Posisi Janin Melintang: Ciri, Penyebab, Posisi Tidur, dan Tips agar Kembali Normal

6 hours ago 3

Jakarta -

Saat kehamilan memasuki trimester akhir, posisi janin menjadi perhatian penting karena berpengaruh langsung pada proses persalinan Bunda nanti. 

Cara bayi diposisikan di dalam rahim sebelum lahir dapat berdampak besar pada proses persalinan. Posisi ini disebut presentasi janin. Bayi berputar, meregang, dan berguling cukup sering selama kehamilan.

Namun, sebelum persalinan dimulai, mereka biasanya beristirahat dengan cara yang memungkinkan mereka dilahirkan melalui jalan lahir dengan kepala terlebih dahulu. Posisi ini disebut presentasi kepala. Namun, ada cara lain bayi dapat tenang sebelum persalinan dimulai.

Salah satu posisi yang perlu Bunda waspadai adalah posisi janin melintang. Posisi melintang menjadi posisi yang paling langka, di mana janin berbaring horizontal, sering kali dengan satu bahu di bawah atau menekan jalan lahir.

Jika Bunda memiliki bayi melintang saat cukup bulan, dokter Bunda mungkin akan melakukan intervensi karena persalinan pervaginam tidak memungkinkan dari posisi ini.

Berikut penyebab letak melintang dan bagaimana hal itu dapat memengaruhi kehamilan dan persalinan.

Posisi janin melintang

Dilansir dari Parents, posisi letak melintang adalah ketika janin berbaring di perut ibu hamil secara horizontal. Yaitu, janin berada di samping pada sudut 90 derajat terhadap tulang belakang Bunda, bukannya kepala di atas atau di bawah.

Karena bahu sering kali berada di pintu atas panggul, hal ini terkadang juga disebut presentasi bahu. Namun, janin juga dapat menghadapkan punggungnya ke jalan lahir atau dengan kaki dan tangan menghadapnya.

Peluang bayi berada dalam posisi menyamping saat cukup bulan hanya sekitar 1 banding 300. Namun sebelum cukup bulan, pada usia kehamilan 32 minggu, peluangnya mencapai 1 banding 50.

"Posisi berbaring melintang adalah normal pada trimester pertama, umum terjadi pada trimester kedua, tidak umum pada trimester ketiga, dan posisi ini tidak memungkinkan untuk melahirkan secara normal," kata Gail Tully, CPM.

Sementara itu, dikutip dari Verywellhealth, terkadang, janin melintang akan mengubah dirinya ke posisi kepala di bawah sebelum Bunda mulai melahirkan. Jika bayi Bunda dalam posisi melintang selama minggu ke-37 kehamilan, dokter Bunda mungkin mencoba memindahkan bayi ke posisi kepala di bawah. Ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang disebut versi sefalik eksternal.

Versi sefalik eksternal melibatkan satu atau dua anggota tim perawatan kesehatan Bunda yang menekan perut Bunda dengan tangan mereka untuk membuat bayi berguling ke posisi kepala di bawah.

Di sisi lain, jika prosedur tidak berhasil, atau jika bayi kembali ke posisi melintang, kemungkinan Bunda akan menjalani operasi caesar (operasi caesar). Banyak bayi yang berada dalam posisi melintang dilahirkan melalui operasi caesar.

Pregnant woman touching her belly sitting on the bed in bedroomIbu hamil/ Foto: Getty Images/iStockphoto/N_Saroach

Ciri-ciri janin melintang yang bisa Bunda rasakan

1. Bentuk perut melebar ke samping

Bunda mungkin merasa bentuk perut lebih melebar ke samping, bukan ke depan. Ini karena tubuh janin membentang ke kiri dan kanan, bukannya memanjang dari atas ke bawah.

2. Tendangan terasa di sisi perut

Biasanya gerakan janin terasa di bagian samping perut, bukan di atas (dekat dada) atau bawah (dekat panggul). Rasanya kayak Si Kecil menendang ke kiri dan kanan terus.

3. Sulit meraba kepala janin di bawah

Kalau Bunda atau dokter coba raba perut bagian bawah, kepala janin tidak terasa di dekat panggul. Ini tanda janin belum ‘turun’ ke jalan lahir.

