Jakarta -
Media sosial saat ini menawarkan berbagai video dalam durasi yang pendek. Salah satu platform yang ternama adalah TikTok.
Tiktok memiliki video yang sangat singkat dan tidak memiliki akhir ketika seseorang melakukan scrolling. Konten-konten yang menghibur ini biasanya tersedia dalam waktu 15 detik.
Anak-anak yang menonton konten berdurasi pendek ini umumnya akan sulit berpartisipasi dalam aktivitas yang memiliki durasi lebih lama. Julie Jargon di The Wall Street Journal menyebutnya sebagai 'TikTok brain'.
Menurut dokter anak dan direktur Pusat Penemuan Membaca & Literasi di Rumah Sakit Anak Cincinnati, John Hutton, video TikTok berdurasi singkat ini seperti mesin dopamin. Hal ini adalah neurotrasmitter yang dilepaskan otak saat mengharapkan sesuatu.
"Banjir dopamin memperkuat keinginan untuk sesuatu yang menyenangkan, apakah itu makanan yang enak, obat-obatan, atau video TikTok yang lucu," ujarnya dikutip dari laman The Week.
Perasaan yang dihasilkan oleh dopamin akan memotivasi anak untuk mencari video TikTok lebih banyak lagi.
"Ketika anak menggulir dan menemukan sesuatu yang membuatnya tertawa, otak akan menerima dopamin," kata ahli saraf Dr. Sanam Hafeez, kepada Bustle.
"Saat melihat sesuatu yang tidak disukai (di TikTok), anak dapat dengan cepat beralih ke sesuatu yang menghasilkan lebih banyak dopamin," lanjutnya.
Mengapa perhatian anak sangat berisiko?
Ketika anak melakukan aktivitas yang membutuhkan fokus berkepanjangan seperti membaca, mereka menggunakan perhatian terarah. Hal ini adalah sebuah fungsi yang dimulai di korteks prefrontal, atau bagian otak yang bertanggung jawab untuk pengambilan keputusan dan kontrol impuls.
"Perhatian terarah adalah kemampuan untuk menghambat gangguan dan mempertahankan perhatian serta mengalikan perhatian yang tepat," ujar Michael Manos, direktur klinis Pusat Perhatian dan Pembelajaran di Cleveland Clinic Children's.
"Ini membutuhkan keterampilan tingkat tinggi seperti perencanaan dan prioritas," lanjutnya.
Anak-anak umumnya mengalami kesulitan menggunakan perhatian terarah karena korteks prefrontal tidak berkembang sepenuhnya hingga usia 25 tahun. Namun, TikTok yang terus berubah tidak memerlukan tingkat perhatian berkelanjutan seperti itu, Bunda.
Jika otak anak-anak terbiasa dengan perubahan terus-menerus, otak akan sulit beradaptasi dengan aktivitas non-digital di mana segala sesuatunya tidak bergerak secepat itu.
Tanda anak mengalami TikTok brain
Dikutip dari laman The Sun, ada beberapa tanda yang terlihat ketika anak mengalami kondisi TikTok brain, Bunda. Berikut ini Bubun rangkumkan deretannya:
1. Anak tidak tidur
Anak-anak di atas usia enam tahun membutuhkan tidur hingga 12 jam dalam sehari. Namun, waktu yang berlebihan di media sosial bisa mengganggu hal ini.
"Bukan hanya otak anak-anak yang terlalu terstimulasi paparan layar terus-menerus, terutama di larut malam, yang membuat kita terhubung. Cahaya biru dari layar mengacaukan produksi melatonin, merusak pola tidur," ungkap konselor dan psikoterapis, Claire Law.
"Tidak ada waktu layar setidaknya satu jam sebelum tidur untuk membantu anak dan orang tua rileks," sambungnya.
2. Postur tubuh tidak benar
Ketika menghabiskan waktu di depan laptop, postur tubuh kita menjadi tidak sesuai. Hal ini juga sama ketika anak menggunakan ponsel terlalu lama.
"Posisi leher melengkung karena berbicara di telpon selama berjam-jam pada akhirnya menyebabkan masalah pada kondisi fisik," jelas Chris Meaden, ahli hipnoterapi terkemuka dan pendiri The Meaden Clinic, Inggris.
Claire menambahkan agar Bunda selalu memerhatikan bahu yang merosot atau tangan kaku karena penggunaan ponsel terus-menerus. Hal ini bisa menyebabkan kondisi yang disebut dengan texting claws.
"Dorong anak istirahat secara teratur dan anak mereka melakukan aktivitas yang bisa memperkuat tangannya seperti menggambar atau membuat tanah liat untuk mengurangi kondisi ini," paparnya.
3. Anak lebih emosional
Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/Jatuporn Tansirimas
Jika anak terlihat lebih cemas atau pemarah, hal ini bisa terjadi karena terlalu banyak menghabiskan waktu dengan internet.
"Menurut pengalaman saya, media sosial memiliki pengaruh yang kuat terhadap anak-anak kita dan dapat menyebabkan peningkatan kecemasan, depresi, melukai diri sendiri, dan banyak lagi," kata Chris.
"Ini memengaruhi perkembangan anak, keterampilan sosial, rentang perhatian, dan kesejahteraan mental secara keseluruhan, dengan aktivitas dunia nyata digantikan dengan aktivitas virtual," imbuhnya.
4. Anak selalu ingin menyendiri
Apakah anak mulai sering menghabiskan waktu sendirian di kamar mereka? Meski ini sering terjadi di masa remaja, kondisi ini mungkin juga merupakan tanda bahwa anak terlalu banyak menghabiskan waktu dengan handphone-nya.
"Orang tua mungkin memerhatikan anak mereka lebih sering di kamar dari pada biasanya," ujar Chris.
"Mereka mungkin lebih mudah tersinggung dan marah juga, mereka mungkin kelelahan dan kebiasaan makannya pun berubah," tambahnya.
5. Anak merasa frustrasi pada hal kecil
Selain elemen emosional, anak mungkin menjadi lebih mudah kesal. Anak juga menjadi frustrasi karena hal-hal kecil.
"Mereka akan lebih mudah tersinggung, menjadi frustrasi karena hal-hal kecil, tidak sabar, dan mungkin mengalami kemarahan dan kemarahan," kata Chris.
Sebagai orang dewasa, Bunda dan Ayah perlu mengatur waktu screen time anak. Hal ini karena otak belum cukup berkembang untuk menjelajah internet dan menatap ponsel.
6. Anak menolak berbagi kata sandi
Meskipun anak-anak harus memiliki privasi agar mereka bisa tumbuh mandiri, orang tua juga harus khawatir jika anak menolak untuk membagikan kata sandi media sosial mereka.
"Orang tua mengawasi pesan langsung anak mereka, terutama yang tersembunyi," ucap Chris.
"Mereka harus melihat foto-foto yang dibagikan dengan anak mereka termasuk selfie dan video," lanjutnya.
Demikian informasi tentang tanda anak punya TikTok Brain, Bunda. Semoga bisa memberikan manfaat, ya.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(mua/fir)