TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem, Titi Anggraini, mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) mesti tetap bisa menerima gugatan sengketa hasil pilkada, meski diajukan bukan oleh peserta pilkada.
Adapun MK telah menerima dua permohonan gugatan sengketa perselisihan hasil pilkada Papua Selatan. "Di kasus Papua Selatan, kalau ini bukan pilkada calon tunggal, praktik hukumnya selama ini pemantau tidak punya kedudukan hukum," ujarnya ditemui di Gedung MK, Jakarta pada Selasa, 10 Desember 2024.
Kedua gugatan sengketa itu diajukan bukan dari peserta pilkada alias pasangan calon. Gugatan yang didaftarkan ke MK itu diajukan oleh pemohon berstatus pemantau pilkada, yaitu M. Andrean Saefudin dan Ir Saparuddin.
Berdasarkan peraturan MK, kata dia, pemantau pilkada dapat menjadi pemohon atau memiliki kedudukan hukum dalam pemilihan yang menghadirkan calon tunggal. Sementara pada kasus pilkada Papua Selatan, terdapat lebih dari satu paslon sebagai peserta.
Namun, menurut dia, MK tetap perlu melihat argumentasi hukum yang disampaikan oleh pemohon dari pemantau pilkada tersebut. Dia mengatakan, bila ada kondisi hukum yang luar biasa, semestinya permohonan gugatan dari non-paslon tetap ditindaklanjuti oleh MK secara proporsional.
"Misalnya terjadi manipulasi aturan atau secara terang benderang berlangsung pilkada yang inkonstitusional dan semua pihak terlibat," ucap Titi.
Dia mencontohkan kasus pilkada di Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, yang terdapat kondisi hukum luar biasa. Dia mengatakan, pada kasus itu MK mempertimbangkan kondisi hukum luar biasa lantaran calon terpilih merupakan warga negara asing atau memiliki paspor Amerika Serikat.
Karena itu, menurut dia, MK tidak boleh serta-merta menolak permohonan yang diajukan oleh pemohon dari non-paslon dalam gugatan sengketa pilkada ini. "Tapi (MK) melihat konteks mengapa terjadi permohonan perselisihan hasil pilkada," katanya.
Sementara itu, juru bicara hakim MK, Enny Nurbaningsih, tak berkenan untuk menanggapi sikap lembaganya terhadap permohonan sengketa Pilkada di Papua Selatan. "Karena terkait putusan tidak etis dijawab (hakim)," ujarnya ketika dihubungi, Selasa, 10 Desember 2024.
Dia mengatakan bahwa seluruh permohonan gugatan sengketa pilkada harus sesuai dengan hak acara, termasuk yang diajukan oleh pemantau pilkada. Enny berujar bahwa hal itu telah disosialisasikan secara meluas, sehingga masyarakat bisa melihat syarat ketentuan untuk mengajukan gugatan.