Masyarakat Sipil Kecam Kekerasan Aparat terhadap Pendemo Tolak Revisi UU TNI

3 days ago 9

TEMPO.CO, Jakarta -- Koalisi Kebebasan Berserikat mengutuk kekerasan aparat terhadap aktivis yang menyuarakan penolakan terhadap revisi Undang-Undang TNI. Kelompok ini menegaskan tindakan represif terhadap demonstran merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Koordinator Koalisi Kebebasan Berserikat Riza Abdali mengatakan, pemerintah harus menjamin perlindungan bagi jurnalis, aktivis, dan pembela HAM dari segala bentuk ancaman. “Lindungi masyarakat baik dari serangan fisik maupun digital, yang dilakukan oleh aktor negara maupun non-negara,” ujar Riza dalam pernyataan yang disampaikan dalam diskusi online pada Rabu, 26 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekitar 26 lembaga masyarakat sipil masuk dalam Koalisi Kebebasan Berserikat. Beberapa di antaranya seperti Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Imparsial, dan Amnesty International Indonesia.

Dalam pernyataan sikap yang dibacakan oleh Riza, koalisi juga menuntut pemerintah untuk memastikan adanya mekanisme akuntabilitas yang kuat terhadap tindakan aparat dalam merespons aksi-aksi protes penolakan terhadap revisi Undang-Undang TNI. Dia juga berharap masyarakat sipil terus mengawal upaya penolakan terhadap pengesahan Undang-Undang TNI ini, serta memastikan hak-hak demokratis warga negara tetap dijamin dan dilindungi.

Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan revisi Undang-Undang TNI dalam rapat paripurna DPR pada Kamis, 20 Maret 2025. Revisi Undang-Undang  TNI mendapat penolakan sejumlah elemen sipil karena dikhawatirkan mengembalikan dwifungsi militer seperti era Orde Baru. 

Meski telah disahkan oleh DPR, sejumlah elemen sipil di berbagai daerah tetap menyuarakan protes. Misalnya aksi massa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Malang pada Ahad, 23 Maret 2025. Kepada Tempo, Koordinator Lembaga Bantuan Pos Malang Daniel Siagian mengatakan, enam orang sempat ditangkap dan enam orang lainnya hilang kontak saat demonstrasi itu. Namun mereka semua sudah dibebaskan, ditemukan, dan pulang ke rumah masing-masing

Data dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia mencatat dalam aksi menolak RUU TNI mengakibatkan setidaknya puluhan orang mengalami intimidasi, kekerasan, penyiksaan hingga penangkapan sewenang wenang di berbagai kota seperti Jakarta, Malang, Surabaya, Bandung, Bekasi, Karawang maupun daerah lain seperti Kupang, dan Medan. Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya mendampingi 25 orang yang mengalami penangkapan sewenang-wenang. 

Adapun Kepala Pusat Penerangan TNI Brigadir Jenderal Kristomei Sianturi mengklaim revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia tetap berpegang pada prinsip supremasi sipil. Kristomei juga menyatakan sudah melibatkan elemen masyarakat dalam revisi UU TNI yang saat ini telah disahkan oleh DPR. “Ini sudah memenuhi tahapan-tahapan,”  katanya dalam pengarahan pers online pada Selasa, 25 Maret 2025. 

M. Rizki Yusrial berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online