Mengenal Psikosis Postpartum, Kondisi Pasca Melahirkan Lebih Parah dari Baby Blues

5 hours ago 5

Jakarta -

Ibu yang baru melahirkan dapat mengalami baby blues atau depresi postpartum. Namun, ada gangguan mental lainnya yang lebih berat yakni psikosis postpartum. Kenali apa itu psikosis postpartum, kondisi pascamelahirkan yang lebih parah dari baby blues.

Melansir BabyCenter, Amanda Fiera menceritakan pengalamannya dengan psikosis postpartum. Ini bermula pada Agustus 2024 saat melahirkan bayi perempuannya Madison usai berjuang lama melawan infertilitas.

Fiera diperbolehkan pulang dua hari setelah melahirkan. Awal perjalanan pasca persalinannya terbilang cukup mudah. Ia sama dengan ibu baru lainnya yang menyusui putrinya hingga begadang di malam hari. Namun semua berubah drastis seminggu kemudian. 

Teror di malam hari, berhalusinasi bayinya diambil

"Pada malam kesembilan, saya terbangun karena serangan panik, menjerit, dan napas saya tersengal-sengal. Saya tidak bisa melihat dan tidak tahu apa yang terjadi di sekitar saya," ujar Fiera. 

Suaminya berusaha menyadarkannya. Tapi Fiera tatap berteriak, "Jangan bawa dia pergi!" berulang kali. Teriakannya itu sampai membangunkan Baby Madison, yang berada tepat di sebelah Fiera.

"Setelah 10 menit berteriak terus-menerus, suami saya berkata saya berhenti. Saya mengalami halusinasi bahwa seseorang sedang mengambil bayi saya. Rasanya begitu nyata. Setelah akhirnya reda, saya menyusui Madison, yang masih sedikit gemetar dan gelisah, lalu secara ajaib tertidur lagi," kata Fiera.

Usai kejadian malam itu, Fiera dan suaminya tidak terlalu memikirkannya. Mereka beranggapan itu hanya karena kelelahan. Namun, Fiera kembali mengalami kondisi serupa berkali-kali. Ia berhalusinasi merasa seperti ada yang datang untuk mengambil bayinya. 

Fiera merasa itu lebih dari sekadar teror di malam hari. Dan itu terjadi secara acak, kapan saja."Tetapi itu akan membuat Madison takut, dan saya tidak ingin ditinggal sendirian dengannya. Bagaimana jika saya menjatuhkannya atau menyakitinya karena saya tidak tahu apa yang sedang terjadi? Untungnya, suami saya sedang dalam cuti melahirkan saat itu dan dapat menjaga Madison, tetapi saya tahu saya butuh bantuan," ujar Fiera.

Fiera merasa dirinya membutuhkan bantuan. Ia pun menelepon dokter kandungan dan ginekolog, kemudian ia dirujuk ke bangsal psikiatri perinatal di rumah sakit setempat. 

Usai pemeriksaan, gejala yang dialami Fiera sesuai dengan psikosis pasca persalinan, kondisi kesehatan mental serius yang dianggap sebagai keadaan darurat kesehatan mental.

"Di bangsal psikiatri perinatal, kepala departemen bertanya tentang riwayat keluarga saya yang memiliki gangguan kesehatan mental dan apa yang saya lihat selama berhalusinasi. Tim psikiatri juga melakukan pemindaian otak untuk menyingkirkan masalah neurologis. Saya menjalani banyak pemeriksaan darah dan pemeriksaan urine. Kemudian, diagnosis saya pun keluar," kata Fiera.

Dari hasil pemeriksaan, Fiera harus segera memulai perawatan karena khawatir halusinasi yang dialaminya dapat memengaruhi bayi dan membahayakannya.

Apa itu psikosis postpartum?

Psikosis postpartum (PPP) adalah keadaan darurat kesehatan mental. Kondisi ini memengaruhi rasa realitas seseorang, yang menyebabkan halusinasi, delusi, paranoia, atau perubahan perilaku lainnya. 