4. Perut terasa aneh saat duduk atau berbaring

Beberapa Bunda bilang perut terasa kurang nyaman saat duduk, atau seperti ada beban di sisi-sisi perut.

5. Tinggi fundus tidak sesuai usia kehamilan

Ukuran tinggi rahim bisa terlihat tidak sesuai dengan usia kehamilan Bunda, karena posisi janin memengaruhi bentuk rahim.

6. Dikonfirmasi lewat USG

Yang paling akurat tentu lewat USG, Bunda. Di sana dokter bisa lihat posisi janin dengan jelas, apakah sudah menghadap ke bawah atau masih melintang.

A pregnant female of Asian decent, lays out on an exam table as a technician conducts her ultrasound.  She is dressed casually and has her belly exposed as she looks to the screen to see her baby.Ibu hamil/ Foto: Getty Images/FatCamera

Penyebab posisi janin melintang

Alasan mengapa bayi cukup bulan berada dalam posisi berbaring melintang sering kali tidak diketahui ya Bunda , tetapi ada beberapa hal yang membuatnya lebih mungkin terjadi. Spesialis kedokteran ibu dan janin serta asisten profesor obstetri dan ginekologi di Loyola University Medical Center, Layan Alrahmani, MD mengatakan bahwa penyebab posisi bayi melintang salah satunya dipengaruhi oleh banyak atau sedikitnya cairan ketuban Bunda.

"Dua faktor risiko paling umum untuk posisi berbaring melintang saat cukup bulan meliputi memiliki cairan ketuban ekstra, sering dikaitkan dengan diabetes tetapi dapat ditemukan dengan sendirinya dan kehamilan ganda, seperti kembar dua atau tiga," kata Layan Alrahmani, MD dikutip dari Parents. 

Selain itu, seorang spesialis kebidanan dan ginekologi, Karolyn Zambrotta, CNM juga menambahkan beberapa penyebab lainnya bayi harus dikeluarkan melalui operasi caesar. Salah satunya masalah pada tali pusar yang pendek.

"Terkadang bayi berada dalam posisi tersebut karena suatu alasan dan setelah dokter melakukan operasi caesar, Anda akan menemukan masalah, seperti tali pusar yang pendek atau kencang," kata Karolyn.

1. Kehamilan anak kembar

Kalau ada dua bayi di dalam perut Bunda maka ruang gerak jadi terbagi dua. Salah satu janin bisa saja mengambil posisi melintang karena berebut tempat sama saudaranya. Menurut studi dalam Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG) mengatakan bahwa kehamilan kembar bisa menyebabkan salah satu janin berada dalam posisi melintang karena keterbatasan ruang. Si kembar harus ‘bagi-bagi tempat’ di dalam rahim Bunda.

2. Bentuk rahim yang tidak normal

Kadang rahim Bunda bentuknya agak berbeda, misalnya ada sekat atau bentuknya kayak hati (uterus bicornis). Ini bisa bikin janin susah untuk muter ke posisi kepala di bawah.

Dikutip dari studi yang dipublikasikan dalam Journal of Clinical Ultrasound, perempuan dengan bentuk rahim tidak normal (seperti rahim bercabang atau berbentuk hati) punya risiko lebih tinggi mengalami janin sungsang atau melintang. Ini karena bentuk rahim yang “unik” membatasi ruang gerak janin.

3. Air ketuban terlalu banyak atau sedikit

Kalau air ketuban Bunda terlalu banyak, janin bisa terlalu bebas bergerak sampai akhirnya ‘nyantai’ melintang. Sebaliknya, kalau terlalu sedikit, janin jadi susah bergerak ke posisi normal.

Menurut Studi dari American Pregnancy Association menyebutkan bahwa jumlah air ketuban memengaruhi ruang gerak janin. Kalau terlalu banyak (polihidramnion), janin terlalu bebas, bisa membuatnya mengambil posisi yang tidak normal (termasuk melintang). Sementara, kalau terlalu sedikit (oligohidramnion), janin sulit bergerak dan susah untuk memperbaiki posisinya sendiri.

4. Otot rahim yang kendur

Biasanya ini terjadi kalau Bunda sudah beberapa kali hamil. Otot rahim yang kendur bisa bikin janin lebih gampang berpindah posisi, termasuk ke posisi melintang.

