James Riady Turut Temui Jokowi di Solo, Namanya Pernah Mencuat dalam Kasus Suap Meikarta

1 month ago 25

TEMPO.CO, Jakarta - Bos Lippo Group James Riady mengunjungi Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi pekan lalu. Bersama sang ayah yang merupakan pendiri Lippo Group, Mochtar Riady, dan anaknya, CEO Lippo Cikarang John Riady, mereka mampir ke kediaman Jokowi di Solo, Jawa Tengah.

“Saya menerima kehadiran Bapak Mochtar Riady, Bapak James Riady, Bapak John Riady beserta keluarga di kediaman,” tulis Jokowi, membagikan momen tersebut lewat akun Instagram @jokowi, Jumat, 13 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam foto yang diunggah, Jokowi terlihat duduk berhadapan dengan keluarga Mochtar Riady di sebuah meja panjang. Jokowi dalam takarir unggahan turut menyampaikan terima kasih atas kunjungan tersebut. Terkhusus kepada Mochtar yang mengupayakan mampir ke Solo.

“Khususnya Bapak Mochtar Riady yang di usia 95 tahun masih sehat dan berupaya mampir ke Solo. Terima kasih atas kedatangannya, saya sangat menghargai silaturahmi ini,” ungkap Jokowi.

Kunjungan itu menuai perhatian publik, terutama hadirnya sosok James yang disebut-sebut anggota 9 Naga. Adapun Istilah ini mengacu pada 9 pengusaha keturunan Tionghoa yang menguasai perekonomian Indonesia. Dalam Serial Investigasi ‘Mafia Bisnis’ Tommy Kurniawan oleh Pusat Data dan Analisa Tempo, sebelum Orde Baru, 9 Naga dikenal sebagai “Gang of Nine”.

Sejak memeluk Kristen pada 1990, James Riady diketahui menjadi evangelis, mendirikan yayasan, sumbangan, sekolah kristen, menyebarkan pengaruh Kristen kepada masyarakat Indonesia. Walau begitu, bukan berarti James tanpa kontroversi.

Nama James Riady sempat mencuat dalam kasus suap proyek Meikarta. Mega proyek ini ini merupakan salah satu proyek properti paling ambisius dari Lippo Group pada periode 2010-an, bahkan diklaim sebagai proyek properti terbesar dari kerajaan bisnis keluarga Riady tersebut.

Menurut James saat itu, proyek Meikarta sudah dirancang sejak 2014 dan pembangunannya sudah dimulai sejak Januari 2016. Rencana awalnya adalah membangun 100 gedung apartemen bertingkat, mulanya 400.000 unit hingga Desember 2018, serta berbagai fasilitas lainnya di lahan seluas 1,5 juta meter persegi.

Pada perjalanannya, proyek Meikarta mengalami hambatan di mana Pemprov Jawa Barat pada Agustus 2017 menyatakan bahwa proyek ini belum memenuhi persyaratan yang lengkap. Meskipun menargetkan membangun properti di lahan seluas 500 ha, pihak Pemprov baru mengizinkan Lippo membangun di lahan seluas 84,6 ha.

Patgulipat perizinan tersebut akhirnya membawa PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) terjerat kasus suap yang melibatkan Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin dan sejumlah pejabat Kabupaten Bekasi. Pada Oktober 2020, PT MSU juga digugat PKPU oleh PT Graha Megah Tritunggal karena melakukan hal yang sama pada jasa pengamanan.

Di meja hijau, perusahaan di bawah Grup Lippo ini kemudian ikut didakwa menyuap para pejabat Kabupaten Bekasi berkaitan dengan perizinan mega-proyek itu. Dalam dakwaan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, nama perseroan itu disebut terlibat selain pegawai dan dua konsultan Grup Lippo.

PT Lippo Cikarang melalui PT Mahkota Sentosa Utama dinyatakan ikut menyuap Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan anak buahnya. Total duit yang dikucurkan untuk melicinkan proyek Meikarta itu Rp 16,18 miliar dan Sin$ 270 ribu. Dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Bandung itu merupakan kunci pembongkar suap korporasi.

