TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat RI Aria Bima menanggapi usulan pemilihan gubernur atau pilgub dilakukan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dia mengatakan pilgub melalui DPRD memiliki sisi plus dan minus.
“Ada plus minusnya. Secara efektif efisien memang lebih simpel, tetapi legitimasi ini loh,” kata Aria Bima saat kegiatan Parlemen Kampus 2024 di Universitas Diponegoro Semarang pada Rabu, 4 Desember 2024.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menuturkan pemilihan gubernur dan wakil gubernur secara langsung merupakan konsep dari cara berpikir yang semula sentralisasi menjadi desentralisasi.
Desentralisasi dibutuhkan dalam penerapan otonomi daerah sebagai pemberdayaan daerah-daerah dengan kemampuan memajukan daerahnya yang harus didukung oleh partisipasi warganya.
“Karena daerah enggak bisa berkembang kalau itu hanya dimonopoli oleh kalangan elite pemerintahan. Supaya ada partisipasi dukungan masyarakat membangun daerah,” ujarnya.
Maka dari itu, kata dia, partisipasi masyarakat dimulai sejak pemilihan kepala daerah ketika pemimpin dipilih dengan melibatkan partisipasi publik atau rakyat untuk memilih secara langsung. Dia mengatakan ide dikembalikannya kepala daerah atau gubernur dipilih DPRD sebenarnya karena dampak negatif pilkada yang diwarnai politisasi bantuan sosial dan politik uang.
“Eksesnya kemarin itu terjadi ‘bansosialisasi’ atau money politics yang itu dianggap tidak searah dengan tujuan daripada pemilihan langsung yang akibat dari konsep sentralisasi ke desentralisasi atau otonomi daerah,” katanya.
Dia menyebutkan DPR akan mengevaluasi plus minus dari kedua sistem itu, baik pemilihan langsung lewat pilkada ataupun dipilih kembali oleh DPRD.
“Kami akan mengevaluasi mana-mana plus minusnya. Apakah kembali ke DPR atau kembali ke rakyat. Tapi yang jelas, kalau yang pemilihan kepala daerah tingkat kota/kabupaten, prinsipnya masih sangat penting diperlukannya pemilihan langsung,” tuturnya.
Sedangkan untuk pemilihan gubernur akan dikaji kembali karena gubernur bersifat sebagai administrasi kepanjangan tangan dari pemerintah pusat ke daerah.
“Akan kami pikirkan ya. Apakah gubernurnya tetap partisipasi (rakyat), wakilnya dari penunjukan pemerintah pusat, misalnya, atau penunjukan DPRD,” kata dia.
Usulan Gubernur Dipilih Melalui DPRD
Sebelumnya, tingginya angka golput di Pilkada 2024 memunculkan wacana gubernur dipilih melalui DPRD atau presiden mewakili pemerintah pusat. Hal itu didasarkan atas biaya menggelar pilgub cukup tinggi, sementara partisipasi pemilih rendah.
Wacana itu disampaikan Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI Jazilul Fawaid. Dia mengatakan partainya sedang mengkaji gubernur ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat atau melalui mekanisme DPRD karena biaya pilgub terlalu tinggi.
“Gubernur fungsinya hanya koordinator, karena kan kita rezimnya otonomi daerah,” kata Jazilul di Jakarta pada Jumat malam, 29 November 2024.
Dia mencontohkan Pilkada Jawa Barat di mana untuk mencari seorang gubernur yang fungsinya hanya sebagai koordinator harus menghabiskan anggaran hingga Rp 1 triliun lebih. Kondisi itu, kata dia, kurang ideal dengan kinerja gubernur. Anggaran sebesar itu dapat digunakan hal yang lebih bermanfaat dan mendasar, terutama pendidikan dan kesehatan.
“Kalau dibuat sekolah, jadi berapa sekolah? Itu anggaran di Jawa Barat saja. Kalau itu buat renovasi sekolah, saya pikir renovasi sekolah di Jawa Barat cukup,” tuturnya.
Jazilul menambahkan pemilihan gubernur melalui DPRD hanya membutuhkan satu kotak suara, tapi ketika dipilih langsung membutuhkan ribuan kotak suara.
“Lebih baik serahkan kepada DPRD, simpel, masyarakat mungkin bisa memberikan masukan kepada partai atau lembaga lain yang kemudian bisa dimajukan,” tuturnya.
Alfitria Nefi P dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Buntut Ucapan Gus Miftah ke Penjual Es Teh, Anggota DPR Minta Kemenag Sertifikasi Juru Dakwah