5. Plasenta previa

Kalau plasenta menutupi jalan lahir (plasenta previa), janin bisa kesulitan menempatkan kepalanya di bawah karena 'jalannya ketutup', jadi akhirnya dia tiduran ke samping, Bunda.

Menurut jurnal yang dipublikasikan dalam Obstetrics & Gynecology International, plasenta previa (plasenta menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir) meningkatkan kemungkinan posisi janin tidak normal, termasuk melintang. Karena Si Kecil nggak punya ruang untuk menempatkan kepalanya di bawah, dia akhirnya ‘rebahan’ menyamping. 

6. Kelainan bawaan pada janin

Meski jarang, beberapa kondisi medis bawaan pada janin bisa memengaruhi cara dia bergerak dan berposisi di dalam rahim lo Bunda. Dikutip dari National Institute of Child Health and Human Development (NICHD), beberapa kondisi bawaan pada janin dapat membuat gerak tubuhnya terbatas sehingga sulit mengambil posisi kepala di bawah.

Ilustrasi melahirkanIlustrasi melahirkan/ Foto: Getty Images/AnnaStills

Proses persalinan janin melintang

Saat janin melintang, artinya kepala dan bokongnya tidak mengarah ke jalan lahir, tapi malah ke samping. Nah, posisi ini bikin persalinan normal jadi tidak memungkinkan karena Si Kecil nggak bisa melewati jalan lahir dengan aman.

Kalau tetap dipaksa lahiran normal, ada risiko tinggi buat bayi dan Bunda, seperti, Cedera pada bayi, Rahim sobek (ruptur uteri) dan Proses persalinan lama dan tidak maju. Makanya, penting banget untuk memantau posisi janin sebelum hari H.

Beberapa ibu hamil merasakan sakit perut dan punggung selama kehamilan saat janin dalam posisi menyamping. Hal ini terkait dengan rahim yang meregang dengan berbagai cara dan dapat menyebabkan tulang rusuk menegang dan paru-paru kram. Jika dokter Bunda mengizinkan, Bunda dapat mencoba latihan yoga ringan dan pernapasan dalam di rumah untuk membantu meredakan nyeri dan mendorong janin untuk berputar.

Jika dokter Bunda masih menduga janin berbaring horizontal pada usia kandungan 36 minggu, mereka akan meminta USG untuk memastikannya. Karena bayi dalam posisi berbaring melintang tidak dapat dilahirkan melalui vagina, dokter Bunda akan mengembangkan rencana kelahiran alternatif yang dapat mencakup prosedur yang disebut versi sefalik eksternal (ECV) untuk mencoba dan memutar janin untuk persalinan vagina atau operasi caesar yang direncanakan.

Berikut proses persalinan jika janin masih melintang:

1. Pemantauan posisi janin

Biasanya dokter akan rutin cek posisi janin lewat USG, terutama setelah usia kehamilan 34 minggu. Kalau si kecil belum muter juga di minggu 36-37, baru deh mulai dibahas opsi persalinan.

2. Usaha memutar janin: Versi eksternal (ECV)

Di usia kehamilan sekitar 36 minggu, dokter bisa coba prosedur ECV (External Cephalic Version). Ini teknik untuk memutar janin dari luar perut Bunda. Bisa berhasil sekitar 50–60 persen, tergantung kondisi rahim, posisi bayi, dan jumlah air ketuban. Sayangnya, prosedur ECV tidak selalu berhasil dan bisa terasa agak tidak nyaman.

3. Jika janin tetap melintang: Operasi caesar

Kalau janin tetap melintang sampai mendekati waktu lahiran, dokter akan menyarankan operasi caesar (SC) demi keamanan Bunda dan bayi. Namun perlu diketahui bahwa proses Caesar untuk janin melintang sedikit lebih rumit karena posisi bayi yang 'menyamping', tapi dokter sudah sangat terlatih menangani ini kok, Bunda.

Apakah posisi bayi melintang berbahaya?

Posisi bayi melintang memang bisa menjadi kondisi yang berisiko ya Bunda, terutama jika tetap seperti itu menjelang waktu persalinan. Dalam posisi ini, bayi berada horizontal di dalam rahim, sehingga tidak ada bagian tubuh yang pas untuk masuk ke jalan lahir secara aman. Karena itu, persalinan normal menjadi tidak memungkinkan, dan biasanya akan direncanakan untuk dilakukan secara caesar.

