Apakah Mertua Berhak Atas Warisan? Ini Kata Pakar

16 hours ago 7

Jakarta -

Pembagian harta waris terkadang dapat memicu masalah yang kompleks dalam suatu keluarga. Hal ini sering kali menjadi pertanyaan banyak pasangan. Salah satunya adalah apakah mertua berhak atas warisan anak?

Dalam buku Pemahaman seputar hukum waris adat di Indonesia karya Ellyne Dwi Poespasari, warisan adalah semua harta benda yang ditinggalkan oleh seorang yang meninggal dunia (pewaris) kepada seorang yang masih hidup (ahli waris) yang berhak menerimanya baik harta benda itu sudah dibagi, belum terbagi, maupun memang tidak dibagi.

Sementara itu, ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima warisan. Dirangkum dari buku PENGANTAR HUKUM PERDATA INDONESIA karya Junaidi dkk, ada dua macam ahli waris yang diatur dalam KUH Perdata, yaitu ahli waris berdasarkan hubungan perkawinan dan hubungan darah serta ahli waris berdasarkan wasiat.

Apakah mertua berhak atas warisan anak?

Dilansir dari laman detikcom, Penyuluh Hukum Ahli Muda Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham, Febi Ardhianti, S.E, menjelaskan tentang harta dalam perkawinan.

Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut dengan UU Perkawinan). Undang-undang ini berlaku umum, dalam artian berlaku untuk yang muslim dan non-muslim. Untuk yang muslim, ada lagi yang pengaturan yang khusus, yaitu Kompilasi Hukum Islam (KHI).

“KHI merupakan kumpulan aturan hukum yang dihimpun dalam satu buku untuk kemudian dijadikan pedoman bagi Hakim di lingkungan Peradilan Agama untuk menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya, termasuk tentang pembagian harta kekayaan dalam perkawinan. KHI merupakan rangkaian dari terbitnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 mengenai Peradilan Agama,” jelas Febi.

Ia pun menjelaskan terkait harta bersama menurut Pasal 35 UU Perkawinan diatur tentang Harta Benda dalam Perkawinan, yang menyatakan:

5. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

6. Harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain

“Jika harta diperoleh suami dan/istri selama perkawinan, maka harta tersebut merupakan harta bersama sepanjang tidak diperjanjikan lain dalam Perjanjian Perkawinan,” jelasnya.

Perjanjian perkawinan adalah sebuah perjanjian tertulis yang dibuat sebelum perkawinan dan disahkan oleh Pejabat Pencatat Perkawinan mengenai kedudukan harta dalam perkawinan yang tidak bertentangan dengan hukum Islam (Pasal 29 UUP) Dalam Pasal 1 huruf f KHI.

“Harta kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapa pun.”

Selanjutnya dalam Pasal 87 ayat (1) KHI disebutkan mengenai harta bawaan:

“Harta bawaan masing-masing suami dan istri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.”

Berdasarkan Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yang berhak menjadi ahli waris adalah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama.

Dalam Pasal 171 huruf d KHI mengatur bahwa untuk dapat dikategorikan sebagai harta warisan adalah bilamana harta tersebut sudah dimiliki sebagai harta pribadi oleh orang yang meninggal (pewaris) pada masa hidupnya.

Maka, harta bawaan yang dapat dimasukkan sebagai harta warisan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 171 huruf e KHI yang disebutkan adalah harta bawaan yang mengikuti prinsip asas harta terpisah.

Jika istri meninggal dunia dalam keadaan meninggalkan harta bawaan, ahli warisnya yang berhak atas harta tersebut.

Febi mengatakan pewaris timbul karena kematian dan terdapat ketentuan mengenai pembagian harta warisan serta orang-orang yang berhak untuk mewariskan hartanya. Harta bawaan akan menjadi bagian dari harta warisan dan berhak diwarisi oleh para ahli waris.

Lantas, apakah mertua berhak mendapat warisan anak? Febi menyarankan Bunda untuk bertanya kepada mertua atau orang yang dituakan dalam keluarga, apakah dulu ada perjanjian dalam hak warisan atau tidak.

Jika ada perjanjian, tentunya Bunda harus menghormati isi perjanjian pasangan dengan keluarganya.

Nah, itulah penjelasan tentang mertua yang berhak atas warisan anak. Semoga bermanfaat, ya, Bunda.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar dan klik di SINI. Gratis!

(asa/som)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online