Sogokan yang sistematis makin mengindikasikan bahwa kejahatan itu dilakukan bukan atas personal. Tak cuma menyuap Bupati Neneng, Billy dan anak buahnya diduga juga menyuap 20 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bekasi untuk meloloskan perubahan rencana detail tata ruang di wilayah Cikarang. Tanpa perubahan itu, proyek Meikarta senilai Rp 358 triliun tak mungkin didirikan.

Pengesahan perubahan rencana detail tata ruang oleh Dewan berlangsung cepat. Anehnya pula, dua hari kemudian, izin peruntukan penggunaan tanah dari Bupati langsung keluar. PT Lippo Cikarang Tbk mendapat izin membangun apartemen, perkantoran, pusat belanja, dan hotel di atas tanah 84,6 hektare. Sesuai dengan aturan, izin peruntukan semestinya baru terbit setelah perubahan detail tata ruang disetujui Pemprov Jawa Barat.

Tak cuma membagikan fulus kepada pejabat dan anggota DPRD, pengembang Meikarta diduga juga melobi Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Indikasi ini terlihat dari pernyataan Bupati Neneng di persidangan. Ia mengaku mendapat panggilan telepon dari Tjahjo, yang memintanya membantu perizinan Meikarta.

Dalam kasus ini, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung menjatuhi hukuman penjara selama 6 tahun kepada Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin. Neneng terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap dari pengembang proyek Meikarta.

“Mengadili terdakwa Neneng Hasanah Yasin dengan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 250 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti kurungan 4 bulan penjara,” ujar Ketua Majelis Hakim Tardi saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Bandung, Rabu, 29 Mei 2019.

Selain dijatuhi hukuman penjara, hak politik Neneng untuk dipilih pun dicabut oleh majelis hakim. Hal tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut hak politik Neneng untuk dipilih dicabut. “Pidana tambahan pencabutan hak dipilih selama 5 tahun terhitung terdakwa menjalankan pidana pokoknya,” ujar hakim.

Hakim juga memvonis empat anak buah Neneng di Pemkab Bekasi. Keempatnya ialah Jamaludin selaku Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi, Dewi Tisnawati sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu/PMPTSP Pemkab Bekasi, Sahat Maju Banjarnahor adalah Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi, dan Neneng Rahmi Nurlaili menjabat Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi.

“Masing-masing mendapat hukuman penjara 4 tahun 6 bulan dan denda Rp 200 juta,” katanya.

Dugaan keterlibatan James di kasus suap Meikarta

Saat kasus ini bergulir, James pernah beberapa kali dipanggil KPK. Salah satunya pada Kamis, 12 Desember 2019, namun saat itu dia mangkir. Ini bukan kali pertama James dipanggil untuk diperiksa penyidik. Sebelumnya, KPK juga telah memeriksa dirinya dalam proses penyidikan untuk tersangka Neneng pada 31 Oktober 2019.

Selain itu, Penyidik KPK juga pernah menggeledah rumah James Riady pada 18 Oktober 2018. KPK menduga ada barang bukti terkait kasus ini di sana. Namun, tidak ada barang bukti yang disita dalam penggeledahan di rumah dan apartemen James Riady itu.

Di sisi lain, Dakwaan KPK menyebut James dan Billy Sindoro pernah bertemu Neneng pada Januari 2018. Dalam pertemuan di kediaman Neneng itu, James disebut membicarakan tentang perkembangan perizinan pembangunan Meikarta. James dan Billy memperlihatkan gambar pembangunan proyek Meikarta.

James Riady mengakui adanya pertemuan ini. Namun, dia membantah ada pembicaraan soal proyek. James, usai diperiksa di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa, 30 Oktober 2018, mengatakan berkunjung untuk mengucapkan selamat atas lahirnya anak Neneng.

“Waktu itu saya diajak mampir untuk mengucapkan selamat saja,” katanya.

M Rosseno Aji dan Iqbal Tawakal Lazuardi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online