Menurut studi yang dipublikasikan dalam American Journal of Obstetrics and Gynecology (AJOG) menyebutkan bahwa posisi janin melintang pada akhir kehamilan tergolong abnormal dan memerlukan intervensi medis karena persalinan spontan tidak memungkinkan. Persalinan pervaginam dalam posisi ini sangat berisiko dan hampir selalu dihindari demi keselamatan ibu dan bayi.

Selain itu, bayi yang melintang bisa menyebabkan tali pusat keluar terlebih dahulu sebelum bayi saat ketuban pecah. Ini berbahaya karena tali pusat bisa terjepit dan menghentikan suplai oksigen ke bayi. Risiko lainnya adalah robekan rahim jika persalinan tetap dipaksakan.

Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam British Journal of Obstetrics and Gynaecology. menunjukkan bahwa pada posisi janin melintang, risiko prolaps tali pusat meningkat secara signifikan. Tali pusat yang keluar terlebih dahulu bisa terjepit dan memotong suplai oksigen ke bayi, yang menyebabkan kondisi darurat.

Kalau kondisi ini diketahui lebih awal, dokter bisa mencoba memutar posisi bayi dari luar perut, tapi tindakan ini biasanya hanya dilakukan jika usia kehamilan sudah cukup dan tidak ada kontraindikasi lain. Jika sampai mendekati hari persalinan bayi masih melintang, caesar akan jadi pilihan paling aman untuk ibu dan bayi.

Komplikasi bayi melintang dalam kandungan

Posisi janin yang ideal untuk lahiran adalah kepala di bawah (posisi anterior). Nah, kalau bayi Bunda melintang, artinya kepala dan bokongnya ada di samping kiri dan kanan perut, bukan mengarah ke jalan lahir. Kalau posisi ini masih bertahan hingga waktu persalinan tiba, maka Lahiran normal jadi tidak mungkin dilakukan dan bisa menyebabkan kondisi darurat saat persalinan

1. Persalinan terhambat (obstructed labor)

Karena bayi nggak bisa masuk ke jalan lahir, proses persalinan bisa berhenti di tengah jalan Bunda. Ini bisa bikin kontraksi berlangsung lama dan melelahkan, tapi bayi tak kunjung keluar.

Dalam posisi melintang, tidak ada bagian tubuh janin yang dapat memasuki jalan lahir dengan benar, sehingga persalinan normal menjadi tidak mungkin. Hal ini dapat menyebabkan persalinan tersumbat, yang berisiko menyebabkan infeksi, cedera pada rahim, atau komplikasi lainnya. Sebuah studi mencatat bahwa posisi melintang adalah salah satu malpresentasi janin yang paling berbahaya dan memerlukan penanganan segera .

2. Ruptur uteri (rahim robek)

Ini kondisi gawat darurat, Bunda. Kalau dipaksakan kontraksi dengan posisi janin yang tidak pas, rahim bisa robek, apalagi kalau Bunda pernah operasi caesar sebelumnya. Kondisi ini sangat berbahaya bagi Bunda dan bayi.

Dikutip dari National Library of µedicine, jika persalinan berlangsung dengan janin dalam posisi melintang, tekanan kontraksi dapat menyebabkan robekan pada rahim. Kondisi ini sangat berbahaya, karena dapat menyebabkan perdarahan hebat dan membahayakan nyawa ibu dan bayi. Robekan rahim memungkinkan bagian janin, cairan ketuban, atau tali pusat masuk ke rongga peritoneum, yang memerlukan intervensi bedah segera

3. Prolaps tali pusat

Ini terjadi saat tali pusat turun lebih dulu sebelum bayi, bisa menyumbat aliran oksigen ke bayi. Sangat darurat dan butuh penanganan cepat!

Dilansir dari Patient, posisi melintang meningkatkan risiko prolaps tali pusat, yaitu kondisi di mana tali pusat keluar lebih dulu ke jalan lahir sebelum bayi. Hal ini dapat menyebabkan tali pusat terjepit, menghambat aliran oksigen ke bayi, dan berpotensi menyebabkan kerusakan otak atau kematian jika tidak segera ditangani. Sebuah studi menyebutkan bahwa risiko prolaps tali pusat pada posisi melintang dapat mencapai persen.

