TEMPO.CO, Jakarta - Belakangan, kasak-kusuk soal postur kabinet Prabowo ramai diperbincangkan.
Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana menambah jumlah kementerian hingga 46, seperti terungkap melalui dokumen berjudul Gambaran Nomenklatur Mitra AKD (Alat Kelengkapan Dewan) yang diterima Tempo.
Menanggapi rencana tersebut, Dosen Ilmu Politik dari Universitas Udayana (Unud), Denpasar, Efatha Filomeno Borromeu Duarte, pada Ahad, 13 Oktober 2024 mengungkapkan, distribusi kekuasaan ini merupakan upaya Prabowo untuk menjaga dan menjaring loyalitas.
Sebelumnya, sejumlah narasumber petinggi Koalisi Indonesia Maju (KIM) membenarkan kepada Tempo bahwa susunan kabinet Prabowo sekitar 46 menteri. Sementara Wakil Menteri atau Wamen akan mencakup lebih dari 50 hingga 58. Tak hanya itu, kabinet Prabowo akan memiliki 5 Menteri Koordinator dan akan diisi oleh ketua umum partai atau representasi partai.
Menyoal gemuknya komposisi kabinet Prabowo, Efatha melalui pesan tertulis kepada Tempo, menyebut Prabowo berusaha merangkul semua musuh, ia juga menyoroti Prabowo yang sering menggunakan satu statement bahwa satu musuh terlalu banyak seribu teman terlalu sedikit.
“Apabila kita melihat quotes tersebut atau pandangan prabowo tersebut, itu berarti sejurus dengan apa yang dilakukan probowo hari ini yang ingin agar merangkul semua musuh yang ada, dan membangun bersama dan tentu ini dalam politik menciptakan stabilitas politik, harapannya begitu,” kata dia pada Ahad, 13 Oktober 2024, di Denpasar, Bali.
Prabowo, menurut Efatha, tengah berupaya meramu susunan kabinetnya untuk menjaga koalisi tetap solid dan menghindari guncangan-guncangan politik menjelang pelatikannya yang tinggal menghitung hari. “Maka kalau dalam kaca mata saya, bisa saja ini merupakan langkah yang harus Prabowo pilih bukan karena dia ingin, tapi karena dia harus,” terangnya.
“Karena dengan cara demikian, ini adalah bentuk pengerjaan tadi yang harus dibayar untuk menjaga koalisi tersebut tetap solid, ditambah saat ini masih dalam upaya dan proses memilih pemimpin kepala daerah, maka setiap langkah apapun yang bisa menciptakan gempa-gempa politik atau guncangan politik akan dihindari oleh Pak Prabowo,” imbuhnya.
Iklan
Selain itu, kata dia, penyusunan kabinet yang mencapai 46 kementerian ini merupakan upaya Prabowo mereteritorialiasi pemerintahannya untuk menciptakan sebuah kekuatan yang terpusat. “Ada teori bahwa, teritorialisasi terus pada saat mau menuju pemilu deteritorialisasi semuanya keluar, semuanya punya way political views-nya sendiri, jadi mereka memilih a,b, dan c terus yang terakhir mereka harus membangun kembali reteritorialisasi,” jelas dia.
“Jadi kalau memang langkah ini nanti merupakan upaya untuk mereteritorialisasi, menciptakan sesuatu kekuatan yang kuat dan terpusat di atas, maka langkah ini tentu tidak mengherankan,” tambah Efatha.
Lebih lanjut, besarnya KIM yang mengusung Prabowo-Gibran, membuat distribusi kekuasaan ini penting untuk menjaga dan menjaring loyalitas, kata Efatha, agar koalisi yang telah terbangun tetap dalam kondisi yang prima. Meskipun demikian, ia menekankan pentingnya keselarasan dalam kabinet nanti.
“Maka saya melihat harus ada upaya ya untuk membangun satu pemerintahan yang benar-benar bisa mencapai pemerintahan yang berfokus pada prioritas dan upaya efisiensi, kalau misalkan tidak ada keselarasan, maka ini akan dianggap sebagai praktek sesajen politik saja, bahwa harus ada-lah yang diberikan,” ujar dia.
Adapun dia juga mewanti-wanti gemuknya komposisi kementerian ini tidak serta merta membuat kordinasi antar kementerian tidak tumpan tindih dan tidak maksimal.
“Harapan saya tidak terjadi hal yang sama dengan eranya presiden Joko Widodo, yang mana dari sekian menteri yang ada, yang ditunjuk juga tidak lepas dari menteri-menteri yang dipercayai saja oleh Pak Jokowi,” demikian Efatha ihwal kabinet Prabowo yang gemuk.
NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI | DANIEL A. FAJRI
Pilihan editor: Yang Dibahas Prabowo dan Jokowi dalam Pertemuan Berdekatan di Jakarta dan Solo