TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pekerja Tenaga Medis dan Kesehatan Indonesia atau SPTMKI mendorong pemerintah menaikkan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 8 hingga 10 persen, pada tahun 2025. Menurut Ketua SPTMKI, Sri Narulita, kenaikan upah minimum tersebut mendesak direalisasikan lantaran masih banyak tenaga medis dibayar di bawah upah minimum.
Mereka mengancam mogok kerja bila kenaikan upah tersebut tidak diwujudkan. "Sebagai bagian dari pekerja Indonesia, kami mendukung dan ambil bagian dalam rencana mogok nasional, jika kenaikkan upah minimum sebesar 8 persen tidak diwujudkan," kata Sri Narulita melalui siaran pers yang diterima Tempo, Ahad, 13 Oktober 2024.
Sri Narulita mengatakan tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menunda kenaikkan upah minimum tersebut. Menurut dia, saat ini komponen penentuan upah layak seperti kebutuhan hidup layak, inflasi dan pertumbuhan ekonomi bisa dijadikan acuan dalam menaikkan upah minimum.
"Kami berharap usulan ini segera diwujudkan agar kesejahteraan tenaga medis dan tenaga kesehatan di Indonesia dapat meningkat," ujarnya.
Selain menaikkan upah minimum sebesar 8 persen, Sri Narulita meminta pemerintah ikut mengawasi pelaku industri, termasuk industri kesehatan, dalam menerapkan upah minimum. Selain di rumah sakit, kata dia, pengawasan upah minimum juga harus dilakukan di klinik dan apotek.
"Termasuk juga penerapan jam kerja sesuai undang-undang, ketentuan cuti kerja, lembur dan pemberian jaminan kesehatan, dan kecelakaan kerja," katanya.
Sebelumnya, tuntutan untuk menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) disampaikan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh. Permintaan kenaikkan UMP yakni sebesar 8 persen hingga 10 persen pada 2025.
Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan besaran kenaikan ini karena inflasi dalam dua tahun terakhir berada pada kisaran 2,5 persen. Sedangkan, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2 persen. Jika digabungkan, totalnya sekitar 7,7 persen yang dibulatkan menjadi 8 persen sampai 10 persen.
Iklan
“Kenaikan upah minimum yang diusulkan adalah sebesar 8 persen. Namun, KSPI mengusulkan penambahan 2 persen sehingga kenaikannya menjadi 10 persen untuk daerah-daerah yang memiliki disparitas upah tinggi antara kabupaten/kota yang berdekatan. Hal ini diharapkan dapat mengurangi kesenjangan upah di wilayah-wilayah tersebut,” ujar Said Iqbal dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Jumat, 27 September 2024.
Menurut Iqbal, selama lima tahun terakhir, terutama pada tahun pertama, upah minimum tidak mengalami kenaikan di seluruh Indonesia, yang berdampak pada penurunan daya beli buruh. Dalam dua tahun terakhir, kenaikan upah minimum berada di bawah angka inflasi.
“Sebagai contoh di wilayah Jabodetabek, inflasi mencapai 2,8 persen, namun kenaikan upah hanya 1,58 persen. Ini artinya buruh nombok setiap bulan," ujar Said Iqbal.
Meskipun secara nominal upah mengalami kenaikan setiap tahun, Iqbal menyebut kenyataannya upah riil buruh terus menurun. Dalam sepuluh tahun terakhir, Said Iqbal menjelaskan bahwa upah riil buruh turun sekitar 30 persen. Upah riil adalah upah nominal yang disesuaikan dengan indeks harga konsumen.
"Kenaikan harga barang jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan upah nominal, sehingga buruh terus terbebani dan daya beli mereka merosot tajam," ujarnya.
Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Juru Bicara Mengklaim Kader PDIP Kompak soal Pertemuan Megawati-Prabowo