4. Cedera pada Bbayi

Kalau proses persalinan tidak tepat, bayi bisa mengalami cedera bahu, leher, atau kepala, terutama jika posisi ditarik paksa. Karena risiko komplikasi yang tinggi, dokter mungkin memutuskan untuk melakukan operasi caesar lebih awal jika janin tetap dalam posisi melintang menjelang persalinan. Hal ini dapat menyebabkan kelahiran prematur, dengan risiko tambahan bagi bayi, seperti gangguan pernapasan atau masalah perkembangan lainnya.

5. Kematian janin intrauterin (IUFD)

Ini memang komplikasi paling parah dan jarang, tapi tetap harus diwaspadai kalau posisi janin tidak ditangani dengan baik.

Menurut sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Emro, komplikasi dari posisi melintang, seperti prolaps tali pusat atau persalinan tersumbat, dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan. Sebuah penelitian melaporkan bahwa kematian janin intrauterin terjadi pada 18,3 persen kasus posisi melintang.

Ilustrasi melahirkanIlustrasi melahirkan/ Foto: Getty Images/AnnaStills

Penanganan bayi melintang

Penanganan janin dalam posisi melintang (transverse lie) memerlukan pendekatan medis yang hati-hati, terutama menjelang persalinan. Berikut adalah beberapa metode penanganan yang didukung oleh studi klinis:

1. Versi luar atau ECV (external cephalic version)

Dikutip dari National library of medicine, ECV adalah prosedur manual untuk memutar janin ke posisi kepala di bawah. Studi menunjukkan bahwa ECV memiliki tingkat keberhasilan rata-rata sekitar 58 persen, dengan variasi antara 40 hingga 64 persen tergantung pada faktor-faktor seperti paritas ibu dan kondisi janin.

Menariknya, pada kasus janin melintang, tingkat keberhasilan ECV dilaporkan lebih tinggi. Sebuah studi bahkan mencatat tingkat keberhasilan 100 persen pada janin dengan posisi melintang dibandingkan dengan posisi sungsang.

Ini adalah tindakan medis yang dilakukan oleh dokter dengan cara memutar bayi dari luar perut agar kepala mengarah ke bawah. Biasanya dilakukan saat usia kehamilan 36–37 minggu. Prosedurnya cepat, enggak pakai sayatan, tapi memang terasa agak tidak nyaman. Sehingga tidak semua Bunda cocok menjalani ECV, ya. Kalau punya riwayat plasenta previa, air ketuban sedikit, atau kehamilan kembar — biasanya tidak disarankan.

2. Operasi caesar (SC) terencana

Kalau sampai mendekati hari perkiraan lahir (HPL) posisi bayi tetap melintang, biasanya dokter akan menyarankan operasi caesar yang dijadwalkan. Ini adalah cara paling aman untuk Bunda dan bayi dalam posisi melintang.

Menurut sebuah penelitian yang dpublikasikan oleh University of Nebraska Medical center, jika ECV tidak berhasil atau tidak memungkinkan, persalinan melalui operasi caesar menjadi pilihan utama. Penelitian menunjukkan bahwa operasi caesar pada kasus janin melintang menghasilkan angka kematian janin yang lebih rendah dibandingkan dengan metode persalinan lainnya 

Posisi tidur untuk bayi melintang

Bayi melintang itu posisinya menyamping di rahim, bukan kepala di bawah atau sungsang ya Bunda. Nah, dengan posisi tidur tertentu, kita bisa bantu memberi ruang supaya Si Kecil bisa pelan-pelan muter ke posisi optimal.

Berikut ini beberapa posisi tidur dan latihan sederhana yang bisa Bunda coba:

1. Tidur miring ke kiri (left-side sleeping)

Ini posisi paling direkomendasikan selama hamil, terutama untuk bantu bayi 'putar arah'. Berikut manfaatnya:

  • Meningkatkan aliran darah ke rahim dan plasenta
  • Memberi ruang bagi janin buat gerak
  • Meringankan tekanan ke organ dalam

Tips:

Gunakan bantal di antara kaki dan di bawah perut supaya lebih nyaman. Hindari posisi tidur telentang terlalu lama ya, Bun

2. Posisi knee-chest (seperti sujud)

Dilakukan beberapa menit sehari, posisi ini bisa bantu bayi berpindah tempat dan 'jatuh' ke bawah karena gravitasi.