Melansir Cleveland Clinic, dalam kasus yang parah, orang dengan PPP mungkin mencoba menyakiti diri sendiri atau bayi yang baru lahir. Kondisi ini dapat diobati, dan pengobatan dini meningkatkan kemungkinan hasil yang baik.

Menurut National Institutes of Health, psikosis pascapersalinan memengaruhi sekitar 1 hingga 2 perempuan dari 1.000 perempuan.
 
"Ini adalah kondisi kesehatan mental yang parah pada ibu yang dapat menyebabkan fluktuasi suasana hati yang cepat dan gejala psikotik berupa delusi, seperti paranoia, halusinasi, pikiran tidak teratur, dan penilaian yang buruk," kata Jasmine Sawhne, M.D., seorang psikiater di California. 

Menurut Postpartum Support International, kondisi ini paling umum terjadi dalam dua minggu pertama setelah melahirkan, tetapi dapat terjadi hingga satu tahun setelah melahirkan.

Siapa saja yang terpengaruh psikosis postpartum?

Psikosis pascapersalinan dapat memengaruhi siapa saja yang baru saja melahirkan. Meskipun biasanya terjadi dalam beberapa hari setelah melahirkan, hal itu dapat terjadi hingga enam minggu setelahnya.

Psikosis postpartum dapat terjadi pada siapa saja yang melahirkan, tetapi kemungkinan mengalaminya lebih tinggi pada orang-orang dengan kondisi kesehatan mental tertentu. 

Sawhne menjelaskan, secara historis perempuan terutama mengalami psikos postpartum hanya pada anak pertama. Tapi ada kemungkinan 30 hingga 50 persen terjadi pada kehamilan kedua dan ketiga.

"Jika seorang perempuan dengan riwayat psikosis pascapersalinan hamil lagi, kami biasanya memiliki rencana untuk membantu mencegah efeknya," kata Sawhne.

Rencana ini biasanya mencakup konsultasi dengan psikiater perinatal saat hamil, yang membuat rencana pengobatan berdasarkan pilihan yang paling aman untuk kehamilan.

Orang dengan psikosis pascapersalinan berisiko lebih tinggi untuk menyakiti diri sendiri, bunuh diri, atau menyakiti anak-anaknya. Karena itu, PPP merupakan keadaan darurat kesehatan mental. 

Gejala dan penyebab psikosis postpartum

Dua gejala utama psikosis memengaruhi rasa realitas seseorang dan bagaimana mereka memahami dunia di sekitar mereka. Gejala-gejala tersebut adalah:

  1. Halusinasi. Halusinasi terjadi ketika otak bertindak seolah-olah menerima masukan dari indra (biasanya mata atau telinga, tetapi terkadang halusinasi sentuhan juga dapat terjadi), tetapi tanpa masukan yang sebenarnya. Hal-hal yang Bunda lihat atau dengar terasa nyata, dan Bunda tidak dapat membedakan antara halusinasi dan sesuatu yang benar-benar terjadi.
  2. Delusi. Delusi adalah keyakinan salah yang Bunda pegang teguh. Jika Bunda mengalami delusi maka akan sangat yakin sehingga tidak akan mengubahnya meskipun memiliki bukti itu tidak benar. 

Gejala lain yang umum terjadi pada psikosis pascapersalinan meliputi:

  1. Perubahan suasana hati, seperti mania (peningkatan aktivitas dan suasana hati) dan hipomania, atau depresi (penurunan suasana hati).
  2. Depersonalisasi (beberapa orang menggambarkan ini sebagai pengalaman keluar dari tubuh).
  3. Pikiran atau perilaku yang tidak teratur.
  4. Insomnia.
  5. Iritabilitas atau agitasi.
  6. Pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau menyakiti orang lain (terutama bayi yang baru lahir).

