Benarkah Minum Susu Sapi Meningkatkan Risiko Kanker Payudara? Ini Kata Studi

3 months ago 53

Jakarta -

Penyebab kanker pada seseorang bisa beraneka ragam. Katanya, minum susu termasuk di antaranya ya, Bunda. Lantas, benarkah minum susu sapi meningkatkan risiko kanker payudara?

Asupan susu sapi dikaitkan dengan risiko kanker payudara yang lebih besar pada perempuan, menurut sebuah studi baru yang dilakukan oleh para peneliti di Loma Linda University Health.

Studi tersebut diterbitkan dalam the International Journal of Epidemiology, menemukan bahwa konsumsi susu sapi dalam jumlah yang relatif sedang dapat meningkatkan risiko kanker payudara pada perempuan, hingga 80 persen tergantung pada jumlah yang dikonsumsi.

Penulis pertama makalah tersebut, Gary E. Fraser, MBChB, PhD, mengatakan bahwa studi observasional tersebut memberikan bukti yang cukup kuat bahwa susu sapi atau beberapa faktor lain yang berkaitan erat dengan konsumsi susu sapi merupakan penyebab kanker payudara pada perempuan.

"Mengonsumsi sedikitnya 1/4 hingga 1/3 cangkir susu sapi per hari dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker payudara sebesar 30 persen," kata Fraser. "Dengan minum hingga satu cangkir per hari, risiko terkait meningkat hingga 50 persen, dan bagi mereka yang minum dua hingga tiga cangkir per hari, risikonya meningkat lebih jauh hingga 70 hingga 80 persen."

Pedoman U.S Dietary saat ini merekomendasikan tiga cangkir susu per hari. "Bukti dari studi ini menunjukkan bahwa orang harus melihat rekomendasi tersebut dengan hati-hati," kata Fraser.

Hal ini menimbulkan kemungkinan bahwa susu alternatif mungkin merupakan pilihan yang optimal. Dr. Gary Fraser, seperti dikutip dari laman News.llu.edu.

Asupan makanan dari hampir 53.000 perempuan Amerika Utara dievaluasi untuk penelitian ini, yang semuanya awalnya bebas dari kanker dan diikuti selama hampir delapan tahun.

Asupan makanan diperkirakan dari kuesioner frekuensi makanan (FFQ), juga ingatan berulang 24 jam, dan kuesioner dasar berisi pertanyaan tentang demografi, riwayat keluarga kanker payudara, aktivitas fisik, konsumsi alkohol, penggunaan hormon dan obat-obatan lainnya, skrining kanker payudara, dan riwayat reproduksi dan ginekologi.

Pada akhir periode penelitian, terdapat 1.057 kasus kanker payudara baru selama masa tindak lanjut. Tidak ditemukan hubungan yang jelas antara produk kedelai dan kanker payudara, terlepas dari susu. Namun, jika dibandingkan dengan konsumsi susu yang rendah atau tidak sama sekali, asupan kalori susu dan susu sapi yang lebih tinggi dikaitkan dengan risiko kanker payudara yang lebih besar, terlepas dari asupan kedelai. 

Fraser mencatat bahwa hasilnya memiliki variasi minimal saat membandingkan asupan susu penuh lemak dengan susu rendah lemak atau tanpa lemak, tidak ada hubungan penting yang dicatat dengan keju dan yogurt.

"Namun makanan olahan susu, khususnya susu, dikaitkan dengan peningkatan risiko, dan data tersebut memperkirakan penurunan risiko yang nyata terkait dengan penggantian susu kedelai dengan susu sapi. Hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa susu sapi alternatif mungkin merupakan pilihan yang optimal," katanya.

Efek berbahaya dari susu sapi konsisten dengan laporan AHS-2 terkini yang menyatakan bahwa vegan tetapi bukan lacto-ovo-vegetarian mengalami lebih sedikit kanker payudara daripada non-vegetarian.

Fraser mengatakan kemungkinan alasan untuk hubungan antara kanker payudara dan susu sapi ini mungkin adalah kandungan hormon seks dalam susu sapi, karena sapi-sapi tersebut tentu saja sedang menyusui, dan seringkali sekitar 75 persen dari kawanan sapi perah sedang hamil. 

Kanker payudara pada perempuan adalah kanker yang responsif terhadap hormon. Lebih jauh, asupan susu dan protein hewani lainnya dalam beberapa laporan juga dikaitkan dengan kadar hormon yang lebih tinggi dalam darah, faktor pertumbuhan mirip insulin-1 (IGF-1), yang dianggap memicu kanker tertentu. 

“Susu sapi memang memiliki beberapa kualitas gizi yang positif, tetapi ini perlu diseimbangkan dengan efek lain yang mungkin kurang bermanfaat. Penelitian ini menunjukkan perlunya penelitian lebih lanjut yang mendesak,” kata Fraser.

Penelitian ini sendiri merupakan bagian dari Adventist Health Study-2, sebuah studi kesehatan jangka panjang yang meneliti hubungan antara gaya hidup, pola makan, dan penyakit di antara anggota gereja Advent. Adventist Health Study tersebut didanai sebagian melalui The  Ardmore Institute of Health. 

Semoga informasinya membantu ya, Bunda.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(pri/pri)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online