Caranya:

  • Berlutut di atas matras atau kasurTurunkan dada dan kepala sampai hampir menyentuh kasur Bokong tetap lebih tinggi dari dada
  • Lakukan selama 5–10 menit, 1–2 kali sehari
  • Jangan dilakukan tanpa izin dokter, apalagi kalau ada masalah dengan kehamilan ya, Bunda!

3. Sitting forward leaning

Waktu duduk di sofa atau kursi, coba duduk agak condong ke depan, bukan bersandar terus-terusan, Bunda. Posisi ini bantu mengarahkan punggung bayi ke depan dan mempermudah dia muter ke posisi kepala di bawah.

4. Gerakan spinning babies

Ada teknik gerakan khusus bernama spinning babies, yang dirancang untuk bantu bayi muter posisi secara alami. Beberapa gerakan intinya:

  • Forward-Leaning Inversion
  • Side-Lying Release
  • Walking dan pelvic movement ringan

Hindari posisi ini, Bunda:

  • Tidur telentang lama, bisa menekan pembuluh darah besar dan bikin aliran darah ke janin terganggu
  • Tidur miring ke kanan terlalu sering, kurang optimal dibanding sisi kiri

Tips agar posisi janin melintang kembali normal

Kalau Si Kecil masih rebahan di dalam perut alias posisinya melintang, jangan khawatir dulu ya Bunda. Masih ada waktu buat bantu dia muter ke posisi ideal sebelum persalinan, asal Bunda rajin dan sabar. 

Beberapa teknik posisi tubuh ibu, seperti forward-leaning inversion dan breech tilt, telah digunakan untuk membantu janin berputar ke posisi kepala di bawah. Meskipun bukti ilmiah mengenai efektivitas teknik-teknik ini masih terbatas, banyak praktisi kebidanan dan fisioterapi kehamilan yang merekomendasikannya sebagai metode non-invasif yang aman.

1. Rajin lakukan gerakan atau senam hamil

Gerakan tertentu bisa kasih ruang buat bayi bergerak ke posisi yang benar. Beberapa gerakan yang disarankan:

  • Forward-leaning inversion (posisi sujud, pinggul lebih tinggi dari kepala)
  • Pelvic tilt (gerakan angkat panggul pelan-pelan saat berbaring)
  • Cat-cow pose (posisi merangkak, gerakan punggung seperti kucing)

Lakukan 1–2 kali sehari, 5–10 menit dan konsultasi dulu ya ke bidan/dokter sebelum mencobanya.

2. Tidur miring ke kiri secara rutin

Tidur miring ke kiri bisa bantu memperbaiki posisi janin secara alami.

Tips nyaman:

  • Gunakan bantal di bawah perut dan di antara kaki
  • Hindari terlalu sering tidur telentang

3. Jaga posisi duduk saat aktivitas

Sering duduk terlalu lama di posisi bersandar bikin bayi cenderung diam di tempat yang salah.

  • Coba duduk tegak atau agak condong ke depan.
  • Gunakan gym ball saat duduk (jika ada).
  • Hindari menyilangkan kaki saat duduk lama.

4. Banyak jalan kaki dan bergerak aktif

Jalan kaki tiap hari bisa bantu menggerakkan panggul dan memberi ruang buat bayi muter posisi. Minimal 30 menit sehari. Dan Bunda bisa melakukannya di halaman rumah atau taman.

5. Coba teknik spinning babies

Ini teknik populer banget buat bantu bayi berpindah posisi. Bisa cari videonya di YouTube atau tanya ke bidan yang sudah pelatihan.

Gerakan seperti side-lying release dan rebozo sifting bisa bantu asal dilakukan dengan hati-hati

6. Konsultasi untuk prosedur ECV (external cephalic version)

Kalau bayi belum juga muter di usia 36–37 minggu, dokter bisa menyarankan ECV, yaitu:

Bayi diputar dari luar perut oleh dokter atau dilakukan dengan pengawasan ketat dan alat pemantau. Kendati demikian, prosedur ECV ni aman, meskipun tidak semua Bunda cocok. Jadi, tetap harus tanya dulu ya.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(pri/pri)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online