Untuk penyebab, para ahli tidak tahu mengapa psikosis pascapersalinan terjadi. Tetapi menduga itu melibatkan kombinasi faktor, termasuk:

  1. Riwayat kondisi kesehatan mental. Sekitar sepertiga orang dengan PPP memiliki kondisi kesehatan mental yang didiagnosis sebelumnya. Yang paling umum termasuk gangguan bipolar (terutama gangguan bipolar I). Kondisi kesehatan mental lain yang dapat meningkatkan risiko termasuk gangguan depresi mayor dan kondisi spektrum skizofrenia.
  2. Jumlah kehamilan. PPP lebih umum terjadi pada orang yang baru saja melahirkan anak pertama. Namun, orang dengan riwayat PPP berisiko mengalaminya lagi setelah melahirkan di masa mendatang.
  3. Riwayat keluarga dengan kondisi kesehatan mental, terutama PPP. Orang dengan PPP sering kali memiliki anggota keluarga dengan riwayat PPP atau kondisi kesehatan mental terkait. Karena itu, para peneliti menduga bahwa kondisi ini mungkin memiliki hubungan genetik.
  4. Kurang tidur. Para ahli tahu bahwa kurang tidur dapat memicu mania pada orang dengan gangguan bipolar. Mereka juga menduga bahwa kurang tidur dapat mengembangkan PPP.
  5. Perubahan hormon. Kimia tubuh selama kehamilan mengalami perubahan besar di sekitar waktu persalinan. Kadar beberapa hormon melonjak, sementara yang lain anjlok. Para ahli menduga hormon tertentu, terutama estrogen dan prolaktin, mungkin berperan. Namun, diperlukan lebih banyak penelitian untuk memastikan hal ini.
  6. Kondisi medis lainnya. Psikosis juga dapat terjadi karena alasan medis, yang banyak di antaranya mungkin terjadi selama atau segera setelah melahirkan. Beberapa contoh penyebab medis meliputi penyakit autoimun dan inflamasi, ketidakseimbangan elektrolit, kekurangan vitamin (B1 dan B12), gangguan tiroid, stroke, dll. Eklamsia dan preeklamsia juga dapat menjadi kondisi yang berkontribusi.

Diagnosis dan tes psikosis postpartum

Penyedia layanan kesehatan mental dapat mendiagnosis psikosis pascapersalinan berdasarkan gejala, baik melalui pengamatan atau apa yang Bunda gambarkan, dan pemeriksaan fisik dan neurologis. Tes lain mungkin dilakukan, tetapi ini untuk menyingkirkan kondisi lain atau penyebab dasar psikosis. Tes ini tidak dapat mendiagnosis PPP itu sendiri.

Beberapa tes yang paling umum meliputi:

  • Tes pada darah, urine, atau cairan tubuh lainnya. Ini mencari tanda-tanda masalah medis, terutama dengan proses kimia internal tubuh. Ini dapat mengidentifikasi infeksi, ketidakseimbangan elektrolit, kekurangan atau kelebihan vitamin dan mineral, masalah fungsi ginjal atau hati, dan banyak lagi. 
  • Pemindaian pencitraan. Tes ini mencari perubahan pada struktur otak yang mungkin menjelaskan gejala. Pemindaian pencitraan yang paling umum untuk ini adalah pemindaian tomografi terkomputerisasi (CT) dan pemindaian pencitraan resonansi magnetik (MRI).
  • Penyedia layanan kesehatan mungkin juga menggunakan alat skrining khusus atau kuesioner. 

Penanganan dan Perawatan psikosis postpartum

Psikosis pascapersalinan dapat diobati, dan beberapa pendekatan berbeda mungkin berhasil. Sayangnya, kelangkaan kondisi ini berarti penelitian yang tersedia tentang cara mengobatinya terbatas.

Beberapa metode digunakan secara luas, tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan agar para ahli dapat memahami cara terbaik untuk mengobati kondisi ini.

Karena PPP adalah keadaan darurat kesehatan mental, orang dengan kondisi ini memerlukan perawatan kesehatan mental rawat inap. Perawatan semacam ini berarti profesional medis terlatih selalu bersama mereka untuk memastikan mereka aman dan senyaman mungkin.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(pri/pri)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online