaksanaan kebijakan eksekutif, DPR telah berkoalisi dengan Presiden.

“DPR kita satu suara dengan eksekutifnya sehingga akhirnya kelompok masyarakat di luar eksekutif legislatif itu yang bergerak, terutama mahasiswa.” kata Habibi.

Menurut Habibi, mahasiswa dapat mengambil alih peran pengawasan terhadap kebijakan pemerintah. Mahasiswa merupakan kelompok berpendidikan yang dapat mengakses pengetahuan secara memadai. Selain itu, mahasiswa relatif memiliki waktu luang dibandingkan dengan orang lain yang bekerja sehingga mereka menjadi kelompok potensial dalam memobilisasi aksi protes terhadap kekuasaan yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat.

Habibi lebih lanjut menjelaskan bila aksi Indonesia Gelap merupakan upaya untuk mengoreksi kesalahan dari penerapan kebijakan yang diusung pemerintah. Contohnya, proses efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah masih tebang pilih. Sektor-sektor yang justru krusial terhadap kesejahteraan masyarakat menjadi aspek yang harus dikorbankan terhadap kepentingan pihak elite. Sektor pendidikan hingga kesehatan dipangkas, namun pemerintah masih senantiasa gemar mengangkat elite untuk menduduki kursi di kabinet gemuk.

“Bentuk koreksi seperti ini yang paling tidak mengembalikan semangat agar kebijakan itu untuk kesejahteraan dari rakyat seharusnya bukan para pejabat sendiri,” ucapnya.

Dalam pengamatan Habibi, pemerintah belum memberikan respons terhadap tuntutan aksi Indonesia Gelap. Namun, Habibi sebenarnya menganggap bila bentuk respons pemerintah yang tepat adalah melakukan evaluasi terhadap kebijakan efisiensi sesuai tuntutan mahasiswa, termasuk mengevaluasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi permasalahan pokok dari berbagai pemangkasan anggaran.

Habibi mengatakan, “Gara-gara ingin melaksanakan program MBG yang dipaksakan itu tanpa ada perencanaan yang jelas, banyak akhirnya kelimpungan. Semuanya disuruh memangkas anggaran tanpa ada perencanaan yang matang sebelumnya.”

Pelaksanaan aksi Indonesia Gelap baru berjalan dalam durasi singkat. Efektivitas pelaksanaan gerakan tersebut seharusnya baru dapat dirasakan bila pemerintah sudah mengevaluasi kebijakannya dengan serius.

“Selama ini, program pemerintah dinilai tidak pernah melibatkan perencanaan sebuah public policy yang didasari dengan basis bukti yang memadai sehingga sangat tidak memadai dari perspektif pengelolaan publik,” katanya.

Menanggapi aksi Indonesia Gelap yang berlangsung di Malioboro oleh mahasiswa dan massa Yogyakarta pada Kamis lalu, Habibi sangat antusias dan mendukung aksi ke jalanan.

“Bagi saya enggak ada cara yang lebih elegan selain mengingatkan penguasa dengan perlawanan. Dan turun ke jalan adalah bentuk untuk mengingatkan penguasa yang paling baik,” kata dia, mendukung semangat mahasiswa untuk tuntut perubahan.

Pilihan Editor: Ketua BEM KM UGM Ragukan Sri Mulyani Soal UKT Mahasiswa Tidak akan Naik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online