TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Singgih Januratmoko mengatakan rekomendasi Pansus Haji untuk merevisi Undang-Undang Haji (UU Haji) penting segera dilakukan. Dia mengamini bahwa revisi tersebut perlu untuk menyesuaikan kebijakan pemerintah Arab Saudi.
"Revisi perlu untuk menyesuaikan kondisi terkini dalam pelaksanaan haji," kata Singgih dalam keterangan tertulis, Sabtu, 26 Oktober 2024.
Menurut politikus Partai Golkar itu, Arab Saudi semakin memperluas penggunaan teknologi digital dalam pelaksanaan haji. Termasuk pada sistem pendaftaran elektronik, pembayaran digital, dan aplikasi berbasis teknologi.
Selain itu, kata dia, revisi UU Haji penting karena terdapat perubahan kuota dan syarat pelaksanaan haji. Arab Saudi banyak melakukan perubahan kuota haji, persyaratan kesehatan, dan ketentuan lain, termasuk batasan usia dan pembatasan jumlah jemaah selama pandemi.
Dengan merevisi UU Haji, Singgih menilai pemerintah bisa memperbarui ketentuan pendaftaran, antrean, dan prioritas calon jemaah sesuai dengan kebijakan baru.
Selain itu, Singgih juga menilai bahwa revisi diperlukan untuk mengatur investasi dana haji. Investasi ini penting untuk mengakomodasi tata kelola dana haji yang lebih transparan dan efisien. Menurut dia, aspek pelaporan keuangan, pilihan investasi yang lebih aman, serta peningkatan keuntungan perlu diperbarui demi kesejahteraan jemaah.
Tak hanya itu, kata Singgih, revisi juga perlu untuk mengatur subsidi biaya haji. Dia mengatakan biaya haji cenderung meningkat, sehingga perlu meninjau kembali skema subsidi yang diberikan kepada calon jemaah. "Termasuk bagaimana cara pengelolaan dana ini dapat dilakukan dengan lebih berkelanjutan," katanya.
Iklan
Di sisi lain, revisi juga perlu untuk perbaikan kualitas pelayanan seperti transportasi, akomodasi, dan pelayanan kesehatan di Arab Saudi. Urgensi revisi UU berikutnya menurut dia terkait transparansi biaya haji. Misalnya seperti tiket pesawat, akomodasi, makanan, transportasi lokal dan biaya operasional lain.
Kemudian, dia menilai revisi juga perlu untuk pengaturan haji khusus dan umrah. Dia menuturkan, regulasi harus memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai pengelolaan haji reguler dan haji khusus atau haji plus. "Terutama terkait transparansi biaya dan layanan yang diberikan oleh pihak penyelenggara," kata Singgih.
Terakhir, revisi diperlukan untuk menyesuaikan kuota dan prioritas antrean, karena panjangnya antrean haji di Indonesia. Menurut Singgih, diperlukan revisi untuk memperjelas aturan tentang pemberian prioritas.
"Revisi UU harus mempertimbangkan pengelolaan kuota secara lebih efisien dan berkeadilan, sehingga mengurangi ketimpangan dalam distribusi kuota antardaerah," kata Singgih.
Sebelumnya, Pansus Hak Angket Haji DPR menyampaikan lima rekomendasi mengenai revisi UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dan UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Rekomendasi tersebut didorong oleh pertimbangan kondisi terkini dalam regulasi dan model pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi.
Pilihan Editor: Target Prabowo setelah Retreat Akmil Magelang: Kebut Swasembada Pangan dan Energi